Teleskop Luar Angkasa James Webb, ”Mata” Baru Manusia Pendeteksi Awal Semesta

- Editor

Kamis, 7 Februari 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Dengan segala kerumitan dan kompleksitas teknologi untuk mengatasi tantangannya, perancangan hingga peluncuran teleskop James Webb ke luar angkasa membutuhkan waktu 30 tahun.

Ikhtiar manusia memahami semesta terus berlanjut. Teleskop luar angkasa James Webb kini telah meluncur ke luar angkasa. Teleskop ini ditarget mampu menangkap citra bintang-bintang pertama yang terbentuk di alam semesta sekitar 13,5 miliar tahun lalu.

Teleskop Luar Angkasa James Webb (JWST) diluncurkan dari Bandar Antariksa Guyana di Kourou, Guyana Perancis, Sabtu (25/12/2021) pukul 09.20 waktu setempat atau 19.20 WIB. Sekitar 40 menit kemudian, teleskop pun lepas dari roket peluncurnya, Ariane-5.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

James Webb adalah mantan Kepala Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) yang memimpin misi Apollo untuk mendaratkan manusia di Bulan tahun 1960-an. Penggunaan nama ini meneruskan tradisi sebelumnya untuk menamai teleskop luar angkasa dengan tokoh-tokoh penting astronomi dan eksplorasi antariksa.

Kini, sembari menuju orbitnya pada jarak 1,6 juta kilometer (km) dari Bumi atau lebih dari empat kali jarak rata-rata Bumi-Bulan, teleskop akan membuka lipatan-lipatannya hingga membentuk konfigurasi seperti yang telah direncanakan. Proses pembentukan konfigurasi JWST diprediksi memakan waktu 14 hari, sedangkan untuk sampai ke orbit diperkirakan butuh satu bulan. Teleskop diharapkan mulai bekerja dalam enam bulan ke depan.

JWST digadang sebagai teleskop terkuat yang dimiliki manusia saat ini. Diameter cermin JWST, yang merupakan mata utama sebuah teleskop, mencapai 6,5 meter atau hampir tiga kali lebih besar dibandingkan dengan diameter teleskop Hubble sebesar 2,4 meter. Cerminnya dibuat dari logam berilium yang dilapisi emas tipis untuk mengoptimalkan sinar yang ditangkapnya.

Jika teleskop Hubble menangkap obyek langit dalam panjang gelombang optik atau cahaya tampak, JWST mengamati obyek tersebut di panjang gelombang inframerah. Inframerah tidak dapat ditangkap mata manusia, tetapi gelombangnya yang lebih panjang memungkinkan cahaya ini melewati awan molekuler padat, hal yang tak bisa dilakukan cahaya tampak. Karena itu, JWST bisa menangkap obyek-obyek ”tersembunyi” yang tak bisa diamati Hubble.

Selain itu, pengembangan alam semesta turut memulurkan cahaya bintang. Akibatnya, seperti dikutip BBC, cahaya bintang yang dipancarkan dalam gelombang ultraviolet yang lebih pendek dari cahaya tampak akan diregangkan hingga menjadi gelombang inframerah. Dengan cahaya inframerah ini, manusia berpeluang melihat obyek-obyek yang terbentuk di awal semesta.

Obyek pertama di alam semesta, baik bintang, galaksi, maupun lubang hitam memang menjadi target utama pencarian JWST. Dengan kekuatan optik teleskop yang besar dan dukungan sejumlah instrumen supersensitif lain membuat JWST bisa menangkap cahaya bintang-bintang pertama yang terbentuk 100 juta-200 juta tahun setelah dentuman besar (big bang) atau 13,5 miliar tahun lalu.

Bintang-bintang pionir itu sekaligus mengakhiri era kegelapan saat cahaya belum terbentuk di semesta. Pemahaman akan obyek ini akan membantu manusia menjawab sejumlah pertanyaan eksistensial manusia.

