Tim peneliti menemukan hama penggerek batang spesies baru yang mengganggu tanaman cengkeh di Sulawesi Utara. Hama itu berperilaku menyerang berbeda dari penggerek batang lain dan lebih berbahaya karena lebih cepat membunuh cengkeh. Jika tak segera dicegah, hama itu bisa menyebar ke provinsi lain.
Hama itu dinamai penggerek batang ban kuning atau PBBK (Cryptophasa watungi). Peneliti entomologi (ilmu serangga) dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Hari Sutrisno, memimpin penulisan publikasi spesies baru itu yang diterbitkan di Zootaxa pada 30 Juli lalu.
“Kemungkinan PBBK itu endemis, hanya ditemukan di Sulawesi Utara,” kata Hari saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (22/8). Spesimen ulat PBBK didapat pada November 2014, setelah serangan hama itu meluas sehingga jadi perhatian Dinas Perkebunan Provinsi Sulut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Jackson F Watung, anggota penulis publikasi serta pengajar Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi, memaparkan, endemisitas PBBK terbukti lewat pencarian spesies itu di Pulau Talaud, berbatasan dengan Filipina. Itu untuk melihat kemungkinan hama asal Filipina, tapi peneliti tak menemukan spesies serupa di Talaud.
ARSIP JACKSON F WATUNG–Spesies baru hama penggerek batang ban kuning (PBBK), dengan nama Latin Cryptophasa watungi, tampak mengebor cabang-cabang batang tanaman cengkeh. Hama itu mengakibatkan kematian tanaman lebih cepat karena PBBK mengupas kulit batang secara melingkar sehingga memutus aliran makanan pada batang bagian atas kupasan.
Hama itu merupakan ulat atau larva dari golongan hewan ngengat, berwarna hitam, punya 9 sabuk (ban) kuning, dan panjang tubuh mencapai 2 sentimeter. Aktivitas makan saat malam.
Menurut Hari, hama penggerek biasanya berasal dari jenis kumbang, amat jarang dari kelompok ngengat. Model serangan PBBK belum pernah ditemukan pada hama penggerek lain.
Sangat berbahaya
Hama penggerek biasanya mengebor cengkeh di pangkal batang (dekat akar) dan masuk jauh ke dalam batang. Sementara PBBK mengebor cabang batang dan menembus 2-3 sentimeter. Namun, kematian tanaman lebih cepat karena PBBK mengupas kulit batang secara melingkar sehingga memutus aliran makanan pada batang atas kupasan.
Hari menambahkan, PBBK cerdas karena bisa melindungi diri dengan membangun sarang. Seusai makan, PBBK mengeluarkan kotoran untuk menutup lubang pada cabang batang yang juga jadi tempat tinggal. Semut rangrang, predator hama penggerek batang, tak bisa masuk.
Hama PBBK menutup lubang dengan daun untuk mencegah air masuk dan membuatnya tak bisa bernapas. Hama itu tinggal di lubang itu hingga pupasi (jadi kepompong) dan bermetamorfosis jadi ngengat.
Jackson menjelaskan, hama itu ditemukan menyerang perkebunan cengkeh di Minahasa Selatan, Minahasa, Bolaang Mongondow, dan Bolaang Mongondow Selatan. “Hama belum menyebar rata,” ucapnya.
Namun, persebaran PBBK berpotensi meluas dan jadi hama dominan cengkeh di masa depan. Apalagi, PBBK menyerang lebih dari 70 persen bagian tanaman. Setelah tanaman terinfeksi, PBBK menyebar cepat di perkebunan dalam 2-3 tahun.
Jackson, peneliti di Universitas Sam Ratulangi, dan Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Sulut meneliti penghambat alami PBBK. Hasil uji laboratorium, efektivitas jamur Metarhizium anisopliae 90 persen. (JOG)
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Agustus 2015, di halaman 13 dengan judul “Spesies Baru Hama Cengkeh Ditemukan”.