Ribuan alumni dan sivitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Minggu (16/12/2018), mengikuti acara Nitilaku Perguruan Kebangsaan dalam rangka Dies Natalis ke-69 UGM. Dalam acara itu, para peserta berjalan kaki dari Bangsal Pagelaran Keraton Yogyakarta ke kampus UGM untuk mengenang sejarah perguruan tinggi tersebut.
Nitilaku Perguruan Kebangsaan merupakan pawai budaya tahunan yang digelar Keluarga Alumni UGM (Kagama) sejak tahun 2012. Dalam acara ini, para peserta menggunakan kostum zaman dulu, misalnya baju adat daerah tertentu atau seragam pejuang kemerdekaan Indonesia.
Selain diikuti oleh alumni dan sivitas akademika UGM, Nitilaku Perguruan Kebangsaan juga diikuti oleh sejumlah kelompok masyarakat. Acara tersebut juga dimeriahkan dengan hadirnya kelompok bregada yang mengenakan kostum ala prajurit tradisional Keraton Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS/HARIS FIRDAUS–Ketua Umum Pengurus Pusat Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) Ganjar Pranowo (kedua dari kanan), Raja Keraton Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X (ketiga dari kanan), dan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Panut Mulyono (keempat dari kanan), melepas peserta Nitilaku Perguruan Kebangsaan di depan Bangsal Pagelaran Keraton Yogyakarta, Minggu (16/12/2018).
Berdasarkan pantauan Kompas, para peserta Nitilaku Perguruan Kebangsaan dilepas oleh Ketua Umum Pengurus Pusat Kagama Ganjar Pranowo yang juga Gubernur Jawa Tengah, Raja Keraton Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X yang juga Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), serta Rektor UGM Panut Mulyono.
Dari Bangsal Pagelaran Keraton Yogyakarta yang berada di dekat Alun-alun Utara Yogyakarta, para peserta berjalan kaki melewati sejumlah ruas jalan raya menuju kampus UGM di daerah Bulaksumur, Kabupaten Sleman, DIY. Perjalanan ini untuk mengenang masa-masa awal berdirinya UGM yang pernah memakai ruangan di Keraton Yogyakarta untuk kegiatan perkuliahan, sebelum kemudian pindah ke kampus di Bulaksumur.
Ganjar Pranowo mengatakan, Nitilaku merupakan upaya untuk menghayati dan memahami kembali sejarah UGM sebagai perguruan tinggi yang lekat dengan nilai-nilai perjuangan, kebangsaan, dan kerakyatan. “Suasana masa lalu ditampilkan agar kita tidak lupa pada sejarah. Nitilaku adalah cara kami menghayati dan meresapi perjalanan panjang UGM,” katanya.
KOMPAS/HARIS FIRDAUS–Para peserta Nitilaku Perguruan Kebangsaan berjalan kaki dari depan Bangsal Pagelaran Keraton Yogyakarta menuju kampus Universitas Gadjah Mada (UGM), Minggu (16/12/2018).
Ganjar menambahkan, acara Nitilaku juga menjadi simbol hubungan erat antara UGM sebagai kampus dengan Keraton Yogyakarta, dan masyarakat. “Kampus enggak boleh lupa dengan keraton. Nah di antara keraton dan kampus itu ada masyarakat yang tercermin dalam kampung,” katanya.
Panut Mulyono memaparkan, pendirian UGM tidak bisa dilepaskan dari peran Keraton Yogyakarta. Hal ini karena Raja Keraton Yogyakarta saat itu, yakni Sultan Hamengku Buwono IX, memberi banyak dukungan sehingga UGM bisa berdiri dan terus berkembang hingga sekarang.
“Pada awal-awal, para mahasiswa-mahasiswi UGM berkuliah di Pagelaran Keraton Yogyakarta. Setelah itu, UGM tumbuh terus dan peran Keraton Yogyakarta sangat vital di dalam perkembangan UGM. Untuk itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-sebesarnya,” ujar Panut.
KOMPAS/HARIS FIRDAUS–Para peserta Nitilaku Perguruan Kebangsaan berjalan kaki dari depan Bangsal Pagelaran Keraton Yogyakarta menuju kampus Universitas Gadjah Mada (UGM), Minggu (16/12/2018).
Sementara itu, Sultan Hamengku Buwono X berharap, UGM bisa terus membangun kebersamaan dengan pihak-pihak sekitarnya, termasuk Keraton Yogyakarta dan masyarakat yang ada di kampung-kampung. Selain itu, UGM juga diharapkan terus memberi kontribusi pada negara dan bangsa Indonesia.
“Ada garis imajiner antara keraton, kampung, dan kampus sebagai suatu bentuk komitmen kita membangun kebersamaan. Harapan saya, UGM tidak berubah dari identitas kelahiran dan komitmennya. Dan betul-betul mengabdi pada negara dan bangsa tanpa membeda-bedakan suku, ras, dan agama,” ujar Sultan.–HARIS FIRDAUS
Sumber: Kompas, 16 Desember 2018