Kepala Bagian Humas BMKG, Harry Tirto Djatmiko menjelaskan bahwa likuifaksi merupakan hilangnya kekuatan tanah sehingga tanah tersebut tidak memiliki daya ikat. Getaran yang dihasilkan dari gempa membuat tekanan air meningkat dan membuat sifat tanah berubah dari padat (solid) menjadi cair (liquid).
“Likuifaksi (adalah) tanah yang kehilangan kekuatan akibat diguncang oleh gempa, yang mengakibatkan tanah tidak memiliki daya ikat. Guncangan gempa meningkatkan tekanan air sementara daya ikat tanah melemah, hal ini menyebabkan sifat tanah berubah dari padat menjadi cair,” ujar Harry saat dikonfirmasi, Minggu (30/9/2018).
Seed dan Idriss (1971) dalam studinya juga menyebut likuifaksi terjadi di daerah yang rawan gempa bumi yang tersusun oleh endapan pasir dengan kepadatan rendah. Potensi likuifaksi dapat dipelajari dengan menggunakan uji penetrasi standard, uji penetrasi konus dan pengukuran kecepatan geser.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebelumnya diberitakan, fenomena tersebut terjadi di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Sabtu (29/9). BNPB menerangkan, usai gempa di Sigi, terjadi fenomena penggemburan tanah. Akibatnya pondasi bangunan roboh yang menyebabkan amblas.
“Itu karena adanya likuifaksi. Saat gempa terjadi fenomena penggemburan tanah dimana tanah menjadi seperti lumpur atau cairan sehingga kehilangan kekuatan dan tegangan tanah. Hal ini yang menyebabkan sering pondasi rumah roboh,” ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho.–Andhika Prasetia –
Sumber: detikNews, Minggu 30 September 2018