Kaji cepat yang dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana bersama delapan instansi terkait menemukan 14 titik di Kabupaten Banjarnegara yang berpotensi longsor. Lokasi itu berada di tepi kanan-kiri jalan utama dari Karangkobar ke Banjarnegara.
Sementara tim dari Universitas Gadjah Mada dalam waktu lebih lama menemukan total 34 titik rawan longsor, termasuk di kawasan perbukitan yang menjadi daerah permukiman.
Deputi Direktur Pencegahan Bencana BNPB Raditya Jati memaparkan hasil kajian itu dalam diskusi publik ”Hasil Kajian Bencana Longsor Banjarnegara”, Rabu (17/12), di Jakarta. Titik rawan itu ditandai ada amblesan dan runtuhan material di bagian tebing atau lereng. Kondisi itu mudah penanganannya. Namun, perlu diwaspadai longsoran di lereng curam dekat permukiman.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ancaman itu ditemukan di kawasan perbukitan di Telagalele di selatan Jemblung dan Sampang. ”Di bukit itu, ada tiga dusun, yakni Gondang, Gintung, dan Blunyeh,” kata Adrin Tohari, pakar geoteknik dari Kelompok Riset Pergerakan Tanah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Warga di desa itu perlu dievakuasi karena, pasca longsor skala masif, pergerakan tanah terus terjadi. Pergerakan tanah yang terjadi di kawasan itu merupakan tipe rayapan.
Pasca longsor di Karangkobar, Adrin melihat ada ancaman bencana baru di lokasi itu, yaitu muncul dua gawir atau tebing curam di sisi barat dan timur lokasi longsoran. ”Gawir di sisi timur membentuk kolam tampungan aliran air dari atas. Luas kolam 90 meter persegi,” ujarnya.
Di bawah kolam tertimbun material longsoran yang tertahan di ketinggian 850 meter. Jumlah material itu lebih dari 1.000 meterkubik. Apabila rembesan atau air meluap, bisa mendorong material hingga longsor. ”Ini mengancam keselamatan tim pencari korban tertimbun,” ujarnya.
Sebagai langkah awal, Adrin menyarankan membangun jaringan pipa di kolam itu untuk menyalurkan air genangan sehingga longsor dapat dicegah.
Kaji cepat bencana longsor di Karangkobar, Banjarnegara, oleh BNPB dengan melibatkan 8 instansi menghasilkan beberapa rekomendasi. Menurut Raditya, pemetaan cepat lokasi permukiman dan penggunaan lahan untuk analisis risiko bencana perlu segera dilakukan. ”Untuk itu, pesawat tanpa awak milik Lapan akan memantau daerah rawan longsor lebih detail,” ujarnya.
Upaya mitigasi struktural di daerah prioritas juga perlu dilakukan, di antaranya penataan tata guna lahan, geometri lereng, dan penguatan lereng. (YUN)
Sumber: Kompas, 18 Desember 2014