Tanggul Tsunami Tidak Efektif

- Editor

Jumat, 13 Juni 2014

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Rencana pembangunan tanggul di calon bandara Yogyakarta dinilai tak akan efektif menanggulangi tsunami. Dampak tsunami bisa dikurangi dengan solusi gabungan dan harus didahului riset serta pemodelan.
Ahli tsunami dari Amalgamated Solution and Research (ASR), Gegar Prasetya, di Jakarta, Kamis (12/6), mengatakan, pembangunan tanggul terbukti tak efektif menanggulangi dampak tsunami. ”Sudah dibuktikan saat tsunami Sendai, Jepang, pada 2011. Tinggi tanggul yang mencapai 9-12 meter di pantai timur Jepang dilampaui gelombang tsunami,” kata dia.

Sebelumnya diberitakan, rencana lokasi bandara baru Yogyakarta di Pantai Glagah, Kecamatan Temon, Kulon Progo, berpotensi dilanda tsunami dengan ketinggian hingga 9 meter. Gubernur DI Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X berencana membangun tanggul di pinggir pantai (Kompas, 12/6).

Menurut Gegar, bahaya tsunami bukan hanya karena ketinggian gelombang, melainkan juga panjang gelombangnya. ”Misalnya, walaupun tinggi gelombang tsunami hanya 3 meter, panjang gelombang bisa 3 kilometer. Begitu menabrak tanggul, gelombang bisa merambat dan melompati tanggul yang lebih tinggi dari 3 meter,” kata dia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kemampuan tsunami untuk melampaui tanggul karena akumulasi energi gelombang panjang. ”Gelombang pertama mungkin tertahan, tetapi gelombang berikut mendesak, seperti rangkaian gerbong kereta api menabrak dari belakang sehingga lokomotif terangkat,” kata dia.
Solusi terpadu

Widjo Kongko, peneliti tsunami dari Balai Pengkajian Dinamika Pantai-Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPDP-BPPT), mengatakan, upaya menanggulangi tsunami harus terpadu. ”Paling mudah, pilih lokasi aman dari tsunami. Kalau tetap di sana, harus ada riset terpadu dan rinci,” kata dia.

Mitigasi tsunami harus sesuai karakter ancaman dan kondisi setempat. Kita tak bisa mengambil solusi dari tempat lain untuk diterapkan begitu saja di lokasi berbeda. ”Ancaman tsunami harus dikenali lebih dulu melalui pemodelan dan memakai sejumlah skenario,” ujarnya.

Pemodelan itu untuk mengetahui karakter ancaman, meliputi tinggi dan panjang gelombang tsunami hingga kemungkinan waktu kedatangan. Lalu, sejumlah alternatif diusulkan, misalnya meninggikan struktur bangunan vital, relokasi ke tempat lebih aman, tanggul gumuk pasir, sabuk hijau, ataupun kombinasi. ”Kalau langsung menentukan jenis mitigasi, potensi gagalnya amat besar,” kata Widjo. (AIK)

Sumber: Kompas, 13 Juni 2014

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma
Habibie Award: Api Intelektual yang Menyala di Tengah Bangsa
Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap
Di Balik Lembar Jawaban: Ketika Psikotes Menentukan Jalan — Antara Harapan, Risiko, dan Tanggung Jawab
Tabel Periodik: Peta Rahasia Kehidupan
Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara
Surat Panjang dari Pinggir Tata Surya
Ketika Matahari Menggertak Langit: Ledakan, Bintik, dan Gelombang yang Menggetarkan Bumi
Berita ini 7 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 12 November 2025 - 20:57 WIB

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma

Sabtu, 1 November 2025 - 13:01 WIB

Habibie Award: Api Intelektual yang Menyala di Tengah Bangsa

Kamis, 16 Oktober 2025 - 10:46 WIB

Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap

Rabu, 1 Oktober 2025 - 19:43 WIB

Tabel Periodik: Peta Rahasia Kehidupan

Minggu, 27 Juli 2025 - 21:58 WIB

Kincir Angin: Dari Ladang Belanda Hingga Pesisir Nusantara

Berita Terbaru

Artikel

Biometrik dan AI, Tubuh dalam Cengkeraman Algoritma

Rabu, 12 Nov 2025 - 20:57 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Tarian Terakhir Merpati Hutan

Sabtu, 18 Okt 2025 - 13:23 WIB

Fiksi Ilmiah

Cerpen: Hutan yang Menolak Mati

Sabtu, 18 Okt 2025 - 12:10 WIB

etika

Cerpen: Lagu dari Koloni Senyap

Kamis, 16 Okt 2025 - 10:46 WIB