Dentuman besar hanya menghasilkan hidrogen, helium, dan sedikit lithium. Unsur lain yang ada dalam tabel kimia, seperti karbon dan oksigen yang penting bagi makhluk hidup, nitrogen di atmosfer Bumi, silikon di batuan, hingga emas dibentuk melalui proses nuklir di inti bintang, proses yang membuat bintang bersinar sekaligus meledak mengakhiri hidupnya.

Meski demikian, JWST juga bisa dimanfaatkan untuk mengamati atmosfer eksoplanet di bintang lain yang berguna dalam penentuan layak atau tidaknya eksoplanet menopang kehidupan.

Rumit dan kompleks
Sebagai teleskop luar angkasa terkuat, JWST juga teleskop terumit yang pernah dibuat perekayasa NASA bersama tim dari perusahaan penerbangan luar angkasa dan pertahanan Northop Grumman. Kerumitan bukan hanya dalam proses perancangan dan pembuatan, melainkan juga pengiriman hingga operasional.

Cermin utama JWST tersusun atas 18 cermin kecil segi enam yang masing-masing berdiameter 1,32 meter dan beratnya hanya 20 kilogram. Pembagian cermin ini dilakukan untuk mengurangi berat cermin dan struktur pendukungnya jika cermin diluncurkan dalam bentuk tunggal seperti Hubble. Sebagai gambaran, massa teleskop Hubble 12.200 kilogram (kg), sedangkan JWST yang lebih besar hanya 6.200 kg.

Bentuk segi enam atau heksagonal dipilih untuk cermin kecil guna memudahkan penggabungan sehingga konfigurasi melingkar cermin tetap bisa diperoleh. Semua cermin kecil yang datar itu didukung oleh perangkat mekanik aktuator di belakangnya sehingga dapat dilengkungkan dan ke-18 cermin kecil itu dapat berperilaku sebagai cermin tunggal.
Ukuran cermin yang besar membuat teleskop ini tidak bisa dikirimkan ke luar angkasa dengan roket peluncur yang ada. Karena itu, seperti dikutip dari NASA, cermin harus dilipat menjadi tiga bagian, yaitu 3 cermin kecil di kiri dan kanan serta 12 cermin kecil di bagian tengah. Hasilnya cermin besar menjadi tersusun memanjang saat diluncurkan.

Tantangan lainnya, cermin ini akan bekerja pada suhu kriogenik mencapai minus 223 derajat celsius, bandingkan dengan Hubble yang bekerja pada suhu 20 derajat celsius. Masalahnya, cermin ini dibuat pada suhu kamar sekitar 21-22 derajat celsius. Karena itu, perekayasa harus memastikan agar cermin tidak menyusut saat nanti mulai beroperasi.

Cermin besar JWST itu ditopang oleh lima lapis pelindung sinar Matahari berbentuk layang-layang. Pelindung seukuran lapangan tenis ini memungkinkan cermin bekerja pada suhu minus 223 derajat celsius. Dari lima pelindung itu, pelindung terluar yang menghadap Matahari akan mencapai suhu 110 derajat celsius, sedangkan pelindung terdekat dengan cermin bersuhu minus 273 derajat celsius.

Proses pembentukan teleskop setelah diluncurkan juga menantang. Tim perekayasa mengidentifikasi setidaknya ada 344 rintangan yang harus dilalui. Sebagian tahapan mungkin akan berlangsung mudah, seperti pemasangan panel surya dan antena radio serta terbukanya lipatan cermin utama.

Tetapi, sebagian tahapan akan berlangsung rumit dan sangat menantang, seperti pemasangan perisai pelindung sinar Matahari.

Semua tahapan harus dilakukan dengan benar dan presisi. Kegagalan di satu rintangan akan berakibat fatal pada tahapan selanjutnya dan operasional teleskop secara keseluruhan. Cahaya di luar inframerah bisa masuk ke teleskop dan itu akan mengotori data yang diperoleh.

Selain itu, posisi teleskop yang sangat jauh, 1,6 juta km dari Bumi membuat jika terjadi kerusakan, maka tidak mungkin untuk dibenahi. Kondisi ini berbeda dengan Hubble yang ada di orbit rendah Bumi sekitar 540 km sehingga masih memungkinkan untuk mengirimkan antariksawan guna memperbaikinya.

Berbagai kerumitan itu membuat pembangunan JWST membutuhkan waktu selama 20 tahun. Ditambah masa perancangan, maka total diperlukan waktu 30 tahun. Lamanya proses dan kerumitan yang ada membuat banyak ahli yang pesimistis dengan proyek ini. Apalagi, pengerjaan JWST sempat mundur beberapa tahun. Namun, tantangan itu berhasil diselesaikan setidaknya hingga saat ini.

AP/NAS/LAURA BETZ–Dalam foto tanpa tanggal yang disiarkan Badan Antariksa dan Aeronautika Nasional (NASA) Amerika Serikat ini terlihat teleskop antariksa James Webb sedang diperiksa di Goddard Space Flight Center, Maryland. Teleskop itu direncanakan diluncurkan ke orbitnya pada Sabtu (25/12/2021).

Belum lagi, biaya pembuatan teleskop yang fantastis. Pembangunan JWST, peluncuran dan operasional selama lima tahun ke depan menghabiskan dana 10,6 miliar dollar AS atau sekitar Rp 150 triliun dengan harapan teleskop bisa bekerja selama 10 tahun. Bandingkan dengan biaya pembangunan kereta api cepat Jakarta-Bandung yang membengkak mencapai 7,7 miliar dollar AS atau Rp 110 triliun (Kompas, 13 November 2021)

Dari jumlah tersebut, NASA menanggung 92 persennya atau 9,7 miliar dollar AS. Sisanya disumbang Badan Antariksa Eropa (ESA) sebesar 700 juta euro atau 790 juta dollar AS dan Badan Antariksa Kanada (CSA) 200 juta dollar Kanada atau 155 juta dollar AS.

Besarnya biaya itu tentu menimbulkan pro-kontra di AS, terutama dibandingkan dengan biaya untuk pembangunan kesejahteraan sosial, seperti mengatasi kemiskinan, pengangguran maupun gelandangan. Namun, situasi ini selalu muncul dalam setiap proyek eksplorasi luar angkasa, termasuk misi pengiriman manusia ke Bulan dan Mars.

Manfaat JWST mungkin memang tidak bisa dirasakan secara langsung. Namun, beberapa teknik yang digunakan dalam pembuatan teleskop itu, seperti dalam presisi pengukuran, akhirnya dimanfaatkan untuk bidang lain.

AFP/JODY AMIET—Teleskop Luar Angkasa James Webb (JWST) diluncurkan dari Bandar Antariksa Guyana di Kourou, Guyana Perancis pada Sabtu (25/12/2021) pukul 09.20 waktu setempat atau 19.20 WIB. Sekitar 40 menit kemudian, teleskop pun lepas dari roket peluncurnya, Ariane-5.

Selain itu, banyak pihak lupa bahwa proyek luar angkasa yang mahal berperan besar dalam membangun mimpi dan memberi inspirasi anak bangsa dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Inspirasi itu membuat Uni Emirat Arab nekat meluncurkan wahana Al Amal atau Harapan ke planet Mars tahun 2020.

Hal serupa terjadi di Indonesia saat akan mengirimkan antariksawan pertamanya Pratiwi Sudarmono pada 1985. Meski penerbangan itu akhirnya gagal akibat meledaknya pesawat ulang alik Challenger, namun rencana itu telah mengilhami anak muda Indonesia untuk menekuni bidang sains dan teknologi.

Di luar itu, citra yang diperoleh JWST nantinya, diharapkan membantu manusia lebih memahami jati dirinya: siapa mereka, darimana mereka berasal dan hendak kemana setelah ini. Bagaimanapun manusia dan semesta tempatnya tinggal masih mengandung banyak misteri.
Oleh M ZAID WAHYUDI

Editor:ICHWAN SUSANTO

Sumber: Kompas, 29 Desember 2021

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB