Apa hubungan antara bakau mangrove, madu kelulut dan kebakaran lahan? Secara harfiah, tidak ada kaitannya. Namun di tangan Setiono (39), warga Kampung Rawa Mekar Jaya, Kecamatan Sungai Apit, Siak, Riau, tiga hal itu bertaut dalam misi konservasi.
Sampai satu dekade lalu, nama Sungai Apit masih identik dengan ketertinggalan. Maklum, sebagian besar desa di kecamatan itu masih terisolasi dari dunia luar. Tidak terkecuali Kampung Rawa Mekar Jaya yang merupakan pemekaran dari induknya Sungai Rawa. Sampai 2009, belum ada jembatan yang menghubungkan ibu kota kecamatan dengan desa di tepian pulau Sumatera yang berbatasan dengan Selat Rangsang, di Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, itu.
KOMPAS/SYAHNAN RANGKUTI–Setiono
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ketertinggalan dan keterisolasian kian diperburuk oleh keberadaan para cukong kayu ilegal. Mereka memodali warga untuk menebang kayu di hutan rawa gambut yang alami. Tidak hanya menghabisi pepohonan besar, kayu bakau hutan mangrove desa juga ditebangi untuk bahan baku arang.
Ketika kayu mulai habis, lahan yang sudah terbuka mulai ditanam dengan pola membakar. Tidak mengherankan, sampai tahun 2013, kebakaran lahan dan hutan senantiasa terjadi di desa itu.
Pada pengujung 2013, seorang pemuda kampung bernama Setiono, yang kala itu menjabat Sekretaris Kampung Rawa Mekar Jaya, terenyuh melihat kondisi tanah kelahirannya yang luluh berantakan. Di balik keperihatinannya, bapak dua putra itu bertekad mengubah kampungya menjadi lebih baik. Pada tahun itu juga, Setiono bersama lima pemuda desa membentuk lembaga Masyarakat Peduli Api (MPA) dan bertekad mengakhiri kebakaran.
Sebagai pamong desa, Setiono dapat lebih mudah melakukan pendekatan kepada warga. MPA yang dipimpinnya tidak langsung melarang warga membakar. Masyarakat yang akan membuka lahan, tetap dibolehkan, namun mesti dilakukan secara hati-hati.
Persyaratannya ketat. Orang yang akan membuka ladang harus menumpuk kayu di lokasi gambut tipis dana memiliki sumber air untuk memadamkan api yang membahayakan. Tidak boleh membakar kayu dalam jumlah besar. Hari membakar harus disepakati. Ketika api menyala harus dijaga oleh pemilik ladang sampai benar-benar padam.
Cara MPA Setiono memang belum sesuai aturan pemerintah yang tidak membolehkan membakar lahan. Namun, pola itu tetap berdampak luar biasa. Sejak 2014, tidak pernah terjadi lagi kebakaran di Kampung Rawa Mekar Jaya. Dalam artian, kebakaran lahan setelah memerun kayu, masih dilakukan warga, namun api senantiasa terjaga dan tidak pernah membesar.
“Dengan pola itu, hampir enam tahun tidak pernah ada lagi kebakaran lahan di kampung kami,” kata Setiono di kediamannya di Kampung Rawa Mekar Jaya pada akhir Juli 2019.
MPA Setiono sangat aktif. Beberapa lembaga pemerintah, LSM dan korporasi membantu pengadaan sarana dan prasana pendukung. Kini peralatan mereka sudah lengkap dengan mesin pompa, gedung kantor, gudang peralatan, sampai menara api yang berdiri setinggi 30 meter di samping kantor MPA.
KOMPAS/SYAHNAN RANGKUTI–Setiono, warga Kampung Rawa Mekar Jaya, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Riau yang menggerakkan warga lain untuk mengatasi kebakaran hutan dan konservasi lingkungan.
Karena tidak ada kebakaran besar di kampungnya, MPA yang memiliki 25 anggota ini, sering diminta bantuan untuk memadamkan api di desa tetangga. Setiono pun kerap membantu pelatihan petugas pemadam MPA baik dari desa tetangga atau kecamatan lain. Pada 2016, kelompok MPA Setiono mendapat predikat terbaik tingkat Provinsi Riau dan mendapat juara kedua Wana Lestari dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Di sisi lain, setelah mendirikan kelompok MPA, Setiono melakukan misi pribadi. Ia bersama empat temannya mencari bibit bakau dan menanamnya di hutan mangrove gundul di pinggir sungai desa yang berpola pasang surut di ujung 2013.
Kawasan hutan mangrove kampung itu rusak berat. Kala itu, di tepi hutan terdapat sebuah panglong (pabrik arang) yang aktif membabat kayu bakau hutan dan menerima pasokan kayu dari warga. “Pekerja panglong tidak hanya mengambil batang. Akar bakau pun dibabat habis. Hutan bakau kami gundul. Air pasang masuk sampai ke halaman dan tanah tidak tidak dapat ditanam sayuran,” tutur Setiono.
Tahun 2015, Setiono mundur dari jabatan Sekretaris Kampung, karena ingin fokus dalam konservasi lahan. Ia mulai membibitkan bakau. Upaya mereka akhirnya mendapat perhatian.
Pemerintah Kabupaten Siak dan korporasi di daerah itu membantu dengan metode unik. Pihak luar itu membeli bibit bakau yang ditanam Setiono. Namun bibit itu tidak dibawa ke luar, melainkan tetap ditanam di kawasan hutan mangrove di kampung itu juga. Keuntungan dari penjualan bibit dibagikan kepada anggota dan sebagian lain untuk kas.
“Saat ini kami punya 7.000 bibit bakau siap tanam. Sudah ada perusahaan yang ingin membeli. Sejak 2013, kami sudah menanam 40.000 bibit bakau dan seluruhnya sudah tumbuh dan berkembang,” kata Setiono sembari mengatakan pola pembibitan bakau itu juga sudah ditularkannya kepada kelompok dari desa luar.
Dalam enam tahun, Setiono dan kawan-kawan sudah berhasil memulihkan 25 hektar hutan bakau desa yang dulu porak poranda. Tinggal 19 hektar lagi yang masih akan dihijaukan kembali.
Perbaikan hutan bakau itu ternyata berdampak baik bagi lingkungan. Warga sudah dapat bertanam sayuran lagi di halaman. Nilai tambah lainnya, satwa udang galah yang sempat lenyap di desa itu, kini sudah muncul kembali dan dalam jumlah yang stabil. Habitat hutan bakau Kampung Rawa Mekar Jaya pun sudah berkembang menjadi lokasi pariwisata lokal. Warga dapat bersantai di areal hutan sembari memancing ikan atau udang galah di sana.
KOMPAS/SYAHNAN RANGKUTI–Setiono berdiri di kawasan hutan mangrove di Kampung Rawa Mekar Jaya, Kecamatan Sungai Apit, Siak, Riau, yang berhasil ia konservasi, Sabtu (27/7/2019).
Sejak tiga tahun terakhir, Setiono membuat usaha kelompok dengan berternak lebah madu kelulut. Awalnya hanya dua orang yang tertarik. Kini anggota kelompok madu ini sudah mencapai 30 orang. Warga yang ingin bergabung harus belajar dahulu di lahan kelompok. Setelah memiliki keahlian memelihara, setiap anggota akan diberi lima unit koloni madu kelulut.
Usaha madu ini berkembang. Beberapa warga dari desa tetangga atau kecamatan lain, sering datang untuk belajar. Setiono tidak pelit untuk berbagi ilmu.
Berkat kiprahnya dalam pelestarian alam dan mengendalikan kebakaran lahan di kampungnya, Setiono diusulkan menjadi calon penerima penghargaan Kalpataru 2019 bersama 134 calon lain dari seluruh Nusantara. Pada awal Juli kemarin, Kementerian LHK mengumumkan nama Setiono sebagai nomine penerima Kalpataru.
Ketika ditanya kenapa ia melakukan semua pekerjaan konservasi itu? Setiono mengaku pernah merasa berdosa ikut merusak alam dan melihat sendiri kehancuran kampungnya. Setelah memperbaiki habitat hutan sampai membaik, ternyata alam justru memberikan banyak rezeki dan kelebihan lain yang tidak pernah ia duga sebelumnya.
Setiono
Lahir: Kampung Rawa Mekar Jaya, Kabupaten Siak, 17 Agustus 1980
Istri: Sulastri
Anak: Novia Suci Ramadani, Muhammad Arif Saputra
Pendidikan
SD Sungai Rawa tamat 1993
MTs Sungai Rawa 1998
SMA Paket C
SYAHNAN RANGKUTI
Sumber: Kompas, 13 Agustus 2019