Supanggih (28), perajin makanan kecil di Banyuwangi, Jawa Timur, kini mulai terjun ke pasar online setelah mengenal internet setahun lalu. Barang dagangannya, yang dulu dijual di kaki lima, kini mulai dipasarkan hingga pelosok Nusantara melalui dunia maya.
”Dulu saat tak kenal internet, saya mengawali dagang dengan berkeliling kampung karena tak sanggup sewa tempat untuk menempatkan dagangan. Kini tak perlu lagi sewa tempat, saya sudah bisa berjualan hingga ke Surabaya dan Bali,” kata Supanggih sambil tersenyum.
Makanan hasil produksinya, seperti aneka keripik, bolu kering, untir-untir, hingga sale pisang mini, laris dijual lewat online. Awalnya hanya saudara-saudara di luar kota yang membeli, lalu menyebar ke warga Banyuwangi yang merantau. Kini Supanggih bahkan telah menyuplai toko oleh-oleh di Surabaya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Terbukanya pasar online juga dinikmati pengusaha mikro lainnya seperti Suradi (40). Perajin manik-manik dari Desa Kabat, Kecamatan Kabat, Banyuwangi, itu, kini menjadi penyuplai toko kerajinan di Yogyakarta dan Bali, setelah bertahun-tahun hanya bekerja sebagai penyuplai kelas lokal.
Jika sebelumnya hanya mendapatkan keuntungan Rp 1.000 per perhiasan yang diproduksi, kini ia mendapatkan keuntungan dua kali lipat karena langsung berhubungan dengan pembeli lewat jaringan online.
Tidak kurang dari 600-an pengusaha mikro menikmati pasar baru mereka lewat internet. Digitalisasi informasi, yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi sejak 2012, membantu pelaku usaha mikro di Banyuwangi yang berada di ujung Timur Jawa menembus keterisolasian pasar. Sebelum itu, transaksi dagang, promosi usaha, dan wisata sangat bergantung pada transaksi tatap muka dari penjual dan pembeli.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anaslah selama ini gencar mendorong penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk kemajuan bidang ekonomi. Bersama dengan PT Telkom, Banyuwangi memperluas jaringan internet tanpa kabel untuk bisa diakses masyarakat di pelosok, termasuk pengusaha kecil.
Layanan Wi-Fi, yang sebelumnya hanya tersedia di hotel-hotel tempat para bule menginap, kini disebar di 1.300 lokasi, mulai dari sekolah, kantor kecamatan, ruang terbuka hijau, hingga ke kompleks makam pahlawan.
Bersamaan dengan penyebarluasan Wi-Fi, pengusaha mikro, kecil, dan menengah juga dibekali keterampilan bertransaksi di internet untuk menembus pasar global.
Program ini terus bergulir. Hingga akhir tahun 2015 ditargetkan ada 10.000 titik Wi-Fi yang bisa dinikmati warga hingga di pelosok desa di Banyuwangi.
Infrastruktur TI
Selama tiga tahun terakhir, fokus pembangunan infrastruktur di Banyuwangi meliputi pula teknologi informasi, di samping membangun jalan, jembatan, dan bandara. Secara bertahap Banyuwangi membangun jaringan broadband dan belanja internet untuk kebutuhan informasi dan pelayanan.
Pada tahun 2012, misalnya, Banyuwangi mengalokasikan dana belanja internet Rp 1,2 miliar. Jumlah itu pun meningkat bertahap dan kini menjadi Rp 2 miliar. Kawasan pedesaan, yang dulu tak terjangkau akses data, kini sudah dilengkapi jaringan internet.
Setelah membangun 1.300 lokasi Wi-Fi, bersama dengan PT Telkom, Banyuwangi kini menyiapkan taman digital di pantai Boom Banyuwangi. Taman digital senilai Rp 1 miliar itu akan menjadi pusat kegiatan masyarakat dengan fasilitas Wi-Fi di 10 lokasi di kawasan itu.
Anas memilih mengembangkan teknologi informasi karena meyakini masa depan masyarakat ditentukan teknologi informasi dan pengembangan broadband. ”Setiap pertumbuhan 10 persen infrastruktur broadband, akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 0,8 persen. Manfaatnya luas untuk meningkatkan kehidupan publik,” katanya.
Kini setelah hampir tiga tahun, Banyuwangi pun berkembang menjadi kota berbasis teknologi digital. Sepanjang 2014, pengakses Wi-Fi di Banyuwangi melonjak dari 97.957 pengguna menjadi 164.372 pengguna per bulan pada 2014 karena kemudahan mengakses internet.
Keberadaan teknologi informasi juga mendorong perbaikan ekonomi. Di bidang wisata, misalnya, promosi dilakukan dengan pembuatan sistem operasi berbasis Android untuk memangkas dana promosi. ”Dana promosi wisata kami sangat minim. Karena itu, kami optimalkan internet dengan memakai Android dan sosial media,” jelas Anas.
Dengan cara demikian, obyek wisata di Banyuwangi banyak terpromosikan secara gratis. Tingkat kunjungan wisatawan asing ke Banyuwangi pun naik 100 persen menjadi 10.462, sedangkan turis lokal naik sekitar 23 persen menjadi 1.057.962 orang.
Pertumbuhan jumlah wisatawan juga memicu pertumbuhan jumlah hotel dan restoran. Jumlah kamar hotel tumbuh 9,42 persen, restoran juga naik 9,4 persen. Adapun perdagangan meningkat 11,65 persen dibandingkan dengan tahun lalu. Sektor perdagangan dan jasa ini menjadi penyumbang ketiga bagi produk domestik regional bruto (PDRB) Banyuwangi sebesar Rp 35,4milyar. Padahal tahun sebelumnya, sumbangan dari sektor itu masih 23 persen dari PDRB.
Teknologi informasi pun memengaruhi kinerja birokrasi dan pelayanan masyarakat. Dengan jaringan internet, seluruh data tentang penyaluran dana ke desa, progres pembangunan, hingga laporan pertanggungjawaban proyek bisa dikontrol secara langsung dan cepat. Dengan cara demikian, program bantuan desa tak akan tumpang tindih dan lebih terkontrol dan transparan lewat program yang disebut e-village budgeting itu.
Menurut Anas, program itu tak membutuhkan biaya tambahan karena memanfaatkan fasilitas yang ada, seperti peralatan komputer dan laptop yang dimiliki desa dan Wi-Fi yang sudah tersedia. Pamong praja tinggal diberi pelatihan internet dan pelatihan input data untuk bisa mengaplikasikan program e-village budgeting.
Sistem jaringan internet juga mempermudah pelayanan kesehatan di setiap puskesmas dan rumah sakit. Akta lahir, misalnya, diproses bersamaan dengan persalinan karena jaringan kesehatan masyarakat dan pelayanan sudah terpadu. Begitu lahir, akta sang bayi sudah jadi.
Mendatang, jumlah kamar inap yang tersedia di setiap puskesmas dan rumah sakit bisa langsung diketahui masyarakat.
Berkembangnya teknologi Informasi telah mengubah Banyuwangi. Kini mengakses informasi, mendapatkan pelayanan di kesehatan, hingga berwisata di kabupaten ini semudah menjentikkan jari.
Oleh: Siwi Yunita Cahyaningrum
Sumber: Kompas, 23 Februari 2015
Posted from WordPress for Android