Penghapusan mata pelajaran teknologi informasi dan komunikasi dalam Kurikulum 2013 terus disorot. Anggapan pemerintah bahwa teknologi informasi dan komunikasi hanya sebagai alat bantu belajar di semua mata pelajaran dinilai kontraproduktif dalam menyiapkan generasi andal menyambut era digital.
“Kita ingin siswa sekolah sudah mengenal teknologi, informasi, dan komunikasi (TIK) sebagai ilmu yang terus berkembang. Siswa kini tertantang untuk berkreasi dengan memanfaatkan TIK. Siswa Indonesia sebaiknya tak sekadar pengguna TIK untuk pembelajaran, tetapi juga mampu mengembangkan kreativitas sebagai pencipta,” kata Sekretaris Jenderal Komunitas Guru TIK dan Keterampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi/KKPI (Kogtik) Wijaya Kusumah di Jakarta, Rabu (3/1).
Pelajaran TIK sebelumnya diberikan di tingkat SMP dan SMA. Adapun KKPI di tingkat SMK. Menurut Wijaya, Kogtik terus berjuang untuk mengembalikan TIK sebagai mata pelajaran bukan sekadar bimbingan TIK. Sebab, belajar TIK sesuai perkembangan zaman bisa dikemas untuk membuat siswa kreatif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Belajar TIK tidak membosankan karena siswa dapat diajak untuk menciptakan aplikasi, pembuatan film/animasi, hingga menjadi programmer sederhana,” kata Wijaya.
Menurut Wijaya, dihapuskannya TIK sebagai mata pelajaran membuat tanggung jawab pemerintah untuk memenuhi sarana- prasarana TIK di sekolah juga tidak lagi besar. Padahal, pendidikan ke depan sangat erat kaitan dengan pemanfaatan TIK.
Saat ini, di data pokok pendidikan terdapat 33.818 guru TIK di SMP, SMA, dan SMK. Jika mengacu pada jumlah sekolah sebanyak 64.288 sekolah, berarti masih kurang 30.470 guru. “Jika TIK sebagai bimbingan, di mana satu guru TIK membimbing 150 siswa, berarti butuh 151.589 guru TIK. Pemenuhannya bagaimana? Guru TIK yang sekarang banyak mismatch bidang kesarjanaan guru,” ujar Wijaya yang juga guru SMP Labschool Jakarta.
Waktu mengajar
Ketua Kogtik atau Ikatan Guru TIK Persatuan Guru Republik Indonesia Bambang Susetiyanto mengatakan, dari hasil rapat kerja nasional Kogtik di Bali pada akhir 2017, Kogtik meminta agar guru mata pelajaran TIK/KKPI diberikan waktu mengajar materi TIK selama dua jam pelajaran per minggu dan meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk segera merevisi Peraturan Mendikbud No 45/2015 tentang Peran Guru TIK/KKPI dalam Kurikulum 2013. Materi TIK wajib diberikan kepada siswa Indonesia karena mendukung pembelajaran abad ke-21.
“Agar sesuai dengan perkembangan teknologi, revisi silabus TIK dengan materi yang lebih bervariasi dan berkelanjutan untuk setiap tingkat dari jenjang SD, SMP, SMA, dan SMK. Materi perlu diperbarui sesuai dengan perkembangan TIK,” katanya.
Bambang mengatakan, guru TIK/KKPI menolak dengan tegas adanya bimbingan TIK karena belum ada petunjuk teknis yang jelas. Di lapangan terjadi kebingungan. Sebab, di data pokok pendidikan guru TIK/KKPI diminta memasukkan nilai TIK untuk siswa. Padahal, banyak sekolah yang tidak memberikan materi TIK di kelas.
Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan Kemdikbud Gogot Suharwoto mengatakan, pihaknya terus memberikan perhatian terhadap kemajuan pendidikan di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal, khususnya dalam memberikan akses TIK dengan penyediaan akses internet secara berkelanjutan dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah. Kemdikbud menyediakan data dan lokasi sekolah, serta rencana penggunaan akses internet yang dibutuhkan, menyiapkan sarana-prasarana akses komputer, melakukan pelatihan kepada guru dan siswa dalam rangka pemanfaatan TIK. (ELN)
Sumber: Kompas, 4 Januari 2018