Selamat Jalan Profesor Bruce Glassburner

- Editor

Rabu, 2 April 1997

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pada tanggal 18 Maret 1997 lalu, Profesor Bruce Glassburner telah meninggal dunia pada usia 76 tahun. Bagi banyak ekonom Indonesia, nama Profesor Bruce Glassbumer tidaklah asing. Kemungkinan besar mereka pernah mendapat kuliah dari beliau atau pernah membaca salah satu tulisannya.

Lulus dengan PhD dalam bidang ekonomi dari Berkeley tahun 1953, Glassburner kemudian mendirikan Fakultas Ekonomi, University of California (UC), Davis (AS), dan setelah itu di bawah naungan University of California (UC) – University of Indonesia Project, ia mengajar selama periode 1957-1960 di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Prof, Glassburner memang datang pada waktu banyak ketidakpastian zaman Demokrasi dan Ekonomi Terpimpin di bawah periode Orde Lama. Pada waktu itu dekan FEUI adalah Profesor Djokosoetono dari Fakultas Hukum, tetapi pimipinan sehari-hari dipegang oleh Profesor Subroto dan Profesor Sadli karena Profesor Widjojo sudah berada di Berkeley. Di samping mereka, ada beberapa ekonom yang pada waktu itu sedang atau baru menyelesaikan doctorandus ekonomi seperti Ali Wardhana, Iskandar, Pang Lay Kim, Sarbini Sumawinata, Emil Salim, Julius Ismail, J B Sumarlin, Anto Dayan, Suhadi Mangkusuwondo, dan Wagiono Ismaangil. Prof Glassburner pernah memaparkan bagaimana karena tuntutan zaman, para ekonom masa, itu menerapkan Socialism a la Indonesia untuk kebijaksanaan ekonomi (lihat “An Indonesian Memoir”, Buletin of Indonesian Economic Studies, August 1991).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Setelah kembali ke UC, Davis, dan berhasil mengantar “Sekelompok mahasiswa” Indonesia untuk mengambil pasca sarjananya di Bidang ekonomi di AS, Prof Glassburner tetap terus memberi dukungan terutama bagi yang belajar di UC, Berkeley. Kebetulan sebagian besar dari sekelompok mahasiswa yang belajar di Berkeley pada akhirnya di zaman Orde Baru menduduki posisi pengambil keputusan di bidang ekonomi. Mereka itu kemudian sering dilberi julukan Berkeley Mafia dan Prof Glassburner –salah atau benar— juga diberi julukan godfather dari Berkeley Mafia.

Selain mengajar Prof Glassburner juga melakukan penelitian pada saat yang sangat penting dalam perkembangan perekonomian Indonesia. Waktu itu asisten penelitiannya adalah Profesor Emil Salim. Menurut Glassburner, yang paling menarik pada waktu itu adalah permasalahan kebijaksanaan ekonomi dalam iklim poIitik yang tidak pasti (lihat “Economic Policy Making in Indonesia 1950-57, dalam Economic Development and Cultural Change). Minat penelitian dan keprihatinan beliau mengenai Indonesia itu terus berlanjut hingga akhir hidupnya. Hal ini terbukti dari berbagai hasil karyanya mengenai ekonomi Indonesia, yaitu buku seperti The Economy of Indonesia (1971), Macroeconomic Policies, Crises and Long-term Growth in Indonesia, 1965-90 (1974) dan sebuah buku teks Teori dan Kebijaksanaan Ekonomi Makro (1976), serta sejumlah artikel lain.

Prof Glassburner juga pernah sekali lagi menetap di Indonesia di Agricultural Development Council (sekarang Winrock International), Institut Pertanian Bogor selama periode 1984-86, dan juga kerap kembali diundang ke Indonesia untuk memberi saran, antara lain oleh Bank Dunia, Harvard Institute for International Development, dan Departemen Koperasi (1989-91). Selain di Indonesia Glassburner juga mempunyai pengalaman di negara-negara sedang berkembang lain, seperti Pakistan, Hongkong, Cina, Mesir dan Jordan. Namun menurut pengakuannya sendiri, cinta pertamanya adalah Indonesia.

Selain kontribusi dalam membangun sumber daya manusia Indonesia di bidang ekonomi, Prof Glassburner juga merupakan pionir yang memperkenalkan Indonesia kepada masyarakat AS, baik melalui kegiatan-kegiatan langsung maupun tulisan-tulisannya. Pada tahun 1967, Glassburner pernah menetap kembali di Jakarta untuk membuka kantor USAID di Jakarta sehingga program bantuan luar negeri dari AS dapat dimulai untuk pemerintah Orde Baru.

KEBETULAN saya pribadi mengenal beliau secara dekat, baik sebagai anak balita maupun setelah saya sendiri mulai menggeluti ilmu ekonomi. Sebagai anak balita sewaktu ayah saya belajar di Berkeley, saya masih ingat mengunjungi kota Davis dengan mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang lain, dan dijamu makan dengan begitu ramahnya oleh suami istri Bruce dang Ellie. Saya juga masih mengingat pada waktu “Oom” Bruce berada di Jakarta dengan keluarganya dan tinggal di kompleks Ford Foundation di Jalan Brawijaya, Ayah saya sering berkunjung ke sana untuk diskusi dan saya sering ikut dan berjumpa dengan anak-anaknya. Pengalaman di Indonesia agaknya sangat melekat di anak-anak tersebut sehingga salah satu anaknya, Kay, mendalami mengenai Indonesia di dalam bidangnya antropologi dan linguistik dan akhirnya menikah dengan seorang Indonesia, Ikranagara.

Kemudian setelah lama tidak bertemu, saya berjumpa di Australian National University, Canberra, Australia pada tahun 1978. Pada waktu itu saya sedang menyelesaikan Bachelor of Economics saya jauh dari orang tua sendiri dan mengalami stres cukup berat dalam tahap terakhir menyelesaikan studi saya. Akhirnya saya diajak tinggal bersama mereka di rumah universitas di tengah-tengah kampus ANU, dianggap sebagai anak sendiri, dan dengan demikian saya dapat belajar dengan tenang dan menyelesaikan Bachelor of Economics saya dengan baik. Karena tinggal serumah, kami sering berdiskusi mengenai perekonomian Indonesia, dan beliau banyak membantu saya menyelesaikan thesis saya. Kami juga membicarakan kemungkinan untuk melanjutkan studi dan beliau sangat mendukung ide untuk ke UC, Davis. Pada tahun 1981 saya masuk ke UC, Davis, dan akhirnya Selesai pada tahun 1986 dengan Ph. D.

Prof Glassburner merupakan salah satu pembimbing saya, dan saya merasa sangat beruntung mempunyai pembimbing yang bukan saja ekonom ilmu ekonomi pembangunan yang handal, tetapi juga mengerti mengenai Indoenesia. Selain saya, pada waktu itu ada seorang Indonesia lainnya yang juga berhasil mendapat gelar PhD nya dengan bimbingan dari Profesor Bruce Glassburner yaitu Dr Beddu Amang, sekarang Kepala BULOG.

20160712_093032-1wSetelah kembali ke Indonesia dan mulai berkarya sebagai seorang ekonom, hubungan kami tetap dekat. Kerapkali saya bertemu dengan beliau apabila ke AS dan apabila beliau berkunjung ke Indonesia. Hubungan kami berkembang menjadi sparring partners di mana kami dapat bertukar pendapat mengenai pembangunan Indonesia. Dalam tahun-tahun terakhir ini, hubungan tersebut juga sering di lakukan melalui internet. Saya sangat menghargai pendapat beliau karena selain ekonom handal, beliau memiliki pengertian dan kepekaan yang sangat tinggi mengenai ekonomi Indonesia baik karena pengalamannya di Indonesia maupun di negara-negara sedang berkembang lain.

SEKARANG Bruce sudah tiada lagi dan kita semua kehilangan salah satu teman diskusi mengenai pembangunan Indonesia. Tetapi sumbangan beliau kepada Indonesia akan hidup terus, baik melalui karya-karya beliau mengenai Indonesia yang patut dibaca oleh semua yang mempunyai minat serius Indonesia dan juga melalui sentuhan-sentuhan beliau dalam diri para ekonom Indonesia yang dapat meneruskan cita-citanya untuk membangun perekonomian Indonesia. Selamat jalan Bruce dan terima kasih atas segaIa-galanya.

Mari Pangestu, ekonom pada Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Jakarta

Sumber: Kompas, Rabu, 2 April 1997

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Meneladani Prof. Dr. Bambang Hariyadi, Guru Besar UTM, Asal Pamekasan, dalam Memperjuangkan Pendidikan
Pemuda Jombang ini Jelajahi Tiga Negara Berbeda untuk Menimba Ilmu
Mochammad Masrikhan, Lulusan Terbaik SMK Swasta di Jombang yang Kini Kuliah di Australia
Usai Lulus Kedokteran UI, Pemuda Jombang ini Pasang Target Selesai S2 di UCL dalam Setahun
Di Usia 25 Tahun, Wiwit Nurhidayah Menyandang 4 Gelar Akademik
Cerita Sasha Mahasiswa Baru Fakultas Kedokteran Unair, Pernah Gagal 15 Kali Tes
Sosok Amadeo Yesa, Peraih Nilai UTBK 2023 Tertinggi se-Indonesia yang Masuk ITS
Menghapus Joki Scopus
Berita ini 89 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 13 November 2023 - 13:59 WIB

Meneladani Prof. Dr. Bambang Hariyadi, Guru Besar UTM, Asal Pamekasan, dalam Memperjuangkan Pendidikan

Kamis, 28 September 2023 - 15:05 WIB

Pemuda Jombang ini Jelajahi Tiga Negara Berbeda untuk Menimba Ilmu

Kamis, 28 September 2023 - 15:00 WIB

Mochammad Masrikhan, Lulusan Terbaik SMK Swasta di Jombang yang Kini Kuliah di Australia

Kamis, 28 September 2023 - 14:54 WIB

Usai Lulus Kedokteran UI, Pemuda Jombang ini Pasang Target Selesai S2 di UCL dalam Setahun

Minggu, 20 Agustus 2023 - 09:43 WIB

Di Usia 25 Tahun, Wiwit Nurhidayah Menyandang 4 Gelar Akademik

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB