Restorasi Gambut Jadi Kebutuhan untuk Pencegahan Kebakaran

- Editor

Rabu, 29 Juli 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sejumlah anggota TNI merapikan kanal utama dan parit sepanjang 300 meter yang terhubung dengan embung berukuran 10 meter x 10 meter, Minggu (11/10), di Desa Tumbang Nusa, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Air dari kanal utama akan disedot menggunakan pompa menuju embung sebagai sumber air pemadaman kebakaran dan menjaga gambut agar tetap basah.

Kompas/Megandika Wicaksono (DKA)
11-10-2015

Sejumlah anggota TNI merapikan kanal utama dan parit sepanjang 300 meter yang terhubung dengan embung berukuran 10 meter x 10 meter, Minggu (11/10), di Desa Tumbang Nusa, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Air dari kanal utama akan disedot menggunakan pompa menuju embung sebagai sumber air pemadaman kebakaran dan menjaga gambut agar tetap basah. Kompas/Megandika Wicaksono (DKA) 11-10-2015

Restorasi gambut dinilai masih penting untuk dilakukan dan dilanjutkan di masa mendatang. Pemulihan ekosistem esensial ini kunci mengurangi emisi sekaligus mencegah perulangan kebakaran.

Kebakaran hutan dan lahan atau karhutla yang terjadi setiap tahun belum sepenuhnya dapat ditangani dengan maksimal. Pemerintah pun diharapkan tetap memprioritaskan agenda restorasi gambut untuk memperbaiki jutaan hektar lahan gambut yang rusak dan mencegah karhutla.

Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan Teguh Surya mengatakan, dari analisis, karhutla pada 2019 mayoritas terjadi di wilayah dengan prioritas restorasi gambut. Wilayah tersebut juga merupakan kawasan deforestasi dan lahan yang sudah terdegradasi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

”Berdasarkan jejak terbakar lima tahun terakhir, itu merupakan kawasan hutan yang kualitasnya sudah menurun dan wilayah gambut yang rusak. Kedua, wilayah karhutla terluas sebanyak 30 persen terjadi di tutupan lahan semak belukar,” ujar Teguh dalam webinar yang diselenggarakan Alam Sehat Lestari (ASRI), Selasa (28/7/2020).

Berkaca dari kondisi tersebut, Teguh menegaskan, pencegahan karhutla dapat dilakukan dengan menjaga kualitas hutan dan lahan gambut. Penegakan hukum dan pengawasan juga harus dioptimalkan karena selama ini kedua unsur tersebut masih lemah.

Selain itu, Teguh juga berharap sejumlah pihak terus meyakinkan Presiden agar tidak membubarkan dan juga memperpanjang masa tugas Badan Restorasi Gambut (BRG) yang akan berakhir pada Desember 2020. Sebab, BRG masih sangat dibutuhkan untuk mengawasi dan memastikan perbaikan lahan gambut.

”Dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) yang baru bahkan sudah dinyatakan bahwa sampai dengan 2030 seharusnya ada penambahan lahan gambut yang direstorasi 1,5 juta hingga 2 juta hektar,” tuturnya.

Senior Public Health Adviser ASRI Monica Nirmala mengatakan, masalah asap akibat karhutla mulai tercatat di Asia Tenggara sejak tahun 1970-an. Hal ini salah satunya ditunjukkan dari foto kepulan asap di wilayah Orchard Road, Singapura, pada Oktober 1972.

Masalah karhutla sejak 1970-an tersebut berulang setiap tahun selama 40 tahun. Bahkan, karhutla semakin memburuk 20 tahun terakhir seiring berkembang pesatnya komoditas agrikultur Indonesia.

”Karhutla bukan hanya masalah Indonesia semata. Asap karhutla berdampak setidaknya pada enam negara di Asia Tenggara. Sejak karhutla 2015, Indonesia sudah berkomitmen untuk menghentikan karhutla melalui pembentukan roadmap dengan negara-negara Asia Tenggara,” ujarnya.

Taman nasional
Karhutla tidak hanya terjadi di kawasan gambut yang masuk area konsensi, tetapi juga di kawasan konservasi, salah satunya Taman Nasional Gunung Palung di Kalimantan Barat. Taman nasional yang berada di wilayah Kabupaten Kayong Utara dan Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, ini juga menjadi habitat satwa dilindungi, seperti orangutan dan burung rangkong.

Kepala Balai Taman Nasional Gunung Palung Ari Wibawanto mengatakan, dari analisis karhutla pada 2015-2019, tercatat sebagian besar titik panas penyebab karhutla berada di pinggir kawasan Taman Nasional Gunung Palung. Peruntukan lahan kawasan pinggir tersebut masuk area penggunaan lain yang salah satunya bertujuan untuk kegiatan ekonomi.

Menurut Ari, sampai saat ini memang belum ada dampak signifikan dari karhutla terhadap biodiversitas Taman Nasional Gunung Palung. Namun, selama lima tahun terakhir pihaknya sudah menerima 27 individu orangutan hasil konflik yang ditranslokasikan ke dalam kawasan taman nasional.

”Jadi, upaya pencegahan dan pengendalian karhutla harus saling terhubung antarbeberapa aktor yang ada di dalam kawasan. Kami akan membentuk posko bersama di area munculnya titik panas,” tambahnya.

Oleh PRADIPTA PANDU

Editor: ICHWAN SUSANTO

Sumber: Kompas, 28 Juli 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 47 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB