Ketersediaan Air Cukup untuk Menanam Padi
Tahun 2016 diperkirakan menjadi tahun yang basah. Curah hujan tahun ini juga diperkirakan di atas normal yang diikuti pola musim kemarau yang tidak jelas. Fenomena seperti itu mengulang kejadian tahun 1998 dan 2010 yang ditandai banyak hari hujan.
“Semua itu merupakan dampak fenomena La Nina yang akan mencapai puncaknya sekitar Agustus hingga September mendatang,” ujar Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Edvin Aldrian, Senin (2/5), di Jakarta. La Nina merupakan fenomena gangguan iklim di sekitar Samudra Pasifik yang berdampak terhadap panjangnya musim hujan, termasuk di Indonesia.
Ketidakjelasan pola musim kemarau karena pengaruh La Nina itu, jika mengacu data 20 tahun terakhir, selalu terjadi setelah El Nino kuat. Tahun tanpa kemarau seperti terjadi pada 1998 dan 2010 sebelumnya juga didahului kejadian El Nino kuat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Tahun lalu hingga tahun ini, wilayah Indonesia dipengaruhi El Nino kuat. Namun, kini telah meluruh yang ditunjukkan dengan penurunan anomali suhu muka laut di Pasifik.
“Minggu lalu, suhu laut masih 0,6 derajat celsius di atas normal, sekarang 0,4 derajat celsius. Penurunan suhu muka laut akan terus terjadi hingga menuju normalnya akhir Mei,” kata Edvin.
Namun, setelah itu suhu laut di Pasifik timur akan mendingin. Jika anomali temperatur permukaan laut mencapai lebih dari minus 1 derajat celsius dibandingkan dengan normalnya, itu menandakan La Nina telah menguat. Pendinginan di kawasan timur Pasifik kemudian diimbangi menghangatnya perairan di utara Papua yang memberi suplai udara ke wilayah Indonesia.
Awal musim
Saat terjadi La Nina, awal datangnya musim akan mengalami percepatan. Musim hujan tahun ini diperkirakan akan dimulai Agustus atau lebih cepat daripada biasanya.
Menurut Deputi Bidang Klimatologi BMKG Mulyono Rahadi Prabowo, peluang terjadinya La Nina sebesar 60 persen diperkirakan muncul pada Agustus-September-Oktober.
Saat ini, kata Mulyono, sebagian besar zona musim (ZOM) di Indonesia sedang memasuki masa transisi dari musim hujan ke musim kemarau. Sebagian besar ZOM diperkirakan memasuki awal musim kemarau pada Mei-Juni dan paling akhir pada Oktober mendatang.
Saat ini wilayah yang telah memasuki kemarau, yakni Aceh, sebagian besar Sumatera Utara, Riau, Nusa Tenggara Barat bagian selatan dan timur, Nusa Tenggara Timur bagian timur, serta sebagian wilayah di Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.
Soal dampak
Edvin menambahkan, meski telah memasuki kemarau, musim yang cenderung basah kali ini akan memberi efek meredam potensi kebakaran lahan, khususnya di daerah-daerah dengan banyak titik panas. Namun, faktor pencegahan melalui sistem yang baik dan koordinasi di lapangan tetap sangat dibutuhkan.
Pada tahun basah ini pula, menurut Edvin, petani dapat menambah pola tanamnya. Jika La Nina benar-benar kuat, ketersediaan air di wilayah-wilayah lumbung padi akan cukup untuk menunjang penanaman padi sepanjang tahun.
Namun, La Nina kuat pada musim hujan juga akan membawa risiko buruk. Sebab, banyaknya hari hujan dengan intensitas tinggi di atas normal akan mendatangkan risiko banjir, banjir bandang, hingga tanah longsor yang membahayakan penduduk di kawasan rentan.
Mengenai banyaknya curah hujan di sejumlah daerah, termasuk Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) dalam sebulan terakhir, kata Edvin, disebabkan suhu muka laut di perairan Indonesia yang masih hangat. Suhu Laut Jawa dan selatan Pulau Jawa masih berkisar 0,5 derajat celsius-1 derajat celsius.
Curah hujan diperkirakan terus berkurang pada pekan ini seiring datangnya musim kemarau. (YUN)
————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 Mei 2016, di halaman 14 dengan judul “Tahun 2016 Diprediksi Cenderung Basah”.