Struktur dan Tekstur Alam Semesta

- Editor

Selasa, 1 Maret 2022

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Memahami bentuk dan asal mula dari struktur alam semesta merupakan salah satu tantangan tcrbesar dan paling menarik yang dihadapi oleh ilmu pengetahuan saat ini. Hasil-hasil penelitian terbaru memberikan petunjuk bahwa galaksi-galaksi berada pada gelembung-gelembung mahabesar yang mengembang terus menerus selama ratusan bahkan jutaan tahun cahaya. Baru-baru ini para ahli astronomi menemukan galaksi-galaksi dan kuasar-kuasar yang usianya sudah sangat tua, yang jaraknya sudah sangat jauh dari bumi kita. Galaksi adalah sejumlah besar bintang yang saling terikat satu sama lain oleh interaksi gravitasinya; sedangkan kuasar adalah suatu obyek astronomi yang memiliki penampakkan seperti bintang, dan berukuran sangat kecil, namun meng-alami ingsutan merah yang cukup besar. Pengukuran secara akurat oleh satelit COBE (Cosmic Background Explorer) menyatakan bahwa langit kita ini dipenuhi oleh pancaran gelombang-gelombang mikro yang tak terhingga jumlahnya, yang berasal dari detik-detik paling awal dari kelahiran alam semesta.

Untuk dapat memahami fenomena gelombang ini, para ahli kosmologi mengajukan gagasan atas dasar teori fisika partikel. Gagasan yang paling populer adalah apa yang dikenal sebagai “skenario alam semesta inflasioner”, yang dengan berhasil dapat menerangkan banyak aspek dari struktur alam semesta itu. Alan Guth dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) mengajukan gagasan bahwa pada mulanya semesta awal mengalami suatu pengembangan yang luar biasa cepatnya, namun pada suatu saat sesudah itu, mengalami perlambatan atau pengurangan kembali. Pengem-bangan dan pengurangan dengan pola seperti ini dinamakan “skenario inflasioner”. Menurut Guth, pada suatu saat pemah jari-jari semesta mengalami pertambahan sebesar 1030 kali lipat hanya dalam waktu sepersekian detik saja. Seiring dengan pengembangan yang luar biasa cepatnya itu, suhu alam semesta yang semula amat panas itu pun menurun dengan cepatnya.

Namun, dalam kenyataannya, skenario inflasioner tadi tidak sepenuhnya tepat, misalnya skenario ini tidak dapat dipergunakan untuk memperoleh kejelasan mengenai mengelompoknya, galaksi-galaksi dan mengenai keberadaan dari kuasar-kuasar yang paling tua.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

David N. Spergel dan Neil G. Turok, keduanya dari Universitas Prin-ceton, Amerika Serikat, mengajukan gagasan altematif untuk melengkapi kekurangan-kekurangan yang ada pada skenario inflasioner yang agung itu sehingga dengan demikian dapat memperkecil kegagalan-kegagalannya. Hipotesis ,anereka dibangun atas dasar gagasan “symmetry breaking”, suatu proses sentral proses yang dapat menyatukan seluruh teori mengenai fisika partikel.

Symmetry breaking mengarah ke-pada pembentukan cacat semesta yang disebut sebagai tekstur itu, yang terjadi segera setelah lahirnya alam semesta. Tekstur dapat berperan sebagai inti pembentukan agregat-agregat materi yang menjadi penyusun galaksi-galaksi dan gugus-gugus besar atau kluster-kluster galaksi itu. Hipotesis mengenai tekstur menghasilkan sejumlah prediksi yang dengan secepatnya harus diuji ketepatannya melalui observasi-observasi.

Mencoba memahami kejadian-kejadian yang berlangsung pada masa-masa paling awal segera setelah kelahiran alam semesta kedengarannya seperti semacam “monumental hubris”. Namun berdasarkan teori ledakan besar, yang dewasa ini dipercaya sebagai konsepsi dasar bagi kosmologi modern yang tumbuh dan berkembang pesat akhir-akhir ini, kondisi-kondisi fisik alam semesta dapat dideksripsikan dengan jelas dan sangat sederhana, walaupun ditarik mundur sampai kepada detik-detik awal kejadian alam semesta ini. Menurut teori Iedakan besar, alam semesta termasuk semua materi dan seluruh ruang bermula dari sebuah titik tak terhingga kecil yang kira-kira pada sepuluh atau duapuluh milyar tahun yang lalu. Kejadian paling awal yang dianggap dapat diamati adalah saat terjadinya ledakan
besar, sedangkan saat-saat sebelumnya dianggap tidak ada, atau tidak dapat didefinisikan. Sesudah itu, disepanjang jaman, alam semesta pun mengembang tanpa henti. Galaksi-galaksi dan bintang-bintang bergerak saling menjauhi, dengan implikasi bahwa cahaya yang mereka pancarkan makin lama makin bergeser ke spektrum berwarna merah.

Menjejaki kembali masa lalu dari ekspansi ini, sampailah kita pada kesimpulan bahwa mes-tinya, dulu, alam semesta ini ber-mula dalam keadaan yang sangat padat dan juga sangat panas. Dewasa ini alam semesta dibanjiri oleh resapan gelombang-gelombang mikro yang beraqal dari masa-masa paling awal itu. Baru-baru ini, satelit COBE ber-hasil menemukan kenyataan bahwa spektrum energi dari gelombang-gelombang mikro itu ternyata tepat bersesuaian dengan yang telah diprediksikan dengan menggunakan teori ledakan besar, dan secara dramatis memberikan keyakinan kepada kita bahwa alam semesta awal memang sangat padat dan sangat panas. Lebih lanjut, teori ledakan besar dengan tepat memprediksikan adanya elemen-elemen cahaya (hidrogen, deuterium, helium, dan lithium) yang relatif tak terhingga banyaknya di alam semesta modern dewasa ini. Berdasarkan prediksi itu, para ahli kosmologi mendeduksikan bahwa di alam semesta ini tidak mungkin ada lebih dari empat famili partikel dasar, dan kenyataannya memang hanya ada tiga famili saja.

Penemuan-penemuan yang mengagumkan itu memberikan keyakinan kepada kita bahwa paling tidak, untuk pengandaian pertama, teori ledakan besar tadi tentunya tidak salah. Namun pertanyaan tentang struktur alam semesta masih tetap belum terjawab. Penjelasan yang paling sederhana adalah pada beberapa kejadian (misalnya pembentukan tekstur-tekstur) dihasilkan berbagai variasi densitas primordial pada semesta awal. Di daerah-daerah yang sangat rapat, gravitasi lebih efektif menahan keseluruhan ekspansi alam semesta. Namun pada saat gravitasi berhasil mengatasi ekspansi, maka daerah itu akan runtuh. Pada saat semesta bertam bah tua, gravitasi dapat mengadakan fluktuasi densitas primordial sampai seper-sepuluh ribu kali ke dalam struktur-struktur seperti galaksi-galaksi, kluster-kluster dan superkluster-super-kluster.

Pengamatan-pengamatan secara ekstensif yang telah dilaksanakan terhadap penyebaran galaksi-galaksi berskala besar menunjukkan bahwa alam semesta modern dewasa ini sudah sangat tidak teratur lagi. Galaksi-galaksi nampak menggerombol pada lempeng-lempeng atau gelembung-gelembung yang dikelilingi oleh bidang-bidang kosong. Problem utama dalam menginterpretasikan pengamatan-pengamatan ini adalah bahwa distribusi dari galaksi-galaksi nampak bisa jadi tidak sesuai dengan kenyataan distribusi materi secara keseluruhan. Terdapat cukup alasan untuk berpikir bahwa sebagian terbesar dari massa yang ada di alam semesta ini hadir tidak dalam keadaan bersinar cemerlang seperti layaknya bintang-bintang atau kabut gas yang berpendar-pendar, melainkan dalam bentuk gelap, disebut materi gelap.

Pengamatan-pengamatan mengenai gerakan bintang-bintang dan gas-gas di sekeliling galaksi-galaksi menyatakan bahwa masing-masing galaksi tadi dikitari oleh suatu halo yang terdiri atas .materi-materi gelap dengan kepadatan paling sedikit sepuluh kali lipat daripada kepadatan komponen nampak. Penelitian-penelitian mengenai gerakan dari galaksi dan gugus-gugus galaksi di sekitar kita menunjukkan hadirnya semacam tarikan gravitasi dari materi-materi gelap tadi. Walaupun demikian, sifat-sifat yang sebenarnya dari materi-materi gelap tersebut belumlah dikenali benar-benar, sehingga masih merupakan rahasia besar di bidang kosmologi. Calon-calon dari materi gelap tadi termasuk di antaranya adalah lubang-lubang hitam, bintang-bintang bermassa rendah, serta partikel-partikel sub-atomik yang kehadirannya masih berupa hipotesis. Banyak ahli kosmologi berpendapat bahwa materi-materi gelap tadi ter-susun atas bahan-bahan yang memiliki kecepatan thermis rendah, yang umumnya disebut materi gelap dingin. Materi lembam tadi dapat menggerombol secara efisien karena adanya pe-ngaruh saling tarik menarik gravitasi, sehingga membentuk obyek-obyek yang ukurannya sangat bervariasi: dari galaksi-galaksi individual sampai gugus-gugus galaksi mahabesar.

Di dalam usaha mereka untuk dapat memahami asal mula dan pem-bentukan galaksi-galaksi serta gugus-gugus galaksi, para ahli kosmologi telah mencari jawabannya dengan cara mendeteksi fakta-fakta tentang adanya bungkahan-bungkahan dengan latar belakang gelombang mikro yang menjenuhi semesta kita dewasa ini. Variasi-variasi lokal dalam hal densitas semesta awal kemungkinan dapat menimbulkan terjadinya perubahan-perubahan pada suhu nyata dari radiasi selama melintasi ruang angkasa. Sebegitu jauh, usaha-usaha untuk mengamati variasi-variasi temperatur tadi ternyata tidak berhasil. Pengukuran-pengukuran terbaru terhadap gelombang-gelombang mikro di langit menunjukkan bahwa semesta awal ternyata cukup lancar. Densitas semesta awal nampak seragam sampai satu bagian per 10 ribu.

Teori-teori mengenai awal mula struktur alam semesta harus dapat menjelaskan menggerombolnya benda-benda gelap dan benda-benda nampak yang dapat diobservasi dengan tetap konsisten pada kelancaran nyata dengan latar belakang gelombang mikro. Salah satu cara untuk memperhitungkan kelancaran tersebut adalah dengan menggunakan mekanisme hi-potetis yang disebut sebagai skenario inflasioner tersebut di atas. Selama dalam proses inflasi, alam semesta hampir-hampir seragam dalam skala luas karena bungkah-bungkah lokal akan mengembang sedemikian sehingga mencapai ukuran yang luar biasa besarnya. Pada saat yang ber-samaan, fluktuasi kuantum mikroskopis akan mengalamai ingsutan dan diperkuat sehingga mencapai variasi-variasi densitas makroskopis yang memungkinkannya ber-tindak sebagai pemicu pertumbuhan dalam skala besar. Inflasi adalah suatu gagasan yang indah, melibatkan mekanika kuantum, yang hukum-hukumnya mengatur partikel-partikel sub-atom yang paling kecil sekalipun, untuk menghasilkan formasi-formasi paling raksasa di alam semesta ini. Bahkan skenario ini juga sangat sesuai pada struktur-struktur skala menengah yang terobservasi, dalam kisar-kisaran ukuran sebuah galaksi yang berukuran puluhan sampai ribuan tahun cahaya, sampai pada galaksi-galaksi yang jaraknya sudah terpisah jauh dari tata surya kita, yaitu sekitar 30 juta tahun cahaya.

Namun, skenario inflasioner juga tak luput dari sejumlah kelemahan-keremahan tertentu. Karena fluktuasi kuantum bagitu besarnya, maka parameter-parameter tertentu dalam teori tersebut harus disetel kembali agar nilai-nilai kecil yang tak masuk akal dapat disesuaikan sehingga meng-hasilkan kesimpulan-kesimpulan yang secara teoritis dapat diterima. Selanjutnya, observasi-observasi terhadap struktur berskala luas secara bertahap semakin jauh semakin bertentangan dengannya. Misalnya, Steven Maddox dan kawan-kawannya dari Universitas Oxford telah berhasil meneliti posisi angular lebih dari dua juta galaksi di langit. Mereka mendapatkan bahwa galaksi-galaksi ternyata membentuk gugus-gugus yang terbukti jauh lebih kuat pada skala besar jika dibandingkan versi paling populer berdasarkan peramalan menggunakan teori inflasi.

Spergel dan Turok, dalam kerangka ini, telah mengikuti pendekatan yang agak kurang ambisius untuk dapat memahami awal mula daripada struktur alam semesta. Mereka mulai dengan pertanyaan: proses fisika apa yang menjadi penyebab terciptanya struktur berskala besar pada semesta yang awalnya sangat lancar dan panas itu. Tak terduga, jawaban yang paling memberikan harapan malahan datang dari peneliti yang bukan mengamati galaksi-galaksi jauh, melainkan yang mempelajari partikel-partikel sub-atomik yang amat kecil itu. Para ahli fisika partikel menduga ada suatu proses dasar, dikenal sebagai “symmetry breaking”, yang dapat dimanfaatkan untuk mendeterminasi massa-massa dan muatan-muatan partikel-partikel elementer yang menyimpang dan membedakan keempat kekuatan, melalui mana mereka saling berinteraksi. “Summetry breaking” pada semesta yang masih amat muda itu dapat menjurus kepada penyimpangan-penyimpangan kelancaran yang sesungguhnyalah sangat diperlukan untuk menjelaskan penampilan alam semesta dewasa ini.

Walaupun termasuk bidang kosmologi, “symmetry breaking” untuk pertama kalinya diketemukan oleh para ahli fisika yang ketika itu seelang meneliti kemungkinan kesatuan antara partikel-partikel sub-atomik yang amat bervariasi itu dengan gaya. Materi sehari-hari tersusun atas elektron-elektron, proton-proton, dan netron-netron. Proton dan netron selanjutnya tersusun atas dua macam “quarks”. Quarks-quarks ini, bersama-sama dengan elektron-elektron serta neutrino-neutrinonya menyusun salah satu dari ketiga famili partikel-partikel elementer. Interaksi partikel-partikel ini dijembatani oleh empat gaya dasar gaya elektromagnetik, gaya lembah (penyebab kerusakan radioaktif), gaya kuat (yang mengikat proton dan netron di dalam inti atom), dan gaya gravitasi.

Susunan yang kompleks dari partikel-partikel dan gaya-gaya ini menunjukkan adanya keteraturan yang cukup menyolok. Partikel-partikel memiliki muatan tertentu, semuanya, secara integral, merupakan perkalian dari sepertiga muatan elektron. Dan partikel-partikel yang bersangkutan pada masing-masing famili mengandung muatan yang identik, berbeda hanya pada massanya saja. Sebagian besar ahli teori partikel berpendapat bahwa pola-pola yang selalu berulang pada famili-famili partikel merupakan pengejawantahan dari hukum-hukum simetri yang mengaburkan hukum energi pada fisika umum. Simetri-simetri ini, yang menjadi jelas pada percobaan-percobaan tinggi energi, ternyata mirip dengan apa yang terjadi pada saat paling awal perciptaan alam semesta.

P. Soebijanto/dari Scientific America, Maret 1992

Sumber: Majalah AKU TAHU/ PEBRUARI 1993

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 33 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB