Hingga Sabtu 17 Februari 2018 sudah 226 juta lebih nomor kartu prabayar seluler diregistrasi. Ini berarti sudah lebih dari separuh jumlah nomor prabayar yang dilaporkan operator, yakni Telkomsel sebanyak 190 juta kartu, Indosat Ooredoo (97 juta), XL Axiata (53,5 juta), Smartfren (18 juta), dan Tri (Hutchison) sebanyak (58 juta), atau sejumlah di atas 415 juta kartu.
Namun, ada kekhawatiran terkait data yang didaftarkan oleh pengguna. Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Kominfo Ahmad M Ramli mengingatkan, penggunaan data NIK (nomor induk kependudukan-nomor KTP) dan kartu keluarga (KK) orang lain merupakan pelanggaran hukum. Ramli meminta masyarakat tidak melakukan registrasi dengan NIK dan nomor KK yang diunggah di internet.
Kini bisa saja suatu kali kita didatangi polisi karena data nomor ponsel yang digunakan untuk kejahatan adalah atas nama kita.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Data NIK dan KK Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri itu nyatanya bukan data rahasia karena mudah sekali diperoleh siapa pun. Sudah banyak orang menggunakan data KK yang tersebar di dunia maya untuk registrasi tanpa mampu dideteksi siapa sebenarnya pengirimnya.
Orang bisa melakukan registrasi karena data NIK ada di KK. Sementara kopi KK secara resmi dan tidak resmi tersebar di mana-mana, di sejumlah lembaga dan entitas bisnis.
KK asli, selain disimpan pemiliknya, juga ada di kantor kelurahan dan di ketua RT. Sementara kopinya antara lain ada di kantor imigrasi, perbankan, notaris, dan perusahaan pelepas uang (leasing).
Fotokopi KK disebarluaskan lewat jaringan internet dan siapa tahu kopi KK Anda juga termasuk di dalamnya. Dengan kopi KK tadi, siapa pun bisa melakukan registrasi untuk nomor-nomor lama atau nomor perdana kartu prabayar baru.
Keberhasilan registrasi dengan sistem ini adalah ketepatan data yang diajukan, yang responsnya bahkan menakjubkan. Ketika kita memasukkan NIK dan nomor KK tanpa nama lewat SMS ke 4444, tak lama ada notifikasi keluar, menyebutkan bahwa registrasi kartu prabayar atas nama si pengirim data sudah berhasil.
Boleh 15 nomor
Wajarnya, kalau semua pelanggan melakukan registrasi ulang, paling banyak akan teregistrasi sekitaran 200 juta nomor, termasuk mereka yang memiliki lebih dari satu nomor ponsel. Sementara dilihat dari ”antusiasme’” masyarakat mengikuti registrasi, diperkirakan akan terdaftar sekitar 300 juta nomor.
Aturan membolehkan satu orang mendaftarkan tiga nomor setiap operator sehingga seorang boleh memiliki 15 nomor terdaftar dari lima operator. Kita pasti dapat menebak apa niat di benak orang yang mendaftarkan 15 nomor sekaligus.
Sistem yang dibangun pemerintah tidak membuat kita yakin hanya mendaftar untuk satu nomor atau lebih. Oleh karena itu, bukan tidak mungkin data di Kominfo menyebutkan ada 15 nomor semua atas nama kita.
Ketika registrasi masa lalu acakadut, pihak berwajib sama sekali tidak bisa melacak pemilik nomor ponsel yang digunakan untuk menipu dan memeras karena datanya tidak akurat. Orang yang melakukan kejahatan pun, ketika tahu nomornya dilacak, langsung membuang kartunya. Aman.
Kini bisa saja suatu kali kita didatangi polisi karena data nomor ponsel yang digunakan untuk kejahatan adalah atas nama kita. Polisi akan tetap berpegang pada data akurat Kemdagri dan mustahil kita mungkir atau mengelak.
Penegak hukum juga memegang data IMEI, nomor internasional ponsel, yang seharusnya tidak mungkin lebih dari satu ponsel dengan IMEI sama. Di lapangan terbukti, banyak ponsel bernomor sama dan itu sulit sekali diberantas.
Jadinya, ada dua kriminalisasi yang mungkin terjadi. Orang tidak berdosa jadi tersangka karena datanya digunakan orang lain untuk registrasi atau ditangkap karena nomor IMEI ponselnya sama dengan nomor IMEI ponsel yang digunakan untuk tindak kejahatan.
Moch S Hendrowijono, Pengamat Telekomunikasi, Wartawan Kompas (1974-2005)
Sumber: Kompas, 20 Februari 2018