Soal Teknologi Informasi, Indonesia Masih di Bawah Filipina dan Vietnam

- Editor

Senin, 16 Desember 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Teknologi diyakini menjadi tulang punggung pembangunan ekonomi. Namun, Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya dalam penguasaan teknologi informasi dan daya saing teknologi.

KOMPAS/PRIYOMBODO–Beragam model dan jenis mesin dipamerkan dalam pameran manufaktur terlengkap dan terbesar di Indonesia, Manufacturing Indonesia 2019, di Jakarta International Expo Kemayoran, Jakarta Pusat, 4-7 Desember 2019.

Ilmu pengetahuan dan teknologi diyakini menjadi tulang punggung pembangunan ekonomi Indonesia. Namun, faktanya, Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya dalam penguasaan teknologi informasi dan daya saing kesiapan teknologi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Berdasarkan data International Telecommunication Union (ITU) pada 2017, Indonesia berada di posisi ke-111 dari 176 negara dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi dengan indeks sebesar 4,34. Posisi ini lebih rendah daripada Singapura (18) Brunei Darussalam (53), Malaysia (63), Filipina (101), dan Vietnam (108).

Sementara data Forum Ekonomi Dunia menunjukkan, daya saing global Indonesia dalam kesiapan teknologi pada 2019 masih berada pada peringkat ke-72 dari 141 negara. Posisi ini lebih tinggi daripada Filipina (88), tetapi lebih rendah dibandingkan dengan Singapura (5), Brunei Darussalam (26), Malaysia (33), dan Vietnam (41).

Menurut Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo, teknologi sejatinya dapat menjadi salah satu kekuatan penggetar bagi bangsa yang mampu menguasainya. Artinya, kekuatan nasional, daya saing, dan kemakmuran sebuah bangsa tidak hanya ditentukan oleh sumber daya alam, tetapi juga pengetahuan dan teknologi.

”Teknologi menjadi faktor yang memberikan kontribusi signifikan dalam peningkatan kualitas hidup suatu bangsa. Namun, saat ini, penguasaan teknologi Indonesia masih sangat rendah,” ujar Pontjo dalam diskusi serial dan diskusi kelompok terarah bertema ”Mengukuhkan Kebangsaan yang Berperadaban Menuju Cita-cita Nasional dengan Paradigma Pancasila 2019-2020”, di Jakarta, Jumat (13/12/2019). Acara ini diselenggarakan Aliansi Kebangsaan, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, dan Forum Rektor Indonesia.

Hadir pula sebagai narasumber Ketua Forum Rektor Indonesia Satryo Sumantri; Ketua Akademi Ilmuwan Muda Indonesia Alan Frendy Koropitan; Direktur Utama Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2012, Akmal Taher; ahli geotermal Universitas Gadjah Mada, Pri Utami; dan Guru Besar Fisika Universitas Diponegoro Muhammad Nur. Acara ini dimoderatori Rektor Universitas Teknokrat Indonesia Nasrullah Yusuf.

Alan Frendy Koropitan menyampaikan, dalam mengembangkan inovasi dan teknologi, harus fokus pada keunggulan komparatif bangsa. Perlu ada pengetahuan memadai mengenai kekayaan biodiversitas untuk menggabungkan kearifan lokal dengan teknologi.

Sementara itu, Muhammad Nur mengatakan, inovasi dapat menumbuhkan usaha baru dan mengurangi ketergantungan pada produk impor. Salah satu contohnya adalah menggunakan teknologi plasma ozon.

Teknologi plasma ozon, lanjut Nur, dapat dimanfaatkan untuk membuat produk hortikultura dapat bertahan lebih lama. Melalui teknologi ini, misalnya, cabai dapat bertahan hingga dua minggu sehingga dapat menjaga harga cabai di pasaran.

KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI– Alat Plasma Nano Bubble yang diberikan sebagai bantuan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Ikatan Ahli Teknik Penyehatan Indonesia, dan Ikatan Alumni Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung kepada Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta, Selasa (31/7/2018). Setiap unit menggunakan listrik sebesar 2.000 watt.

Dengan begitu, perlu ada sinergi kebijakan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menumbuhkan kemandirian dan kemakmuran ekonomi secara berkelanjutan. Sebab, membangun ilmu pengetahuan sejatinya adalah tanggung jawab utama pemerintah.

Pri Utami menambahkan, sinergi semua pemangku kepentingan penting dilakukan. Sebab, misalnya, dalam pengembangan panas bumi, tantangannya adalah pemahaman yang masih kurangnya, tumpang tindih tata guna lahan, serta riset dan pengembangan yang masih kurang.

Lembaga intermediasi
Cendekiawan Aliansi Kebangsaan, Yudi Latif, menyebutkan, tidak ada inovasi yang maju tanpa melibatkan dunia usaha. Untuk itu, perlu ada lembaga intermediasi untuk menjadi ruang pertemuan antara pengambil keputusan, peneliti, dan dunia usaha.

”Peneliti selama ini hanya meneliti tanpa mengerti kebutuhan pasar. Pasar pun mengeruk sumber daya tanpa ada usaha untuk meningkatkan nilai tambah. Maka, harus ada intermediasi untuk mendorong dunia usaha mengembangkan aktivitas riset dan inovasi yang mengarah pada ekonomi pengetahuan,” tutur Yudi.

Ekonomi pengetahuan adalah pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memberi nilai tambah bagi suatu produk. Misalnya, riset terhadap kelapa sawit agar tidak hanya mengekspor barang mentah, tetapi bisa mengolahnya agar berdaya jual tinggi.

Dengan demikian, Yudi mendorong agar dunia usaha dapat melakukan hilirisasi ekonomi dengan mengembangkan riset. Langkah pertama dapat dimulai dari badan usaha milik negara (BUMN) yang menjadi lokomotif untuk meningkatkan inovasi teknologi karena dapat dikendalikan langsung oleh negara.

”Jadi, bukan soal pendapatan yang disetorkan ke negara, tapi setiap BUMN harus menuju kemandirian teknologi di bidangnya masing-masing. Pertamina, misalnya, dalam jangka panjang harus mengembangkan riset inovasi di bidang energi,” ujar Yudi.

Oleh SHARON PATRICIA

Editor: KHAERUDIN KHAERUDIN

Sumber: Kompas, 13 Desember 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB