Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir meminta semua pelabuhan laut dan bandar udara dilengkapi alat pemantau radiasi atau RPM guna mencegah masuknya bahan radioaktif secara ilegal. Langkah itu bukan untuk meniadakan pemanfaatan legal, melainkan menekan risiko penyelundupan bahan radioaktif untuk tindak kriminal atau terorisme.
“Di Sulawesi, teroris dari negara lain masuk menggunakan kapal nelayan dan bergabung dengan kelompok Santoso,” kata Nasir, Kamis (12/5), di Jakarta. Bukan tidak mungkin cara masuk yang tak dideteksi itu digunakan untuk membawa bahan berbahaya.
Nasir menyampaikan hal itu saat Konferensi Informasi Pengawasan 2016 yang diadakan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) bertema “Membangun Sinergi Sistem Keamanan Nuklir Nasional untuk Menghadapi Aksi Kriminal dan Terorisme yang Melibatkan Zat Radioaktif dan Bahan Nuklir”. Kepala Bapeten Jazi Eko Istiyanto dan Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional Djarot S Wisnubroto juga hadir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Jazi menuturkan, radiasi nuklir tak kasatmata sehingga harus menggunakan alat, salah satunya radiation portal monitor (RPM), guna mengetahui ada tidaknya radiasi nuklir pada benda-benda yang masuk ke wilayah RI dan apakah radiasi tersebut sudah melewati ambang batas keamanan dan keselamatan.
Saat ini, baru enam pelabuhan yang memiliki RPM. Bapeten memasang tiga RPM di Pelabuhan Belawan (Sumatera Utara), Pelabuhan Bitung (Sulawesi Utara), dan Pelabuhan Soekarno- Hatta (Makassar, Sulawesi Selatan). Adapun Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan memasang di Pelabuhan Tanjung Priok (Jakarta) dan Pelabuhan Tanjung Perak (Surabaya, Jawa Timur) serta Badan Pengusahaan Batam di Pelabuhan Batu Ampar (Batam, Kepulauan Riau).
Bapeten sedang memasang satu RPM di Pelabuhan Tanjung Emas (Semarang, Jawa Tengah) dan menurut rencana diresmikan Presiden Joko Widodo, Juli 2016. Artinya, hanya ada tujuh pelabuhan ber-RPM hingga tahun ini. Padahal, Indonesia punya total 172 pelabuhan (di antaranya 4 pelabuhan utama dan 14 pelabuhan kelas I). Sementara itu, RPM sama sekali belum terpasang di lebih dari 200 bandara dan pos-pos perbatasan negara.
Khoirul Huda, Deputi Perizinan dan Inspeksi Bapeten, menambahkan, pemerintah merespons kondisi itu dengan menerbitkan surat berisi arahan Presiden Jokowi yang dikeluarkan Sekretaris Kabinet dengan nomor B-201/Seskab/Polhukam/4/2016. Isinya arahan kepada Menteri Perhubungan dan Menteri Dalam Negeri agar RPM terpasang di semua pelabuhan internasional, bandara internasional, dan pos lintas batas negara guna mencegah zat radioaktif masuk- keluar secara ilegal.
Meski pemerintah sudah memberikan instruksi resmi, Khoirul ragu semua pintu masuk internasional sudah ber-RPM dalam waktu dekat. “Setidaknya butuh 10 tahun,” ujarnya.
Harga satu RPM bisa puluhan miliar rupiah. Namun, kata Khoirul, masalah utama bukan pada biaya pengadaan RPM, melainkan egosektoral tiap instansi. Salah satu hambatan adalah keengganan instansi memelihara dan mengoperasikan RPM. (JOG)
—————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 Mei 2016, di halaman 14 dengan judul “Semua Pintu Masuk Wajib Memiliki Pemantau Radiasi”.