Pesawat revolusioner Solar Impulse 2 bertahan di atas Laut Jepang, Senin (1/6). Sementara para organisator memperingatkan bahwa cuaca buruk pada hari-hari mendatang bisa menghalangi upaya ambisius pesawat itu untuk melintasi Samudra Pasifik.
Bagian ketujuh dari perjalanan keliling dunia itu akan membawa pilot Andre Borschberg (62) dalam penerbangan enam hari enam malam sejauh 8.500 kilometer dari kota Nanjing, Tiongkok, melintasi Samudra Pasifik ke Hawaii.
Borschberg menyelesaikan malam pertama dari bagian perjalanan Solar Impulse 2 itu dengan mengandalkan baterai yang diisi oleh energi surya. Namun, cuaca buruk hari-hari mendatang menimbulkan keraguan pada bagian perjalanan maraton itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kemarin, kami mempunyai kemungkinan untuk melintasi perairan sebelum Hawaii pada hari kelima,” kata tim Solar Impulse dalam sebuah pernyataan.
“Namun, dengan ramalan cuaca sekarang, kami tidak melihat kemungkinan ini lagi. Artinya, untuk saat ini, jalan ke Hawaii terhambat.”
“Sementara menanti prakiraan cuaca, kami memutuskan untuk menahan posisi pesawat. Kami telah meminta Andre untuk tetap di tempatnya berada,” ujar pernyataan itu.
Borschberg akan tetap bertahan di atas Laut Jepang. Namun, tim masih mengharapkan kemungkinan melanjutkan bagian perjalanan tersebut.
Penerbangan dari Nanjing ke Hawaii adalah bagian paling panjang dari perjalanan keliling dunia pertama dengan tenaga surya. Perjalanan itu merupakan upaya mempromosikan energi hijau.
Perjalanan Solar Impulse 2 dimulai di Abu Dhabi pada Maret dan dijadwalkan terdiri atas 12 bagian dengan waktu penerbangan sekitar 25 hari.
Sabtu, beberapa jam sebelum berangkat dari Nanjing, Borschberg mengatakan kepada wartawan, pesawat itu bisa mendarat di Jepang kalau ada masalah teknis.
Para perencana telah mengidentifikasi bandara-bandara di Jepang seandainya pesawat itu harus berhenti, tetapi samudra terbuka tidak memberi kemungkinan itu, katanya.
“Begitu meninggalkan bagian dunia ini, setelah itu kami berada di laut terbuka. Tidak bisa untuk memutar arah,” ucap Borschberg.
Peta dunia ini menunjukkan perjalanan pesawat Solar Impulse 2 dari Nanjing, Tiongkok, menuju Hawaii, Amerika Serikat.–REUTERS/Solar Impulse/Handout via Reuters
Kegagalan bisa berarti terjun payung ke samudra, ratusan kilometer dari pertolongan.
Tidak ada kapal yang menguntit karena pesawat itu terbang terlalu cepat bagi kapal laut. Padahal, kecepatan maksimumnya 140 kilometer per jam itu jauh lebih lambat dibandingkan dengan pesawat jet konvensional.
Sel surya
Solar Impulse 2 didayai oleh lebih dari 17.000 sel surya yang dipasang di sayap sepanjang 72 meter. Sayap itu lebih panjang dibandingkan dengan sayap pesawat Boeing 747 dan mendekati panjang sayap Airbus A380.
Pesawat itu adalah penerus Solar Impulse yang terbang 26 jam pada 2010 dan membuktikan kemampuannya menyimpan energi dalam baterai litium pada siang hari untuk tetap terbang pada malam hari.
Ketika pertama kali diluncurkan, pesawat tenaga surya ini dicemooh oleh industri penerbangan. Kini, upaya itu dipuji di seluruh dunia, termasuk oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban Ki-moon.(AFP)–DIAH MARSIDI
Sumber: Kompas Siang | 1 Juni 2015