Pendaftaran Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri resmi ditutup pada Senin (14/3/2016) pukul 22.00. Panitia penyelenggara mengumumkan, dari 1,3 juta siswa Indonesia yang masuk kriteria layak mendaftar, tersaring 645.134 orang yang sudah terfinalisasi.
Data menunjukkan, terdapat 96.539 siswa yang mengakses laman pendaftaran Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), tetapi tidak melakukan pendaftaran. Di samping itu, ada juga 8.625 siswa yang sudah mendaftar, tetapi tidak melakukan finalisasi sehingga praktis nama mereka tidak masuk ke dalam daftar siswa yang tersaring.
“Mayoritas siswa yang tidak memfinalisasi pendaftaran berasal dari SMK,” kata Rochmat Wahab, Ketua Panitia SNMPTN, ketika dihubungi dari Jakarta, Senin malam, seusai penutupan pendaftaran. Menurut dia, para pendaftar SNMPTN rata-rata adalah lulusan SMA dan madrasah aliyah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Prioritas kerja
Ketika dihubungi di Subang, Selasa, Kepala SMKN 2 Subang Ajim menyebutkan bahwa animo siswa SMK untuk melanjutkan ke perguruan tinggi rendah. Tahun ini, dari 658 siswa kelas XII, hanya 12 orang yang memfinalisasi pendaftaran.
KOMPAS/AGUS SUSANTO–Laman situs snmptn.ac.id yang memuat pendaftaran seleksi masuk perguruan tinggi negeri resmi ditutup pada hari Senin (14/3/2016) pukul 22.00. Panitia penyelenggara mengumumkan bahwa dari 1,3 juta siswa Indonesia yang masuk kriteria layak mendaftar tersaring 645.134 orang yang sudah terfinalisasi.
“Alasannya, karena sejak Januari 2016, perusahaan-perusahaan sudah datang merekrut siswa kelas XII. Jadi, ketika lulus, mereka dijamin sudah punya pekerjaan,” ujar Ajim.
Data SMKN 2 Subang menunjukkan, setiap tahun, 80 persen siswa sudah mendapat pekerjaan enam bulan sebelum lulus sekolah.
Ia mengungkapkan, enam bulan setelah kelulusan, sekolah tetap memantau alumni untuk memastikan kelancaran proses mereka mendaftar pekerjaan. Bahkan, sekolah juga memberi rekomendasi kepada perusahaan.
Di kesempatan terpisah, guru Bimbingan Konseling SMKN 15 Jakarta Selatan, Citradewi, mengatakan, dari 180 siswa kelas XII, sebanyak 20 siswa mengikuti SNMPTN. Umumnya mereka mendaftar ke politeknik negeri untuk memperdalam keterampilan kerja.
Sisanya rata-rata memilih bekerja lebih dulu. “Beberapa perusahaan juga memiliki program beasiswa kuliah kepada karyawan terpilih. Jadi, kebanyakan siswa menganggap melanjutkan kuliah bisa dilakukan setelah mereka bekerja dan menabung untuk mencukupi biaya hidup,” ujar Citradewi.
LARASWATI ARIADNE ANWAR
Sumber: Kompas Siang | 15 Maret 2016
————-
SNMPTN Tak Bedakan Akselerasi dan Reguler
Pemeringkatan Melorot jika Luput Memasukkan Salah Satu Nilai
Semua siswa yang mendaftar untuk seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri diperlakukan setara. Siswa dari kelas reguler ataupun kelas akselerasi/cerdas istimewa dalam suatu sekolah tetap diperhitungkan setara sehingga menjadi bagian dari kuota sesuai akreditasi sekolah.
Hal itu ditegaskan Ketua Umum Panitia Rochmat Wahab ketika dihubungi, Selasa (15/3), terkait dengan ditutupnya masa pendaftaran SNMPTN 2016. Total yang beradu prestasi pada jalur ini tercatat 645.134 siswa.
Rochmat menguraikan, dalam sistem pemeringkatan yang disepakati panitia SNMPTN, kelulusan diperhitungkan dengan pembobotan.
Artinya, hasil nilai rapor pendaftar dari sekolah, bahkan kelas yang berbeda (kelas reguler dan akselerasi), ataupun yang memberlakukan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau Kurikulum 2013, yang memakai sistem jam pelajaran atau satuan kredit semester, bisa disetarakan. Dengan demikian, semua layak diperbandingkan satu sama lain.
“Jangan dikira semua anak dari kelas akselerasi itu lebih pintar ketimbang anak di kelas reguler. Jika ada siswa dari kelas akselerasi yang tak masuk dalam pemeringkatan sesuai jumlah kuota sekolah, itu karena ada beragam masalah. Bisa saja karena sekolah tidak akurat memasukkan data. Bisa juga karena setelah sistem melakukan pembobotan dengan memperhitungkan berbagai variabel, ternyata tidak masuk,” kata Rochmat yang juga Rektor Universitas Negeri Yogyakarta.
Ia menekankan, pemeringkatan tidak membedakan pendaftar dari kelas reguler atau kelas akselerasi. Sistem yang disepakati panitia SNMPTN berupaya menyetarakan nilai rapor siswa yang beragam agar bisa menentukan peringkat siswa untuk masuk dalam kuota sekolah atau tidak.
“Pemeringkatan yang dilakukan sekolah dengan panitia berbeda. Kalau sekolah cuma melihat rapor siswa sehingga sepertinya anak-anak dari kelas akselerasi masuk semua. Tetapi, kami memperhitungkan atau menyetarakan dengan pembobotan sehingga adil untuk semua pendaftar yang beragam itu,” katanya.
Ia mengingatkan, nilai yang digunakan untuk melamar SNMPTN mengacu pada nilai enam mata pelajaran yang diujikan dalam ujian nasional (UN). Adapun semester yang diamati oleh PTN adalah semester 3, 4, dan 5. Jadi, kelas yang luput memasukkan salah satu nilai mata pelajaran dalam UN, peringkatnya praktis lebih rendah.
Luput memasukkan nilai
Berdasarkan pangkalan data, ujar Rochmat, ada kelas yang mengajukan nilai untuk enam mata pelajaran sesuai dengan ketentuan UN. Ada pula kelas yang hanya menyetorkan nilai untuk lima mata pelajaran. Dalam kasus ini ditemukan beberapa sekolah yang luput menyetorkan nilai pelajaran Kimia. Otomatis, peringkat sekolah seperti ini melorot, lalu tersalip sekolah lain.
“Hendaknya sekolah memahami hal ini. Berhati-hatilah saat membantu siswa menyiapkan berkas pendaftaran,” tuturnya.
Kebersamaan
Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Herry Suhardiyanto mengatakan, jalur undangan atau SNMPTN tadinya dilakukan PTN dengan mengundang siswa dari sekolah-sekolah yang memang menghasilkan lulusan berprestasi. Namun, demi kebersamaan, jalur undangan dilakukan secara nasional lewat SNMPTN.
“Perbedaan pemeringkatan versi sekolah dan panitia jadi menuding seolah-olah panitia tak adil. Panitia sudah mempertimbangkan berbagai keragaman dari sebuah nilai sekolah agar bisa setara. Selama ini terlihat bahwa siswa dari sekolah yang memang menuliskan nilai di rapor secara jujur lebih bisa dipertanggungjawabkan prestasinya di bangku kuliah. Ini terlihat dari indeks prestasi kumulatif,” ujar Herry.
Terkait kuota SNMPTN, Koordinator Pendaftaran SNMPTN pada SMA Providentia Jakarta Barat Moses Sutomo menilai, pembagian kuota pendaftar tidak memengaruhi semangat siswanya untuk berjuang meraih kampus favorit mereka. Hal ini tak lepas dari peran orangtua dalam memotivasi putra-putrinya.
Kepala SMA Negeri 39 Jakarta Horale Manullang sepakat dengan pandangan itu. Dia menilai, sosialisasi dan pembinaan kepada siswa dan orangtua mengenai SNMPTN efektif jika dilakukan sejak dini. “Agar anak didik lebih mantap menentukan program studi dan PTN yang diminati,” ujarnya. (DNE/ELN/C02/C04)
———
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 16 Maret 2016, di halaman 12 dengan judul “SNMPTN Tak Bedakan Akselerasi dan Reguler”.