Reaktor daya eksperimental yang dikelola Badan Tenaga Nuklir Nasional dibangun tahun 2016 dan diharapkan beroperasi tahun 2019. Reaktor nuklir itu akan menghasilkan listrik sumber tenaga di kompleks Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Serpong, Tangerang Selatan, Banten.
“Reaktor itu akan menggunakan teknologi reaktor generasi terbaru, generasi IV, dengan tingkat keamanan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan reaktor yang digunakan saat ini,” kata Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Djarot Wisnu Broto setelah penandatanganan kesepakatan bersama Batan dan perusahaan energi nuklir Rusia, Rosatom, untuk pengembangan nuklir tujuan damai di sela-sela Forum Internasional AtomExpo VII di Moskwa, seperti dilaporkan wartawan Kompas, M Zaid Wahyudi, Selasa (2/6).
Reaktor generasi IV adalah reaktor bertemperatur tinggi berpendingin gas (high temperature gas-cooled reactor/HTGR). Reaktor jenis itu dirancang mampu mengisolasi diri jika terjadi kecelakaan sehingga tidak akan menyebarkan kontaminasi radiasi ke luar. Limbahnya diklaim jauh lebih sedikit daripada reaktor generasi sebelumnya sehingga ekonomis. Selain menghasilkan listrik, reaktor bisa mencairkan batubara, menghasilkan hidrogen, ataupun desalinasi air laut.
Karena tujuannya penelitian, reaktor daya tersebut hanya menghasilkan listrik 10 megawatt. Lokasinya di dalam kompleks Puspiptek, Serpong. Pembangunannya dilakukan bersama perusahaan Indonesia dan anak perusahaan Rosatom di Jerman. Listrik yang dihasilkan belum akan dijual atau masuk Perusahaan Listrik Negara, melainkan hanya untuk lembaga-lembaga penelitian di dalam kompleks.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Reaktor daya eksperimental ini jadi alat agar Indonesia mampu mengelola reaktor daya sesungguhnya, sekaligus membuktikan Indonesia mampu mengelola PLTN (pembangkit listrik tenaga nuklir),” lanjut Djarot.
Ketua Umum Himpunan Masyarakat Nuklir Indonesia Arnold Soetrisnanto mengatakan, dalam rancangan bauran energi nasional tahun 2025, sumbangan listrik dari sumber energi terbarukan 23 persen, dengan 4 persen di antaranya berasal dari nuklir.
Jika hendak diwujudkan, seharusnya mulai tahun ini pembangunan PLTN itu sudah harus dilakukan. Pembangunan PLTN rata-rata butuh waktu 10 tahun.
“Semua rencana pembangunan PLTN sudah siap. Namun, hanya keputusan politik pemerintah belum ada,” katanya.
Tantangan terberat pembangunan PLTN di Indonesia adalah buruknya pandangan publik. Ketakutan pada kecelakaan nuklir seperti di PLTN Chernobyl, Ukraina, 1986 dan PLTN Fukushima Daiichi, Jepang, 2011, selalu membayangi. Kedisiplinan orang Indonesia yang rendah juga memperburuk kekhawatiran.
Hingga kini, Indonesia sudah mengoperasikan tiga reaktor riset, yaitu di Bandung sejak 1965, Yogyakarta sejak 1978, dan Serpong sejak 2006. Reaktor di Yogyakarta selamat meski Yogyakarta gempa besar tahun 2006.
Kemampuan sumber daya manusia Indonesia mengelola PLTN juga diyakini Wakil Rektor Rosatom Central Institute for Continuing Education and Training Vladimir V Artisyuk. Dari negara-negara Asia Tenggara, ahli-ahli Indonesia yang bekerja di Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) terbanyak.
“Kemampuan ahli-ahli Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan negara yang sudah membangun PLTN,” katanya.
———————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 Juni 2015, di halaman 14 dengan judul “Reaktor Riset Serpong Beroperasi 2019”.