Tersenyum secara umum adalah ungkapan tubuh atas perasaan bahagia atau senang. Namun, dalam budaya Indonesia, ada juga ungkapan tersenyum kecut yang bukan ungkapan perasaan senang. Hasil penelitian ilmiah ternyata juga membuktikan bahwa tersenyum tidak selalu mengungkapkan perasaan bahagia atau senang. Namun, senyuman asli memiliki manfaat kesehatan nyata.
–Senyuman asli bermanfaat untuk kesehatan.
Penelitian berjudul ”Model Substrat Pemicu Senyum Selama Kuis Formatif Otomatis: Keterlibatan Adalah Substrat, Bukan Frustrasi” itu dimuat dalam The Journal of the ACM yang juga dipublikasikan sciencedaily.com 7 September 2018.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Senyum umumnya dibagi menjadi dua kategori: senyuman standar, yang menggunakan otot-otot di sekitar mulut, dan senyum asli, yang melibatkan otot-otot yang mengelilingi mulut dan mata. Penelitian sebelumnya menunjukkan, emosi positif dapat membantu selama masa stres dan senyum itu dapat memengaruhi emosi.
Penelitian yang dipimpin oleh ahli bahasa tubuh Harry Witchel dari Universitas Sussex, Inggris, itu melibatkan 44 peserta yang berusia 18-35 tahun. Responden memainkan permainan kuis geografi yang terdiri dari sembilan pertanyaan sulit sehingga mereka sering mendapat jawaban yang salah.
FLORENTINUS BASITIXUS ANGGRAHITO AE–Senyum lebar. Tersenyum dapat mengurangi stres.
Peserta duduk berinteraksi dengan komputer sendirian di ruangan, sementara wajah mereka direkam.
Setelah kuis, peserta diminta untuk menilai pengalaman subyektif mereka menggunakan berbagai 12 emosi, termasuk ”bosan”, ”tertarik”, dan ”frustrasi”.
Sementara itu, ekspresi wajah spontan mereka kemudian dianalisis komputer secara berurutan untuk menilai seberapa banyak mereka tersenyum berdasarkan skala 0 hingga 1.
WILYA ELAWITACHYA–Senyuman asli baik untuk kesehatan.
”Studi kami menunjukkan, dalam eksperimen Interaksi Manusia-Komputer ini, tersenyum tidak didorong oleh kebahagiaan. Ini terkait dengan keterlibatan subyektif yang bertindak seperti bahan bakar sosial untuk tersenyum, bahkan ketika bersosialisasi dengan komputer sendiri,” papar Witchel.
Peserta benar-benar tersenyum setelah komputer memberi tahu mereka bahwa jawaban mereka benar atau salah. Yang mengejutkan, peserta lebih sering tersenyum ketika jawaban mereka salah.
”Selama kuis terkomputerisasi ini, tersenyum secara radikal ditingkatkan hanya setelah menjawab pertanyaan dengan salah. Perilaku ini dapat dijelaskan oleh penilaian diri dari keterlibatan, bukan oleh peringkat kebahagiaan atau frustrasi,” ujar Witchel.
KOMPAS/SIWI NURBIAJANTI–Brahmana, 67 tahun (kanan), penderita kanker asal Indonesia yang tengah menjalani pengobatan di Fuda Cancer Hospital, di Guangzho, China, tampak mengembangkan senyumnya, Sabtu (16/8/2014). Berpikir positif, sabar, dan didukung penanganan oleh rumah sakit yang memiliki teknologi dan pelayanan berkualitas menjadi energi besar bagi penderita kanker untuk mampu melawan penyakitnya.
Dalam sebuah penelitian yang dimuat dalam jurnal Psychological Science, psikolog Tara Kraft dan Sarah Pressman dari Universitas Kansas, Amerika Serikat, menyelidiki manfaat potensial dari tersenyum dengan melihat bagaimana berbagai jenis senyum dan kesadaran tersenyum memengaruhi kemampuan individu untuk pulih dari episode stres.
”Tersenyum bukan hanya indikator nonverbal yang penting dari kebahagiaan, melainkan juga dengan senang hati mempromosikan tersenyum sebagai obat mujarab untuk peristiwa-peristiwa yang penuh stres dalam kehidupan,” kata Kraft, seperti dikutip Sciencedaily.com 30 Juli 2012.
Peneliti ingin memeriksa apakah kata-kata pujian memiliki manfaat ilmiah, apakah tersenyum bisa memiliki manfaat kesehatan yang nyata.
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO–Tim kayak putri Jabar, (dari depan) Astri Dwijayanti, Yaulana Amalia, Fajriah Nurbayan, dan Masripah, tersenyum bahagia setelah memenangi final nomor K4 500 meter putri PON 2016 Jabar di Situ Cipule, Karawang, Jabar, Selasa (20/9/2016). Mereka meraih emas dengan catatan waktu 1 menit 52,45 detik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tersenyum mungkin benar-benar memengaruhi keadaan fisik kita dibandingkan dengan peserta yang memiliki ekspresi wajah netral, peserta yang diinstruksikan untuk tersenyum, dan khususnya mereka dengan senyum asli, memiliki tingkat detak jantung yang lebih rendah setelah pulih dari kegiatan yang membuat stres.
Temuan ini menunjukkan, tersenyum selama stres singkat dapat membantu mengurangi intensitas respons stres tubuh, terlepas dari apakah seseorang benar-benar merasa bahagia.
”Jika Anda terjebak dalam kemacetan atau mengalami beberapa jenis stres lainnya, Anda mungkin mencoba untuk menahan wajah Anda sambil tersenyum. Itu mungkin benar-benar membantu kesehatan jantung Anda juga,” kata Pressman.–SUBUR TJAHJONO
Sumber: Kompas, 9 September 2018