Ekspedisi Indonesia Prima Berangkat ke Samudra Hindia
Tim peneliti Indonesia dan Amerika Serikat, Senin (20/2), diberangkatkan mengarungi Samudra Hindia dari Jakarta hingga Aceh dengan kapal riset Baruna Jaya VIII. Ekspedisi ini bertujuan memahami dinamika atmosfer dan perairan laut yang makin dinamis seiring dengan perubahan iklim.
Ekspedisi ini kerja sama Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dengan Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) serta Badan Atmosfer dan Kelautan Nasional Amerika Serikat (NOAA). Tim ini tergabung dalam Indonesia Program Initiative on Maritime Observation and Analysis (Indonesia Prima).
“Pelayaran Indonesia Prima ini jadi salah satu usaha BMKG mendukung tersedianya observasi laut yang menerus. Datanya dapat digunakan untuk mendukung peningkatan pemahaman dan informasi cuaca serta oseanografi,” kata Kepala BMKG Andi Eka Sakya saat melepas tim, kemarin. “Data observasi laut ini akan berperan penting dalam peningkatan akurasi prediksi cuaca dan iklim kelautan,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Deputi Bidang Koordinasi SDM, Iptek, dan Budaya Maritim Kementerian Koordinator Maritim Safri Burhanudin mengatakan, kegiatan ini merupakan tindak lanjut penandatanganan kerja sama Pemerintah Indonesia dan AS terkait sains dan teknologi kelautan. Kerja sama ini sudah berlangsung tiga tahun terakhir.
Akurasi prediksi cuaca dan iklim kelautan, lanjut Safri, diharapkan mampu mendukung segala kegiatan di wilayah laut Indonesia dalam rangka mencapai pemanfaatan potensi sumber daya kelautan yang maksimal.
Aktivitas riset
Andi menambahkan, iklim di wilayah Indonesia sangat dipengaruhi dinamika El Nino and Southern Oscillation (ENSO) di Samudra Pasifik serta fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) di Samudra Hindia. Beberapa dekade terakhir, gelombang atmosfer tropis yang dikenal sebagai Madden-Julian Oscillation (MJO), yang merambat dari Samudra Hindia menuju Samudra Pasifik dalam siklus 30-90 hari, juga memiliki pengaruh besar.
“Kemampuan mengobservasi kedua fenomena tersebut akan sangat membantu dalam memahami perilaku dan perubahan cuaca dan iklim Indonesia. Pada akhirnya, hal ini bisa menunjang kegiatan perekonomian yang berhubungan dengan darat dan laut, misalnya untuk mengatur musim tanam, pembenihan, dan transportasi,” tutur Andi.
Sepanjang ekspedisi, menurut Andi, para peneliti juga akan melakukan perawatan buoy laut yang merupakan bagian penelitian RAMA (Research Moored Array for African-Asian-Australian Monsoon Analysis and Prediction), sebagaimana dilakukan pada tahun sebelumnya. Kegiatan ini bersifat multinasional dalam rangka membangun data dasar kelautan untuk pemantauan dan prediksi sistem monsun, variabilitas iklim, serta interaksi antara laut dan atmosfer global.
“Hal yang membedakan pada pelayaran tahun ini adalah tim peneliti BMKG dan LIPI juga akan menggelar pengamatan atmosfer dan laut guna mendapatkan data in-situ untuk mengkaji fenomena cuaca dan perairan Samudra Hindia,” ujar Andi.
Kepala Peneliti BMKG pada Leg 1 Indonesia Prima Samudra Hindia, Siswanto, mengatakan, riset ini diharapkan mendapatkan informasi mengenai dampak laju pemanasan daratan dan lautan di sekitar perairan wilayah Indonesia yang terpantau mengikuti tren kenaikan suhu global.
Sebagaimana diketahui, kenaikan suhu global saat ini sudah mencapai 1,1 derajat celsius dibandingkan tahun 1900-an.
Andi menambahkan, para peneliti BMKG juga akan melepas balon udara bersensor meteorologi dalam ekspedisi ini untuk mendapatkan profil atmosfer dari permukaan hingga ketinggian puluhan kilometer. “Cuaca dan perubahannya setiap jam sepanjang jalur pelayaran juga akan dicatat, termasuk kualitas udara dan konsentrasi karbon dioksida atmosfer di beberapa titik di atas Samudra Hindia,” paparnya.
Selain itu, para peneliti dari P2O LIPI akan melakukan penyelidikan komposisi dan sifat fisis laut dari permukaan hingga kedalaman 7.000 meter. “Semua data yang dihasilkan dari kegiatan ini diharapkan dapat digunakan dalam mengkaji interaksi antara laut dan atmosfer di Samudra Hindia, bagaimana kaitannya dengan fenomena MJO dan fenomena lainnya,” ujarnya.
Pemetaan dasar laut
Selain dinamika cuaca dan kelautan, lanjut Andi, tim kali ini juga melibatkan tim ahli geofisika dari BMKG dan LIPI. Mereka akan melakukan penyelidikan gravitasi dan pemetaan dasar laut, terutama untuk mempelajari sesar baru yang terungkap saat gempa di Pidie Jaya, Aceh, 7 Desember 2016.
Siswanto menambahkan, ekspedisi ini akan menempuh rute Jakarta-Selat Sunda-Samudra Hindia-Sabang dan rute Sabang-Pidie-Selat Malaka-Jakarta. “Selain untuk mengumpulkan data, kegiatan ini juga dilengkapi dengan open ship dan mini-workshop yang dapat dikunjungi masyarakat umum saat kapal sandar di Sabang,” ucapnya. (AIK)
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 Februari 2017, di halaman 14 dengan judul “Riset Sasar Dampak Perubahan Iklim”.