Data Baru untuk Revisi Peta Gempa Nasional
Penelitian terbaru membuktikan, sesar yang memanjang di bagian utara laut Pulau Bali hingga daratan Jawa bagian utara aktif. Temuan itu membawa konsekuensi ada potensi gempa baru di kawasan yang selama ini dinilai aman, termasuk Kota Surabaya.
“Kami akan membawa temuan baru ini dalam revisi peta gempa nasional,” kata Irwan Meilano, ahli gempa dari Institut Teknologi Bandung (ITB), dihubungi dari Jakarta, Rabu (27/4).
Fokus riset ini awalnya untuk mengamati zona gempa di busur belakang (back arch) kawasan utara Flores hingga utara Bali dan Jawa bagian timur. Jalur kegempaan itu telah diketahui yang menyebabkan gempa diikuti tsunami Flores pada 1992.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Untuk gempa di utara Bali datanya minim meski bukti kegempaannya cukup banyak. Riset kami mengonfirmasi keaktifan zona gempa ini,” kata Irwan. Riset yang dilakukan dengan memantau pergerakan global positioning system (GPS) menerus sejak 2008 menemukan, sesar di utara Pulau Bali amat aktif.
“Temuan baru lain, patahan di utara Bali itu dideteksi menerus ke arah barat hingga di daratan Jawa bagian utara atau dikenal sebagai Sesar Kendeng,” ujar Irwan, anggota tim peneliti. Riset itu juga melibatkan peneliti Badan Informasi Geospasial (BIG), S Susilo, yang juga mahasiswa doktoral di ITB serta para peneliti dari Australian National University. Hasil riset baru-baru ini dipublikasikan di jurnal internasional American Geophysical Union (AGU).
Dugaan ada sesar di kawasan Kendeng Utara itu sudah dikenal di kalangan peneliti. “Namun, bukti sesar itu aktif baru dari riset kami. Kecepatan gerakannya mencapai 5 milimeter per tahun. Adanya mud volcanoes (gunung api lumpur) di sekitar Porong kemungkinan juga terkait keaktifan sesar ini. Gempa yang melanda Bojonegoro beberapa waktu lalu diduga masih terkait,” ucap Irwan.
Konsekuensi mitigasi
Temuan tentang keaktifan Sesar Kendeng ini, menurut Irwan, akan diusulkan dalam perubahan peta gempa nasional. “Temuan ini membawa konsekuensi peta rawan bencana gempa di Jawa perlu diubah, terutama bagi Surabaya dan kota-kota lain di jalur ini yang selama ini dikira aman ternyata punya potensi gempa. Apalagi, kawasan ini ada cukup banyak industri,” ujarnya.
Kepala Bidang Mitigasi Gempa dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono mengapresiasi temuan baru tersebut. Itu akan menambah khazanah sumber gempa sehingga membantu perbaikan dalam mitigasi.
Zona sesar di utara Bali, menurut riset Daryono, terbukti beberapa kali menimbulkan gempa besar diikuti tsunami. Menurut data Lembaga Survei Geologi Amerika Serikat (USGS), setidaknya delapan gempa besar pernah terjadi di Bali sejak abad ke-19, dua di antaranya pada 22 November 1815 dan 21 Januari 1917.
Dalam katalog gempa bumi Arthur Wichman (1919) disebutkan secara rinci bahwa gempa pada 1815 terjadi sekitar pukul 23.00. Gempa mengguncang kawasan pantai utara Bali dan menghancurkan banyak bangunan. Gempa yang sama juga memicu tsunami besar yang menewaskan setidaknya 1.200 warga Kerajaan Buleleng.
Namun, riset itu membutuhkan kajian lanjutan, terutama dugaan kemenerusan sesar itu dari busur belakang Sesar Flores dan utara Bali hingga Kendeng. “Jika Sesar Kendeng disebutkan terkait Sesar Flores, perlu studi seismisitas, termasuk plot hiposenter dan analisis mekanisme sumbernya,” katanya.
Daryono cenderung meyakini, Sesar Kendeng merupakan sistem terpisah dan pembentukannya didominasi adanya penekanan busur gunung api di zona Jawa Tengah hingga Jawa Timur pada masa lalu. Namun, temuan bahwa Sesar Kendeng itu aktif perlu mendapat perhatian terkait strategi mitigasi bangunan-bangunan di zona ini. (AIK)
————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 April 2016, di halaman 14 dengan judul “Sesar di Utara Bali hingga Jawa Aktif”.