Sri Rahayu, Demi Hoya Nusantara

- Editor

Selasa, 24 April 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sri Rahayu

KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR (DNE)
15-04-2018

Sri Rahayu KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR (DNE) 15-04-2018

Tumbuhan hoya dulu dianggap sebagai tanaman liar dan tidak berharga. Berkat kegigihan Sri Rahayu, peneliti pada Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, hoya yang awalnya dijuluki “sampahnya anggrek” kini perlahan menjadi tanaman holtikultura yang digemari dan banyak dicari.

Harum laksana buah jeruk menguar dari kuntum-kuntum kecil bunga hoya yang berwarna merah muda. Kuntum-kuntum yang tumbuh membentuk kesatuan sebesar bola pingpong itu menjuntai dari atas pohon kaktus di Taman Meksiko, Kebun Raya Bogor.

KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR–Sri Rahayu, peneliti hoya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Ini jenis hoya yang tumbuh dan merambat secara liar di alam terbuka. Hoya yang dibudidayakan ada di rumah kaca,” kata Yayuk, panggilan akrab Sri Rahayu ketika ditemui, Jumat (13/4/2018).

Sekilas, hoya di alam liar tampak seperti tanaman rambat yang tidak istimewa. Daunnya tebal dan bunganya kecil-kecil. Biasanya hoya ditemukan merambat di pepohonan yang tinggi di hutan ataupun perkebunan. Meskipun begitu, Yayuk bisa melihat kecantikan tanaman tersebut dan potensinya untuk menjadi tanaman hias yang unik.

“Saya penasaran kenapa tanaman hias di Indonesia itu-itu saja, padahal kita punya kekayaan alam yang luar biasa? Saya yakin apabila dikelola dengan serius, hoya bisa menghasilkan bunga yang indah, banyak, dan stabil,” tutur Yayuk yang meneliti hoya sejak 1994.

Ditertawakan
Yayuk menceritakan, sejak di Institut Pertanian Bogor (IPB) ia tertarik untuk mendomestifikasi bunga-bunga subfamili Asclepiadacecae, seperti bunga widuri. ?Akan tetapi, keinginan tersebut ditertawakan banyak orang, termasuk salah satu dosen, karena “kasta” tanaman itu jauh di bawah mawar, melati, dan tanaman hias lain. Meneliti tanaman yang tumbuh begitu saja di hutan dianggap membuang-buang waktu dan tenaga.

Pada tahun 1994, Yayuk diterima menjadi peneliti di Pusat Konservasi Tanaman Kebun Raya. Anak-anak baru dikumpulkan dan diberi tugas meneliti spesies-spesies tertentu.

Satu-satunya tulisan yang memuat hoya adalah tabloid stensilan tentang hobi berkebun dari Florida, Amerika Serikat. Ulasan tentang hoya pun hanya beberapa paragraf

Ia mengaku berdoa di dalam hati? agar mendapat tugas meneliti Asclepiadacecae. Doanya dikabulkan Yang Mahakuasa karena Yayuk diminta meneliti hoya.

“Apalagi tantangan pada masa itu adalah di Asia Tenggara tidak ada rujukan ilmiah tentang hoya. Satu-satunya tulisan yang memuat hoya adalah tabloid stensilan tentang hobi berkebun dari Florida, Amerika Serikat. Ulasan tentang hoya pun hanya beberapa paragraf,” kata Yayuk.

Ia menganggap ini adalah panggilan takdir sehingga semakin bersemangat meneliti hoya. Ia berprinsip bahwa tugas utama seorang peneliti adalah mencari kebaruan dan melihat tanaman yang berpotensi menjadi tren, bukan berkutat pada tanaman yang sudah menjadi tren.

Selain itu, ia mengantisipasi apabila tidak ada orang Indonesia yang mau meneliti hoya, dikhawatirkan peneliti asing akan melakukannya dan peneliti Indonesia di kemudian hari tergopoh-gopoh mengikuti.

“Saya menganggap menjadi peneliti adalah amal jariyah mengembangkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat. Kalau tidak meneliti hoya, saya menyia-nyiakan anugerah alam Nusantara,” tuturnya.

Kaya
Yayuk mulai rajin mengumpulkan tanaman merambat berdaun tebal setiap kali masuk hutan. Ia juga meminta rekan-rekannya melakukan hal yang sama. Ia mengatakan, keluarganya, terutama suami, sangat mendukung jerih payah tersebut.

“Suami seorang akademisi. Ia memahami betul sebagai orang yang bekerja di bidang produksi ilmu hanya ini sumbangsih konkret kami kepada masyarakat, juga bangsa,” katanya.

Sri Rahayu
KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR (DNE)
15-04-2018

KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR–Sri Rahayu, peneliti hoya dari pada Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Sejak 1997, ia telah menemukan 30 spesies hoya baru yang belum tercatat secara ilmiah.

Ia dengan tekun memilah dan mendata setiap spesies tanaman yang didapat dari hutan. Data tersebut kemudian dibandingkan dengan basis data tanaman yang ada di Kebun Raya Bogor. Ternyata, pada 1997, dari ratusan sampel tersebut Yayuk berhasil mengidentifikasi 30 spesies hoya baru yang belum tercatat secara ilmiah.

