Ia meneliti senyawa timokuinon imokuinon dalam jintan hitam yang berkhasiat menghambat sel kanker.
Sri Fatmawati, 37 tahun, memilih bidang kimia organik berbahan alam gara-gara terusik pertanyaan sejak ia masih kecil di Sampang, Madura. Pertanyaan itu adalah mengapa orang lebih sehat setelah minum jamu. “Berawal dari situ, saya berusaha menjawabnya dengan penelitian,” kata dia.
Fatma mengawali eksperimennya ketika menjadi pengajar Jurusan Kimia di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya. Ketika itu, dia melakukan riset tentang khasiat daun dan buah masisin alias Rhodomyrtus tomentosa untuk obat herbal antidiabetes. Penelitian itu akhirnya mengantar dia meraih paten.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Fatma telah mempublikasikan 17 hasil riset ke sejumlah jurnal terakreditasi internasional. Ia juga telah memiliki empat paten. Ia mengatakan semua hasil penelitiannya belum ada yang diterapkan di kehidupan sehari-hari. Meski begitu, ia tak putus asa untuk terus melakukan eksplorasi.
Mengawali tahun ini, Fatma melakukan penelitian bahan alam untuk mencegah kanker. “Penelitian terbaru saya mengenai senyawa bioaktif timokuinon yang ada dalam jintan hitam,” tutur dia. Ia melakukan riset itu bersama beberapa peneliti dari sejumlah negara. Riset ini telah diterbitkan secara online di jurnal internasional Biomedicine and Pharmacotherapy, volume 106, pada Juni lalu. Adapun publikasi versi cetaknya bakal terbit pada Oktober mendatang.
Timokuinon adalah senyawa utama pada habbatussauda atau jintan hitam. Sejumlah jurnal ilmiah membuktikan senyawa itu mampu menghambat pertumbuhan beberapa sel kanker pada berbagai tahap, seperti proliferasi, migrasi, dan invasi. Timokuinon me nyebabkan apoptosis (kematian sel terprogram) dan mengurangi metastasis (penyebaran kanker dari satu organ tubuh ke organ tubuh lain). “Senyawa ini dapat dimanfaatkan untuk suplemen pencegah pertumbuhan sel kanker,” kata peraih gelar master dan doktor dari Kyushu University, Jepang, ini.
Fatma menyatakan, untuk menerapkan hasil penelitiannya, butuh proses panjang. Selain itu, ia harus bekerja sama dengan banyak pihak, seperti farmasi dan kedokteran. Sejumlah lembaga telah menjadi mitranya, seperti Kyushu University, Jepang; Marine Environmental Science Laboratory , Prancis; Miyazaki Uni versity, Jepang; dan Chulalongkorn University, Thailand.
Fatma meraih beasiswa prestisius International Fellowships L’Oreal-UNESCO for Women in Science, pada 2013. Beasiswa itu diberikan setelah ia meneliti spons, spesies laut yang berpotensi menjadi obat malaria, infeksi, kanker, dan Alzheimer. Dua tahun berselang, ia menerima penghargaan tingkat dunia, Early Chemist Award 2015, di Honolulu. Setahun kemudian, Fatma meraih The 2016 Elsevier Foundation Award for Early Career Women Scientist in the Developing World. Fatma juga baru saja menduduki posisi President Organization for Women in Science for Developing World Indonesia National Chapter.
Sumber: Koran tempo, KAMIS, 16 AGUSTUS 2018