Hilirisasi inovasi teknologi dari perguruan tinggi serta lembaga riset ke industri yang dicanangkan di Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi sejak tahun 2015 belum berjalan lancar sesuai rencana. Inti masalahnya adalah lemahnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Iptek. Payung hukum ini tidak mengatur inovasi dan perangkat pendukungnya secara proporsional.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Dewan Riset Nasional (DRN) telah mengusulkan kepada pemerintah, dalam hal ini Menristek dan Dikti, untuk menyusun UU Inovasi. Usul ini menjadi bahan masukan Kemristek dan Dikti dalam merevisi UU Sinas Iptek dan memasukkan pasal tentang inovasi.
Namun, Ketua DRN Bambang Setiadi menilai, draf revisi UU tersebut belum memberi porsi yang memadai bagi berbagai aturan tentang inovasi, yang di antaranya menyangkut aspek kelembagaan, program, pendanaan, dan aspek hukumnya. ”Namun, drafnya telah diajukan pemerintah ke DPR dan tengah dibahas panitia khusus,” katanya, di Jakarta, Sabtu (3/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam Rapat Kerja Direktorat Jenderal Penguatan Inovasi Kemristek dan Dikti pada Kamis-Jumat (1-2/2), di Bogor, Dirjen Penguatan Inovasi Jumain Appe mengatakan, usulan perubahan pasal-pasal tentang inovasi dalam undang-undang tersebut masih dimungkinkan. Namun, pengajuannya harus dari unsur di luar pemerintah, yaitu dari masyarakat, antara lain asosiasi profesi, industri, bahkan kalangan media massa.
Jumain optimistis revisi UU yang akan bernama UU Sistem Nasional Iptek dan Inovasi dapat disahkan pada tahun ini, sebelum pergantian periode pemerintahan yang baru. UU baru ini diharapkan menjadi dasar peraturan turunan di level kepresidenan berupa peraturan presiden dan keputusan presiden hingga ke lingkup kementerian dan lembaga.
Keluarnya undang-undang baru ini, menurut Jumain, akan dapat mengatasi masalah pendanaan yang penghambat pengembangan inovasi iptek, termasuk kontribusi pihak BUMN dan swasta yang masih minim. Selama ini anggaran dari industri dan swasta masih 20 persen.
Aturan yang mengharuskan penyediaan dana riset 20 persen dari pendapatan bagi BUMN sebenarnya ada. Namun, tidak terealisasi karena tidak ada aturan pelaksanaannya seperti perpajakan dan insentif yang mengikat. Sementara itu, anggaran dari pemerintah untuk penelitian juga terus menurun. (YUN)
Sumber: Kompas, 5 Februari 2018