Di samping itu, di dalam sampel tersebut juga ditemukan bunga lipstik (Aeschynanthus). Bunga ini sudah dikenal sebagai tanaman hias, tetapi tidak populer. Hal ini ironis karena dari 350 spesies hoya di dunia, Indonesia memiliki 100 spesies dengan Pulau Kalimantan sebagai sentranya. Adapun untuk bunga lipstik Indonesia memiliki 60 spesies dari 100 spesies yang ada.

Pada 2009, Universitas Florida melakukan penelitian yang disponsori Badan Luar Angkasa Amerika Serikat (NASA). Mereka menemukan bahwa hoya sangat efektif untuk menyerap racun di dalam ruangan yang dihasilkan oleh zat-zat volatil dari cat, karpet, dan benda-benda sintetis. Dari segi keharuman, hoya juga memiliki banyak varaisi. Ada yang seperti buah jeruk, buah mangga, dan manis bagai madu.

Kedua tanaman ini bisa dikembangkan menjadi lebih unik dan menarik dengan persilangan. Dalam pemuliaannya, saya juga bereksperimen dengan menggunakan radiasi

Agar bisa menarik minat pasar, hoya dan bunga lipstik harus dibuat lebih cantik. “Kedua tanaman ini bisa dikembangkan menjadi lebih unik dan menarik dengan persilangan. Dalam pemuliaannya, saya juga bereksperimen dengan menggunakan radiasi,” ujar Yayuk.

Melalui metode tersebut, ia berhasil memberi nama untuk tiga varietas baru hoya yang sebelumnya tidak terdaftar, yaitu Hoya rintzii, Hoya undulata, dan Hoya narcissiflora. Bahkan, ia juga mendapat perlindungan varietas tanaman (PVT), yakni sejenis hak paten bagi pemulia tanaman yang telah menciptakan varietas baru, untuk Hoya kusnoto.

Untuk bunga lipstik, prestasi Yayuk lebih dahsyat lagi. Ia berhasil mendapatkan PVT untuk tiga varietas yang ia kembangkan, yaitu bunga lipstik “Bravera”, bunga lipstik “Mahligai”, dan bunga lipstik “Soedjana Kassan”.

Melalui PVT ini, Yayuk berharap agar masyarakat Indonesia semakin berminat untuk melestarikan bunga lipstik dan hoya. Memang tidak secepat membalik telapak tangan, melainkan secara perlahan tapi pasti.

“Sekarang, Thailand sudah melakukan penelitian tentang hoya sejak 2015. Bahkan, kota Bangkok menjadi pusat perdagangan hoya, padahal bibitnya dari Indonesia,” ucap Yayuk.

Sejak saat itu, barulah masyarakat Indonesia melirik hoya. Di media sosial kini terdapat banyak komunitas yang memperjualbelikan hoya yang umumnya mereka peroleh dari Bangkok.

Meskipun begitu, Yayuk tidak berkecil hati. Ia yakin bahwa suatu saat masyarakat Indonesia akan menghargai hoya lokal. Menurut pengamatan dia terhadap pasar tanaman hias, para penjual mulai menawarkan hoya-hoya lokal di dalam koleksi mereka.

Perjuangan Yayuk mengembangkan kekayaan holtikultura bangsa sama seperti bunga hoya, merambat tiada henti dan tahan segala cuaca.

Sri Rahayu
Lahir: Rembang, 30 September 1968
Suami: Akhmad Arif Amin
Anak: Syifa RK Amin, Fatimah ZN Amin

Pendidkan:
– S1 Biologi IPB (lulus tahun 1991)
– S2 Biologi IPB (2001)
– S3 Biologi IPB (2010)

Penemuan:
– Hoya undulata (2015, bersama Michele Rodda)
– Hoya narcissiflora (2017, bersama Michele Rodda)
– Hoya rintzii (2014, bersama Michele Rodda dan Nadhanielle Simnonsson)
– Perlindungan Varietas Tanaman: Hoya “Kusnoto) (2015)
– Bunga Lipstik “Soedjana Kassan” (2011)
– Bunga Lipstik “Mahligai” (2014)
– Bunga Lipstik “Bravera”

LARASWATI ARIADNE ANWAR

Sumber: Kompas, 24 April 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Dr. Jonas E Penemu Obat Anti Polio
Antoni Van Leewenhoek 1632 – 1723
Purbohadiwidjoyo Geologiwan
Jane Goodall, Ilmuwan Terkemuka Inggris Tanpa Gelar Sarjana
Prof. Dr. D. Dwidjoseputro, M.Sc. Sosok Guru dan Guru Besar Biologi Sesungguhnya
Carlo Rubbia, Raja Pemecah Atom
IPB University Punya Profesor Termuda Berusia 37 Tahun, Ini Profilnya
Haroun Tazieff, Ahli vulkanologi, dan Otoritas Tentang Bahaya Alam
Berita ini 31 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 14 Juni 2023 - 14:35 WIB

Dr. Jonas E Penemu Obat Anti Polio

Rabu, 14 Juni 2023 - 14:30 WIB

Antoni Van Leewenhoek 1632 – 1723

Minggu, 14 Mei 2023 - 14:17 WIB

Purbohadiwidjoyo Geologiwan

Minggu, 11 September 2022 - 16:13 WIB

Jane Goodall, Ilmuwan Terkemuka Inggris Tanpa Gelar Sarjana

Kamis, 26 Mei 2022 - 16:33 WIB

Prof. Dr. D. Dwidjoseputro, M.Sc. Sosok Guru dan Guru Besar Biologi Sesungguhnya

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB