Patah hati adalah hal universal. Siapa pun di belahan dunia mana pun, dari suku apa pun, pasti pernah merasakan sakitnya. Namun, tak mudah dan butuh waktu untuk membuat rasa itu berlalu.
Saat menjalin sebuah hubungan, jiwa dan tubuh manusia saling terhubung. Ketika salah seorang dalam hubungan itu pergi, otak harus menyesuaikan lagi. Proses adaptasi itu sering menimbulkan rasa sakit yang ujungnya kerap tak jelas, bisa hitungan minggu, bulan bahkan tahun.
“Patah hati tak melulu soal hubungan romantis. Kehilangan pasangan, anggota keluarga, teman, hingga hewan piaraan juga bisa menimbulkan patah hati,” kata psikolog ahli hubungan romantis Universitas Bina Nusantara Jakarta, Pingkan CB Rumondor di Jakarta, Rabu (30/10/2019).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Patah hati juga bukan monopoli anak muda, bucin alias budak cinta maupun sad bois dan sad girls, komunitas penggemar penyanyi Didi Kempot saja. Didi Kempot juga dijuluki The Lord of Broken Heart atau Raja Patah Hati lantaran lagu-lagunya umumnya bertema patah hati. Siapa pun bisa patah hati, termasuk orang lanjut usia atau orang dengan karakter keras sekalipun.
M Dwi Cahyono, arkeolog dan dosen sejarah Universitas Negeri Malang dalam Seminar Nasional Patah Hati: Tragis Tapi Manis di Malang, Jawa Timur, Senin (9/9/2019), mengatakan patah hati bisa dipicu oleh kematian, penolakan, keterpisahan atau tak tercapainya keinginan.
Tiap generasi dan zaman memiliki ekspresi berbeda dalam mengekspresikan cinta dan patah hati, meski banyak juga persamaan yang muncul. Hal yang pasti, “Ekspresi cinta dan patah hati seseorang tidak murni dari personal, namun juga dipengaruhi lingkungan sekitarnya,” katanya.
Ekspresi patah hati juga dipengaruhi oleh konstruksi gender. Aquarina Kharisma Sari, pendiri Malang Women Writers Society mengatakan konstruksi gender itu sangat dipengaruhi oleh konstruksi budaya di masyarakat yang akan menentukan apakah seorang laki-laki atau perempuan bisa mengekspresikan patah hati yang dialaminya.
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI–Seniman campursari Didi Kempot tampil di acara Harlah ke-21 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Jakarta, Selasa (23/7/2019). Ratusan penggemar yang dinamai “sad bois” dan “sad girls” antusias menonton idolanya tersebut. Lagu-lagu Didi yang kebanyakan bertema patah hati dinilai mengena buat penggemar. Oleh sebab itu, Didi dijuluki “The Godfather of the Brokenhearted” atau Bapak Patah Hati Nasional.
Cinta dan patah hari juga jadi tema abadi dalam banyak pandangan filsafat maupun berbagai karya sastra dan seni. Cinta dan patah bersifat universal sebagai bagian eksistensi manusia untuk bisa memilih atau menjadi sesuatu.
“Patah hati adalah jalan hidup tiap manusia. Ia adalah rindu yang salah alamat,” tambah Guru Besar Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang Djoko Saryono.
Otak
Jika saat jatuh cinta otak dibanjiri oleh senyawa dopamin dan oksitosin yang membuat hidup berbunga-bunga, maka saat patah hati otak dipenuhi oleh hormon kortisol dan epinefrin yang membuat seseorang stres.
Dalam kadar rendah, kortisol sebenarnya berperan baik, memastikan respon manusia secara cepat dan efektif saat menghadapi ancaman, apakah akan menghadapi (fight) atau justru melarikan diri (flight). Namun saat patah hati berkepanjangan, pasokan kortisol yang berlebih justru menimbulkan bencana.
Karen Young dalam Your Body During a Breakup: The Science of Brokenheart di heysigmund.com menyebut limpahan kortisol akan mengirimkan pesan untuk mengalihkan darah ke pembuluh utama untuk berancang-ancang. Karena tak ada kebutuhan melakukan aksi fisik, otot tak punya kesempatan melepaskan energinya hingga jadi kaku dan menyebabkan sakit kepala, leher kaku, dan dada sesak.
Darah yang dikirim ke pembuluh utama itu sebagian besar berasal dari sistem pencernaan hingga menimbulkan perut kram, hilang nafsu makan dan diare. Berlebihnya kortisol di otak juga membuat sistem kekebalan tubuh bekerja ekstra meredam efeknya hingga menurunkan daya tahan tubuh dan meningkatkan kerentanan penyakit.
Dampak patah hati bagi fisik nyata. Demikian pula rasa sakit yang ditimbulkan. Studi Ethan Kross dkk yang dipublikasikan di Proceedings National Academy of Sciences of the United States of America (PNAS), 12 April 2011, menemukan penolakan sosial seperti patah patah hati mengaktifkan bagian otak yang sama dengan nyeri fisik, seperti akibat terkena benda tajam atau panas.
Patah hati juga bisa memicu gangguan jantung yang disebut sindrom patah hati atau kardiomiopati takotsubo yaitu kardiomiopati yang dipicu stres. Dikutip dari situs Asosiasi Jantung Amerika (AHA) di heart.org, sindrom yang lebih sering ditemukan pada perempuan ini ditunjukkan dengan nyeri dada yang intens dan mendadak akibat stres.
Gejala umum dari sindrom ini adalah nyeri dada dan sesak napas meski tidak memiliki riwayat jantung. Meski bisa diobati, sindrom patah hati bisa memicu kegagalan otot jantung jangka pendek.
Meski berakibat nyata bagi kesehatan, lanjut Pingkan, patah hati masih sering disepelekan. Padahal, ia bisa memengaruhi kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat. Patah hati juga masih dianggap sebagai masalah remaja. Mereka yang mengungkapkan sakit hatinya karena patah hati juga dianggap cengeng dan manja. Padahal, mereka butuh pemulihan dan dukungan.
Saat berusaha pulih tersebut, penting untuk memastikan mereka yang sedang depresi akibat terputusnya relasi sosial itu tidak sampak jatuh ke tahap depresi klinis. Bersedih, putus asa, dan menangis adalah hal wajar akibat kesedihan mendalam.
“Jika kesedihan berkepanjangan lebih 2 minggu, penderita butuh bantuan profesional,” ujar Pingkan. Kondisi ini umumnya sudah mengganggu fungsi atau aktivitas seseorang hingga tak sekolah atau bekerja dalam waktu lama.
Pulih
Djoko mengatakan patah hati tak selalu berdampak negatif. Terkadang ia dianggap sebagai proses untuk menjadikan manusia matang. “Patah hati adalah hal wajar, bukan memalukan, sama seperti sakit flu atau sakit gigi,” tambah Pingkan.
Penerimaan jadi awal untuk bisa pulih dari patah hati. Menangis, menarik diri dari pergaulan sah-sah saja asal tidak berkepanjangan. Untuk itu, orang patah hati perlu aktif untuk berefleksi dengan penuh kesadaran atas apa yang dialaminya dan keinginan kuat untuk move on. Masih adanya penyangkalan bisa memengaruhi hubungan baru di masa depan.
Sikap aktif itu juga bisa menghindarkan orang patah hati dari hal-hal negatif sebagai pelarian, seperti alkohol, obat-obatan terlarang, hingga menyakiti diri atau orang lain. Cara ini juga menghindarkan mereka dari kecanduan untuk terus memandangi foto atau mengingat sang mantan.
“Patah hati mengaktifkan bagian otak yang memproses kecanduan,” katanya. Akibatnya, orang patah hati akan selalu mengenang mantan pasangan sebagai bagian dari proses menawar (bargaining). Itu akan mengganggu proses mereka yang tengah patah hati untuk terbebas dari sakit hati.
“Jika ingin bisa move on, stop stalking (memata-matai) media sosial sang mantan,” tambahnya. Dampak rentetan patah hati juga bisa diminimalkan dengan menekuni hobi atau kegiatan lama yang jadi jarang dilakukan selama menjalin hubungan.
Hal lain yang perlu dilakukan adalah membangkitkan kembali kepercayaan diri. Pada orang dewasa muda, punya pacar bisa membangkitkan kepercayaan diri. Namun rasa itu pasti akan turun saat putus cinta. Untuk membangkitkan kepercayaan diri itu bisa dengan mengasihi diri dengan menganggap patah hati adalah hal wajar dan bagian dari kemanusiaan diri.
Oleh M ZAID WAHYUDI
Editor EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 2 November 2019