Penelitian atau riset hingga kini belum menjadi arus utama dalam perencanaan dan implementasi pembangunan. Salah satu indikatornya adalah rendahnya anggaran penelitian yang dialokasikan pemerintah dan swasta.
Hal itu disampaikan anggota Komisi VI DPR, Rieke Diah Pitaloka, dalam acara Refleksi 50 Tahun Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Anugerah Jurnalistik dan Literasi Sains 2017.
Turut jadi narasumber: Pelaksana Tugas Kepala LIPI Bambang Subiyanto; Staf Ahli Bidang Infrastruktur Kemristek dan Dikti Hari Purwanto; Pemimpin Redaksi Harian Kompas Budiman Tanuredjo; dan anggota Komisi VI DPR, Yuliani Paris.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Rieke menyebutkan, pembangunan baik di tingkat nasional maupun daerah sering didasarkan pada asumsi. Akibatnya, sering tidak menjawab masalah dan kebutuhan faktual. ”Kita harus berjuang dan menggerakkan orang-orang untuk menjadikan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai arus utama. Iptek jadi politik tetap negara,” katanya.
Rieke menyatakan, tak diterapkannya riset dalam pembangunan disebabkan rendahnya anggaran penelitian. Saat ini anggaran untuk penelitian hanya 0,25 persen dari APBN. Padahal, negara-negara di Asia lainnya mengalokasikan dana penelitian jauh di atas Indonesia. Singapura, misalnya, mengalokasikan 2,20 persen. Korea Selatan malah mengalokasikan 4,23 persen.
Ia berjanji memperjuangkan kenaikan anggaran penelitian setidaknya 2,5 persen di 2019. Namun, hal itu perlu punya dasar hukum yang jelas. Revisi undang- undang sistem nasional ilmu pengetahuan yang saat ini dibahas di DPR bisa jadi momentumnya.
Hari mengatakan, LIPI perlu terus menghasilkan riset yang inovatif untuk mengembangkan ilmu ataupun untuk penerapan.
Bagi Budiman, LIPI perlu menggarap masalah-masalah yang menjadi persoalan utama bangsa ini. Masalah itu tak melulu soal politik dan sosial, tetapi juga terkait masa depan kehidupan bersama. Masalah tersebut antara lain masalah kelautan, lingkungan, dan kebudayaan.
Perlu kolaborasi
LIPI bisa berkolaborasi dengan media untuk memublikasikan hasil penelitian di bidang-bidang tersebut. Lebih lanjut, Budiman mengharapkan LIPI menjadi semacam ”sistem peringatan dini”, terutama dalam kaitannya dengan kebencanaan.
Bambang menyambut baik tantangan yang disampaikan Budiman. Kerja sama sangat mungkin dilakukan karena media membantu menyebarluaskan kepada publik hasil penelitian.
Terkait budaya sains di Indonesia yang masih rendah, anggota Komisi VI DPR, Yuliani Paris, menyatakan, sistem pendidikan saat ini belum mengakomodasi hal itu. LIPI diharapkan bekerja sama dengan pemangku kepentingan untuk mengajarkan sains, terutama penelitian sejak dini.
LIPI memberikan penghargaan kepada tiga wartawan, enam fotografer, dan satu dari kategori masyarakat umum dalam lomba anugerah jurnalistik dan literasi sains 2017.
Kepala Biro Kerja sama, Hukum, dan Humas LIPI Nur Tri Aries Suestiningtyas mengatakan, kompetisi ini diharapkan menumbuhkan minat para jurnalis media massa dan masyarakat umum untuk menyebarkan informasi kegiatan dan hasil riset LIPI, serta pemanfaatannya di masyarakat. ”Publikasi iptek di media massa umum diharapkan juga menggugah masyarakat untuk memanfaatkan karya inovasi dalam kehidupan sehari-hari sehingga tumbuh budaya iptek di Indonesia,” kata Nur. (VDL)
Sumber: Kompas, 20 Desember 2017