SEBUAH wahana kendaraan yang bergerak naik turun layaknya sebuah lift/elevator meniti kabel untuk mewujudkan perjalanan ke luar angkasa kemungkinan besar bakal terealisasi. Wahana yang disebut Space Elevator ini tanpa memerlukan lagi alat pendorong model roket antariksa yang konvensional untuk melepaskan diri dari hambatan gaya tarik gravitasi bumi. Diharapkan Space Elevator sebagai wahana transportasi untuk membawa manusia ke orbit angkasa luar akan menjadikan penerbangan antariksa masa depan menjadi lebih sederhana serta berbiaya murah.
Badan Penerbangan Antariksa Amerika Serikat ñ NASA, dalam satu dekade terakhir giat melaksanakan riset intensif untuk Space Elevator bahkan melalui berbagai sayembara dan kini semakin banyak kalangan ilmuwan dunia termasuk dari Jepang ikut serta menggeluti riset ini guna merealisasikannya. Namun, tantangan utama dalam mewujudkan proyek Space Elevator ini adalah pengembangan teknologi carbon nanotube untuk mendapatkan kabel jenis berkarakteristik yang amat ringan tapi berkekuatan tinggi 180 kali lipat lebih kuat dibanding kekuatan tarik serat baja.
”Nanoteknologi merupakan teknologi yang mengutak-atik material dalam ukuran nanometer (1 nanometer = seper satu miliar meter). Dengan demikian, nanoteknologi merupakan teknologi yang sangat presisi,” ungkap Yohanes Surya dalam situsnya Yohannessurya.com. Teknologi yang menakjubkan ini dapat membantu cita-cita NASA untuk menekan biaya pembangunan menara supertinggi dan kabel super panjang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Nanoteknologi
Mengapa bisa lebih murah dengan Nanoteknologi? Karena melalui bantuan nanoteknologi, para ilmuwan bisa mengatur susunan atom-atom yang digunakan sesuai kemauan mereka. Mereka bahkan bisa diprogram untuk melakukan self-assembly. Ini berarti, proses pembangunan kabel yang luar biasa panjang itu dapat berlangsung secara otomatis. Tenaga kerja manusia yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek ini dapat dikurangi. Proses pembangunannya pun bisa dipercepat.
Nanoteknologi juga sudah berhasil menyodorkan suatu material hebat yang sangat ringan, tetapi kekuatannya 100 kali lebih kuat dari baja. Material hebat ini diberi nama Carbon Nano-Tube (CNT). Material ini hanya tersusun dari atom karbon (C), seperti grafit dan berlian. Kuat tetapi sangat ringan sehingga menara dapat dibuat lebih tinggi dan kabel dapat dibuat lebih panjang dan kuat tanpa takut jatuh/roboh karena beratnya sendiri.
Pengembangan Nanoteknologi
Melansir laporan Science NASA baru-baru ini menyebutkan, para ilmuwan dari Cambridge University telah mengembangkan bahan carbon nanotube yang kuat, fleksibel dan ringan sehingga tangga menuju ruang angkasa semakin mendekati realisasinya. Bahkan tim Cambridge ini mampu menghasilkan sekitar 1 gram bahan carbon baru per hari yang panjangnya mencapai 18 mil. Alan Windle, profesor sains material di Cambridge mengatakan, sesuai yang dibutuhkan NASA perlu sekitar 144.000 mil carbon nanotube panjangnya. Artinya, itu hampir mencapai 1/4 jarak Bumi ke Bulan (384.403 km). “Masalah terbesar selalu terletak pada menemukan bahan yang cukup kuat dan ringan agar bisa terbentang sejauh puluhan ribu mil ke ruang angkasa,” John Winter dari EuroSpaceward menambahkan.
Guna mendapatkan dampak maksimal terhadap efek geosynchronous orbit, maka letak pangkalan peluncuran Space Elevator akan berlokasi di garis katulistiwa di sebuah kawasan laut terbuka yang relatif harus bebas dari gangguan badai. Lokasi yang telah masuk dalam incaran NASA antara lain kawasan lepas pantai di Australia Barat, Laut China Selatan, dan Kepulauan Galapagos di lautan Pasifik.
Target terwujudnya Space Elevator ini menurut kalangan ilmuwan Jepang diprediksikan tahun 2030. Sementara Prof Hoffman, ilmuwan aeronotika dari MIT-AS, menyatakan bahwa manusia mungkin membutuhkan waktu yang lebih lama dari itu dan mungkin hingga 100 tahun ke depan atau bahkan lebih. Namun yang terpenting, menurutnya bahwa merealisasikan proyek Space Elevator akan membukakan suatu khasanah tersendiri dalam sejarah peradaban manusia dalam hubungan kosmologi dengan alam raya di masa depan. Kita tunggu saja. (24)
Astrid N Primatania, dikutip dari berbagai sumber
Sumber: Suara Merdeka, 15 Agustus 2011