Selain memiliki pemerintah dan sektor swasta yang bersinergi dalam mengembangkan litbang, kemajuan inovasi bangsa juga ditentukan oleh mental para peneliti.
KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR–Oki Gunawan, fisikawan Indonesia yang berkiprah di pusat penelitian Thomas J Watson milik perusahaan teknologi asal Amerika Serikat International Business Machines. Ia menerima Anugerah Kehormatan Inovator 2019 Teknologi Semikonduktor dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi di Jakarta, Senin (9/12/2019).
Keberanian mencari dan menghadapi tantangan serta mempertanyakan status quo adalah kunci kemunculan penelitian, pengembangan, dan inovasi yang menggebrak tidak hanya dunia ilmiah, tetapi juga industri dan pasar. Keseimbangan antara prioritas litbang negara dan pengembangan ilmu-ilmu dasar harus dicapai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Memang untuk negara seperti Indonesia yang masih menguatkan iklim riset ada kebijakan memfokuskan litbang kepada sektor-sektor yang diutamakan pemerintah, tetapi minimal 20 persen dari anggaran dan waktu juga dialokasikan kepada litbang-litbang dasar,” kata fisikawan asal Indonesia yang berkiprah di pusat penelitian Thomas J Watson milik perusahaan teknologi Amerika Serikat International Business Machines (IBM) Oki Gunawan di Jakarta, Senin (9/12/2019). Pada hari itu ia menerima Anugerah Kehormatan Inovator 2019 di Bidang Teknologi Semikonduktor dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Oki bersama rekannya Yudhistira Virgus mengembangkan sensor magnet berbasis semikonduktor dengan sistem jebakan magnetik baris dipol sejajar. Dalam ilmu fisika metode ini memanfaatkan jebakan magnetik “punuk unta” yang bisa memerangkap grafit sehingga bisa melayang di antara dua batang magnet.
Penemuan ini dimanfaatkan untuk menghasilkan alat sensor gempa yang lebih peka dibandingkan alat sensor bersistem bandul, ayun, maupun pegas. Selain itu, temuan Oki juga lebih murah. Apabila sensor bandul, ayun, dan pegas satu unit bisa seharga 10.000 dollar AS, ia memerkirakan sensor buatannya dapat dibeli dengan harga 1.000 dollar AS.
Menurut Oki, inovasinya tersebut merupakan hasil pertanyaannya kepada berbagai rumus fisika semikonduktor yang begitu kompleks. “Saya mempertanyakan status quo. Masa sih tidak ada rumus yang lebih ringkas dan hasilnya efisien? Makanya saya mulai mengutak-atik berbagai rumus yang sudah ada sampai bisa menemukan skema baris dipol sejajar itu,” tuturnya.
Ia menerangkan, litbang terapan, inovasi, dan hilirisasi sangat penting untuk memajukan teknologi dan ekonomi suatu negara. Namun, belajar dari negara-negara maju, litbang dasar walaupun diberi kuota yang lebih kecil tetap dijaga kekuatannya sebab ide-ide “gila” muncul pada penelitian mendasar yang mendobrak teori maupun rumus yang kerap dianggap sudah baku.
Mental tangguh
Oki menjelaskan, selain memiliki pemerintah dan sektor swasta yang bersinergi dalam mengembangkan litbang, kemajuan inovasi bangsa juga ditentukan oleh mental para peneliti. Memang Indonesia belum sanggup memberi para peneliti kemewahan untuk mengambangkan litbang sesuai minat pribadi, tetapi hendaknya berani menghadapi, bahkan mencari tantangan guna menemukan hal-hal baru. Setidaknya membenahi temuan yang sudah ada dan dimasyarakatkan.
“Bisakah masyarakat memiliki pemikiran tidak takut kepada kegagalan? Kalau gagal sekali saja penghakiman sosialnya sudah sangat menekan, sukar bagi lembaga litbang, apalagi penelitinya untuk bangkit dan melanjutkan riset. Atmosfer yang mendukung litbang tak hanya dari sisi keuangan dan birokrasi, tapi juga mental kreatif serta berani dalam segala hal ini jauh lebih penting,” ujar Oki.
KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR-+Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro (tujuh dari kiri) berfoto bersama para penerima Anugerah Inovator 2019 dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi di Jakarta, Senin (9/12/2019).
Kejar rekognisi global
Kepala BPPT Hammam Riza dalam pembukaan acara mengungkapkan per tahun 2019 Indonesia berada di urutan ke-85 dunia untuk sektor litbang, dibanding dengan negara-negara Asia Tenggara masih ketinggalan jauh. Singapura ada di nomor 8, Malaysia nomor 15, Vietnam nomor 43, dan Thailand nomor 45. Indonesia juga belum mempunyai merek produk yang namanya mendunia seperti Huawei dari China, Sony dari Jepang, Microsoft dan Apple dari AS, dan Samsung dari Koera Selatan.
Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro mengatakan semua pihak harus mengupayakan loncatan percepatan ekonomi. Jika tidak, Indonesia terjebak dalam status negara berpendapatan menengah. Tidak bisa tembus menjadi negara berpendapatan tinggi.
“Pendapatan per kapita kita sekarang 4.000 dollar AS. Bisa naik menjadi 13.000 dollar AS per kapita asal kekuatan ekonomi beralih dari berbasis sumber daya alam ke teknologi dan manusia unggul,” tuturnya.
Oleh sebab itu, inovasi wajib memiliki dampak kepada masyarakat. Tidak hanya diproduksi ke bentuk purwarupa. Melalui inovasi pula ekspor hasil alam Indonesia tidak hanya berupa produk mentah, tetapi berupa produk turunan bernilai tambah.
Oleh LARASWATI ARIADNE ANWAR
Editor: YOVITA ARIKA
Sumber: Kompas, 9 Desember 2019