Sekolah bukan lagi satu-satunya sumber belajar. Namun, sekolah dapat mendorong terwujudnya ekosistem pendidikan dengan menggalang kolaborasi dan sinergi untuk memanfaatkan beragam sumber belajar yang tersedia bagi optimalnya potensi belajar siswa.
Linda Herlina, Ketua Musyawarah Guru Mata Pelajaran Seni Budaya Kota Sukabumi, Jawa Barat, yang dihubungi dari Jakarta, Senin (1/1), mengatakan, dalam pendidikan seni budaya, kolaborasi terbuka lebar. Di luar sekolah, ada beragam fasilitas seni budaya milik pemerintah daerah hingga masyarakat, termasuk para seniman lokal.
“Guru tidak boleh lagi merasa yang paling tahu semua hal terkait bidangnya. Apalagi dengan semangat penguatan pendidikan karakter atau PPK yang harus diterapkan sekolah, kolaborasi sekolah, lingkungan, dan keluarga harus berjalan,” kata Linda.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Linda mencontohkan, penguatan seni budaya juga menjadi komitmen sekolah, selain untuk menyalurkan potensi dan bakat siswa, juga untuk pembentukan karakter. “Sekolah kami punya ekstrakurikuler seni budaya yang menggandeng seniman lokal sebagai pelatih. Tiap tahun ada gelar seni yang menjadi ajang bagi siswa untuk menampilkan kreasi mereka dalam seni budaya di sekolah,” kata Linda, guru seni budaya SMAN 1 Kota Sukabumi.
Sekolah pun menggandeng seniman lokal untuk ikut mengajar siswa. Para seniman lebih piawai dalam melatih siswa untuk terampil menguasai beragam aktivitas seni.
Secara terpisah, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, sekolah saat ini harus mulai mengembangkan kurikulum. Artinya, sekolah harus mampu mengoptimalkan sumber belajar, baik di sekolah maupun lingkungan, untuk mewujudkan ekosistem pendidikan yang mendukung layanan pendidikan bermutu.
“Paradigma harus diubah bahwa guru bukan satu-satunya sumber belajar. Namun, lingkungan sekolah, mulai dari orang, lembaga, hingga aktivitas di sekitar sekolah, juga harus dilirik sebagai sumber belajar, termasuk perkembangan teknologi digital dapat memperkuat sumber belajar di sekolah,” ujar Muhadjir.
Menurut Muhadjir, dengan memanfaatkan beragam sumber belajar di sekitar, sekolah dapat melirik kecerdasan, kearifan, dan keunggulan lokal. “Implementasi PPK antara lain juga untuk mendorong sekolah mengidentifikasi sumber belajar. Sekolah mesti mengetahui aktivitas siswa di luar sekolah,” kata Muhadjir.
Dalam gerakan literasi nasional, termasuk gerakan literasi sekolah, misalnya, kolaborasi dan sumber daya dibutuhkan. Penguatan gerakan literasi anak-anak sekolah butuh dukungan yang holistik dan kolaboratif. Selain ketersediaan beragam bacaan yang bermutu, penguatan literasi juga memerlukan guru-guru yang cakap mengembangkan kemampuan membaca siswa.
Dukungan bagi penguatan literasi siswa Indonesia salah satunya diberikan Google.org lewat pemberian hibah kepada gerakan masyarakat di bidang pendidikan dan literasi, yakni Inibudi, Room to Read, dan Taman Bacaan Pelangi, pada akhir tahun lalu. Bantuan tersebut untuk meningkatkan kemampuan membaca 200.000 anak usia sekolah di seluruh Indonesia dalam kurun waktu tiga tahun ke depan.
Bantuan itu juga akan digunakan untuk membangun platform digital yang mempermudah akses ke cerita anak dalam bahasa Indonesia. (ELN)
Sumber: Kompas, 2 Januari 2018