Pemerintah Indonesia membentuk Komite Penelitian dan Pemantauan Merkuri. Hal itu untuk mendukung langkah nyata mewujudkan Indonesia bebas merkuri pada tahun 2030.
Indonesia dalam kondisi darurat merkuri. Untuk itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membentuk Komite Penelitian dan Pemantauan Merkuri demi mewujudkan Indonesia bebas merkuri 2030.
Berdasarkan data Bali Fokus tahun 2012, sektor pertambangan emas skala kecil jadi penyumbang terbesar emisi merkuri ke lingkungan. Ada 57,5 persen atau 195 ton emisi merkuri mencemari Indonesia tiap tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Terkait hal itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan Keputusan Menteri LHK Nomor 340 Tahun 2018 tentang Komite Penelitian dan Pemantauan Merkuri di Indonesia pada 3 Agustus lalu. ”Itu tindak nyata pengesahan Konvensi Minamata dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017,” kata Inspektur Jenderal KLHK Ilyas Asaad di Tangerang, Selasa (7/8/2018).
–Salah satu upaya dari Kementerian Lingkungan Hidup untuk mengkampanyekan Indonesia Bebas Merkuri pada 2030, di Tangerang, Selasa (7/8/2018).
Pembentukan komite itu untuk mengintegrasikan hasil riset dan pemantauan merkuri yang dilakukan sejumlah kementerian dan lembaga. Komite beranggotakan para pejabat kementerian dan lembaga terkait. Itu disampaikan Ilyas pada peringatan 25 tahun berdirinya Pusat Penelitian dan Pengembangan Kualitas dan Laboratorium Lingkungan bersama Japan International Cooperation Agency (JICA).
Wakil Menteri Lingkungan Hidup Jepang Arata Takebe mengatakan, Indonesia dan Jepang berusaha mengatasi soal lingkungan. ”Melihat kerusakan lingkungan saat ini, Jepang mendukung Indonesia dalam segala kegiatan,” ujarnya.
Komprehensif
Menurut Kepala P3KLL Herman Hermawan, penanganan merkuri harus komprehensif. Pada Rancangan Peraturan Presiden soal Rencana Aksi Nasional Penghapusan dan Pengurangan Merkuri (RAN-PPM), tiap kementerian dan lembaga menyusun target. Contohnya, Kementerian Kesehatan melihat merkuri dari sisi kesehatan.
Rancangan Perpres yang disusun sejak 2014 itu kini ada di Kementerian Sekretariat Negara. Menurut Herman, RAN-PPM bisa diterapkan akhir Agustus 2018. Komite akan merekomendasikan kebijakan pada pemerintah untuk menangani merkuri.
Direktur Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun KLHK Yun Insiani menjelaskan, target pengurangan merkuri dalam RAN bidang manufaktur pada 2030 sebesar 50 persen. Pengurangan merkuri bidang energi 2030 ditargetkan 33,2 persen,
”Target penghapusan merkuri bidang pertambangan emas skala kecil (PESK) adalah 100 persen pada 2025. Adapun penghapusan merkuri bidang kesehatan 100 persen pada 2020,” kata Yun.
SHARON UNTUK KOMPAS–Wakil Menteri Lingkungan Hidup Jepang, Arata Takebe, menanam Pohon Buni sebagai simbol pelestarian lingkungan. Ada 10 pohon yang ditanam di Pusat Penelitian dan Pengembangan Kualitas dan Laboratorium Lingkungan (P3KLL), Tangerang, Selasa (7/8/2018).
Untuk menghapus merkuri di PESK, KLHK bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pusat Teknologi Pengembangan Sumber Daya Mineral (BPPT PTPSM). Pengolahan emas nonmerkuri dilakukan dengan pelindian kimiawi atau teknologi sianidasi.
Pada tahun 2017, proyek percontohan teknologi sianidasi dilakukan di Kabupaten Lebak. Tahun ini, penggunaan teknologi sianidasi dalam pengolahan emas akan dilakukan di sejumlah daerah lain. Salah satu daerah yang akan menjadi lokasi percontohan adalah Kabupaten Lombok Barat.
”Pengolahan dengan teknologi sianidasi selama tiga hari. Meski lebih lama dibandingkan memakai merkuri yang hanya 12 jam, emas terlarut dengan teknologi sianidasi 91,3 persen. Jika memakai merkuri, emas dihasilkan 40 persen,” kata ahli geologi dari BPPT PTPSM, Arif Suryanegara.
SHARON UNTUK KOMPAS–Dari kiri, Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3), KLHK, Rosa Vivien Ratnawati; Wakil Menteri Lingkungan Hidup Jepang, Arata Takebe; Inspektur Jenderal KLHK, Ilyas Asaad; Kepala Bdan Litbang dan Inovasi, Agus Justianto; dan Kepala P3KLL, Herman Hermawan, mengunjungi pameran Direktorat Pengelolaan B3 mengenai pengolahan emas tanpa merkuri, di Tangerang, Selasa (7/8/2018).
Arif menambahkan, limbah hasil pengolahan emas dengan teknologi sianidasi akan mengalami serangkaian proses sebelum dibuang ke lingkungan. Salah satunya adalah, mengendapkan partikel halus di kolam pengendapan.
Melalui cara ini, air limbah hanya mengandung sianida sebesar 0,5 miligram per liter. Apabila sudah sampai tahap ini, air limbah yang dibuang ke lingkungan tidak lagi berbahaya. (SHARON PATRICIA)–EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 8 Agustus 2018