Riset Demam Berdarah Dengue; Telur Nyamuk Berbakteri Wolbachia Dikembangkan

- Editor

Senin, 10 April 2017

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Telur nyamuk Aedes aegypti yang mengandung bakteri Wolbachia akan dikembangkan untuk mengatasi demam berdarah dengue. Itu dilakukan dengan menitipkan ribuan telur nyamuk itu di rumah penduduk di 35 kelurahan di Kota Yogyakarta dan dua desa di Kabupaten Bantul.

Ada 7.300 ember telur nyamuk Aedes aegypti yang akan dikembangkan. Satu ember berisi 80-100 telur nyamuk yang diberi Wolbachia. Itu jadi bagian riset oleh Eliminate Dengue Project (EDP) dan Yayasan Tahija untuk menekan perkembangan kasus demam berdarah dengue (DBD) secara alami, yakni memperbanyak nyamuk ber-Wolbachia. Wolbachia ampuh melumpuhkan virus dengue dan menekan populasi nyamuk itu.

Cara kerjanya adalah, setelah menetas, maka jika nyamuk jantan Aedes aegypti telah diinfeksi bakteri Wolbachia itu kawin dengan nyamuk betina yang tidak mengandung bakteria ini, maka nyamuk betina ini akan tetap menghasilkan telur, namun telur ini tidak dapat menetas. Jika terjadi perkawinan antara nyamuk jantan dan betina yang keduanya sudah diinfeksi bakteri Wolbachia, maka semua keturunannya akan mengandung bakteri Wolbachia. Jika nyamuk betina yang sudah diinfeksi bakteri Wolbachia kawin dengan nyamuk jantan yang tidak terinfeksi, semua keturunannya akan terinfeksi Wolbachia. Mekanisme inilah yang akan mengeliminasi nyamuk Aedes aegypti.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Peneliti utama Eliminate Dengue Project (EDP), Prof Adi Utarini, menyatakan, penitipan dan pengembangan nyamuk berWolbachia di rumah warga dilakukan sampai akhir tahun ini. “Lalu kami akan memantau perkembangan nyamuk di lapangan dan dampaknya di rumah-rumah warga itu,” ujarnya, Jumat (7/4).

Ada 37 desa atau kelurahan di Bantul dan Yogyakarta itu akan dibagi jadi 24 kluster, 12 kluster di antaranya dititipkan telur nyamuk ber-Wolbachia, dan 12 kluster lain dibiarkan menanggulangi DBD dengan cara anjuran pemerintah seperti pemberantasan sarang nyamuk. Dengan beda perlakuan itu, diteliti mana lebih efektif mengendalikan DBD.

Dampak dipantau
Pemantauan dan riset perkembangan kasus DBD dan dampaknya pada penyebaran DBD akan dilakukan pada 2019. Pada tahun itu, ditargetkan kasus DBD turun 50 persen.

Bakteri Wolbachia, menurut Adi, sebelumnya diimpor dari Australia. Setelah melalui riset dua tahun, mulai tahun 2015, EDP mulai mengembangbiakkan nyamuk ber-Wolbachia di rumah-rumah warga di dua dusun di Kabupaten Sleman dan Bantul. Dari pantauan terakhir, persentase nyamuk Wolbachia di dua dusun itu 70-85 persen.

Ketua Pembina Yayasan Tahija dr Sjakon G Tahija menambahkan, riset penanggulangan DBD dimulai sejak 2004, dengan metode larvasida, bernama Sumilarv. Namun, karena gagal menekan angka DBD, riset dilanjutkan dengan memakai Wolbachia. Riset itu menelan dana lebih dari 5 juta dollar AS.

Menurut Kepala Bidang Pencegahan dan Penanggulangan Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan DIY Elvy Effendi, pihaknya menanti hasil riset dari EDP. “Kami akan membantu menyebarkan nyamuk ber-Wolbachia,” ujarnya. (EGI)
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 April 2017, di halaman 14 dengan judul “Telur Nyamuk Berbakteri Wolbachia Dikembangkan”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Rabu, 2 Juli 2025 - 18:46 WIB

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Berita Terbaru

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB

Artikel

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Jun 2025 - 14:32 WIB