Penanganan sampah belum menjadi kebijakan prioritas pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota. Padahal, mereka merupakan ujung tombak implementasi kebijakan dan strategi nasional pengelolaan sampah rumah tangga serta sampah sejenis sampah rumah tangga di lapangan.
Hal itu mengemuka dalam Rakornas Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga 2018 di Gedung Manggala Wanabakti, Selasa (3/4/2018). Rakor dihadiri Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignatius Jonan.
“Pemerintah pusat sudah menginstruksikan kepada seluruh pemerintah daerah agar masalah sampah dan lingkungan menjadi program prioritas. Namun, hal itu belum muncul dalam musrenbang (musyawarah perencanaan pembangunan) teknis di daerah,” kata Tjahjo Kumolo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Volume sampah 65,8 juta ton tahun 2017 dan akan menjadi 70 juta ton pada 2025 jika tanpa pengelolaan. Masalah sampah akan mengganggu seluruh aspek kehidupan apabila tidak ditangani secara serius. Karena itu, harus ada gerakan masif berbasis masyarakat dan inovasi pemda di bidang pengelolaan sampah.
KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTI–Menteri LHK Siti Nurbaya dalam Rakornas Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, Selasa (3/4/2018) di Jakarta.
Siti Nurbaya menegaskan, pemerintah menargetkan Indonesia bersih sampah tahun 2025. Target dicapai melalui kebijakan dan strategi nasional pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga (Jakstrada). Caranya, pertama, mengurangi volume sampah dari hulu yakni dari rumah tangga. Pemerintah menargetkan pengurangan 30 persen atau setara 20,9 juta ton di 2025.
Strategi kedua, penanganan atau intervensi pemerintah dalam pengelolaan sampah dari hulu hingga hilir seperti pemilahan di tempat pembuangan, proses daur ulang hingga pengolahan residu melalui sanitary landfill. Pemerintah menargetkan penanganan sampah 70 persen atau setara 49,9 juta ton pada 2025.
“Pemerintah daerah diharapkan berkontribusi pada pencapaian target pengelolaan sampah yang baik. Caranya, pengurangan maupun penanganan dengan menyusun kebijakan strategi daerah (Jakstrada) dalam enam bulan untuk pemerintah provinsi dan satu tahun untuk kabupaten/kota,” ujarnya.
Pemerintah daerah diharapkan berkontribusi pada pencapaian target pengelolaan sampah yang baik
Strategi pengurangan dan penanganan itu diserahkan sepenuhnya kepada pemda sesuai tingkat kemampuan mereka. Sebab kondisi sumber daya manusia dan sarana prasarana yang dimiliki setiap pemda tidak sama. Pemerintah daerah bisa berinovasi.
Sebagai contoh, Pemerintah Kota Banjarmasin dan Pemkot Balikpapan berinovasi mengurangi sampah dengan menerbitkan peraturan wali kota tentang larangan penggunaan plastik sekali pakai di seluruh ritel modern. Banjarmasin sudah memberlakukan kebijakan itu sejak tahun 2016, sedangkan Balikpapan memulai hal itu tahun ini.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Balikpapan Suryanto mengatakan, volume sampah di Balikpapan mencapai 545 ton per hari dan baru 20 persen yang bisa diolah, sedangkan sisanya dibuang langsung ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sehingga tidak bisa terurai. Dari 554 ton volume sampah itu sebanyak 60 tonnya merupakan sampah plastik yang berbahaya.
KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTI–Wakil Bupati Sidoarjo Nur Achmad Syaifuddin (tengah) bersama 2.000 peserta rakornas
Sementara itu Wakil Bupati Sidoarjo Nur Achmad Saifuddin mengatakan pihaknya memilih strategi pengelolaan sampah dengan membangun pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) dan ada investor dari China bersedia berinvestasi. Namun pemda belum menemukan bentuk kerjasama yang tepat karena biayanya besar yakni Rp 1,2 triliun untuk mengolah 1.000 ton sampah per hari.
Pembangkit listrik
Sementara Menteri ESDM Ignatius Jonan mengungkapkan, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah atau PLTSa sebagai solusi penanganan sampah masih menghadapi banyak tantangan. Biaya investasi sangat besar dan akan menjadi beban anggaran daerah. Selain itu, proses pembangunan PLTSa memerlukan waktu lama karena terkait dengan kesiapan sumber daya manusia dan teknologi yang digunakan.
“Harga listrik yang dihasilkan juga sangat tinggi karena biaya pokok produksinya tinggi. Harga listrik yang tinggi itu akan membebani konsumen atau masyarakat,” kata Jonan. Masalah sampah bukan isu energi melainkan masalah lingkungan, sehingga penanganan paling tepat harus dari hulu yakni berbasis masyarakat.
Menurut Direktur jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian LHK Rosa Vivien Ratnawati, pemerintah tengah merampungkan regulasi berupa peraturan menteri untuk memayungi gerakan nasional penanganan sampah. Peraturan itu juga mengatur pengurangan sampah kantong plastik sekali pakai.
“Kebijakan ini sekaligus menjadi bentuk baru (resetting) dari kebijakan kantong plastik berbayar yang dinilai membebani konsumen. Sekarang sedang dikaji penerapan pola insentif dan disinsentif bagi pihak-pihak yang terlibat dalam pengurangan penggunaan kantong plastik sekali pakai,” ucapnya.–RUNIK SRI ASTUTI
Sumber: Kompas, 4 April 2018