Turun ke ladang di bawah terik matahari hingga berpeluh dan kulit merah legam, sementara tangan dan kaki berlumuran tanah, mungkin bukan pekerjaan menyenangkan bagi kebanyakan orang. Namun tidak demikian halnya bagi Dr Rasti Saraswati (44), yang bertahun-tahun menjalani aktivitas di lapangan dengan antusiasme tinggi.
Bagi Rasti, mengeduk, mengorek tanah, bukanlah pekerjaan hina. Di dalamnya terkandung nilai ilmiah yang tinggi. Dan ini telah dibuktikannya. Setelah melakukan penelitian bertahun-tahun, ia berhasil mengidentifikasi dan mengoleksi ribuan mikroba dari berbagai jenis tanah di seluruh Indonesia. Namun perhatiannya kemudian lebih tertuju pada bakteri rhizobium yang menambat nitrogen –unsur penyubur tanah dari udara.
Dari beberapa marga bakteri Rhizobium yang ditemukan, Rasti lalu memilih strain bakteri yang cepat penumbuhannya, karena potensial diterapkan sebagai pupuk hayati.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Yang dilakukannya setelah itu adalah memadukan Rhizobium dengan jenis mikroba penyubur lainnya yang mampu bersinergi. Terciptalah pupuk dari paduan mikroba multiguna (PMMg). Pupuk yang dikembangkan untuk tanaman kedelai ini telah dipatenkan dengan nama Rhizo-Plus.
Masih ada dua paten lagi yaitu biofosfat dan EMAS (Enhancing Microbiology Activity in the Soil) yang juga mencantumkan namanya sebagai salah satu penemu. Biofosfat adalah pupuk tanaman pangan yang terdiri dari paduan mikroba pelarut fosfat dan mikorisa. Sedangkan pupuk hayati EMAS yang mengandung mikroba pemantap agregrat tanah dan penambat nitrogen bebas, untuk tanaman perkebunan.
Selain itu, dalam program Riset Unggulan Terpadu IV Rasti dan timnya juga telah menyelesaikan penelitian perbaikan mutu pupuk hayati dengan teknologi enkapsulasi. Dari penelitian ini mikroba pada pupuk diharapkan akan lebih tahan terhadap kondisi ekstrem. Hasil penelitian ini masih dalam proses
pengurusan paten.
Berkat serangkaian prestasinya itu pada hari Senin (10/8) di Istana Negara, Presiden RI menyerahkan penghargaan Kalyanakretya (dari bahasa Sansekerta yang berarti hasil kerja terunggul) di bidang teknologi pertanian dan agroindustri.
Pada peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional itu, Menristek memandang perlu memberikan anugerah kepada Rasti yang memang dianggap unggul dalam menghasilkan teknologi terterapkan dan telah memberikan sumbangan karya nyata yang teruji kemanfaatannya.
SEJAK menjadi mahasiswa biologi FMIPA Universitas Padjadjaran Bandung, putri sulung pasangan R Imam Soetopo (alm) dan RA Surjati Winangoen terlibat dalam berbagai penelitian antara lain mengembangkan pengendalian hayati enceng gondok dengan menggunakan jamur Myrothecium roridum dan kumbang Neochetina, serta meningkatkan pembibitan jamur merang. Namun minatnya kemudian terpaut pada mikroba penyubur tanah dan tanaman kedelai.
Membuat tanaman kedelai tumbuh subur di daerah tropis menurut dia lebih menantang. Karena tanaman kedelai sebenarnya merupakan tanaman subtropis, tapi menjadi konsumsi hampir semua lapisan masyarakat Indonesia. Minatnya yang besar pada penelitian mikroba penyubur tanah dan tanaman pangan dan keyakinan bahwa mikrobiologi tanah merupakan bagian penting dari konsen keterkaitan ilmu biologi tanaman kedelai.
Minatnya yang besar pada penelitian mikroba penyubur tanah dan tanaman pangan dan keyakinan bahwa mikrobiologi tanah merupakan bagian penting dari konsep keterkaitan ilmu biologi dan teknologi pertanian, mendorongnya bekerja di Lembaga Pusat Penelitian Pertanian Departemen Pertanian di Bogor, begitu ia lulus sarjana biologi pada tahun 1980.
Selama lima tahun menekuni profesi sebagai peneliti kemudian melanjutkan pendidikan di Departemen Ilmu Tanah Institut Pertanian Bogor, Rasti berhasil meraih gelar Master pada tahun 1986. Tesisnya mengenai pengaruh pemberian terak baja, fosfor, dan inokulan Rhizo-bium terhadap penambatan nitrogen, serap hara dan pertumbuhan tanaman kedelai.
Masih dengan semangat tinggi pada penelitian mikroba Rhizobium, gelar doktor pun disandangnya dari Fakultas Pertanian Universitas Kyoto, Jepang pada tahun 1992. Serangkaian penelitiannya setelah itu juga selalu terfokus pada pemanfaatan mikroba tanah untuk meningkatkan jumlah dan mutu produk pertanian, seperti terlihat dari karya tulis yang digelar selain di jurnal ilmiah nasional juga internasional, antara lain di Jepang dan Trinidad.
RISETNYA terus diarahkan untuk menghasilkan pupuk hayati yang diharapkan mampu mengurangi bahkan kalau bisa menggantikan pupuk kimia yang selama ini telah dipakai secara luas di Indonesia.
Pada periode tahun 1991 hingga 2000 laju pertumbuhan kebutuhan pupuk diproyeksikan mencapai 1,7 persen per tahun. Sebagian besar kebutuhan itu dipenuhi dengan pupuk kimia, padahal saat ini telah terjadi kelangkaan dan kenaikan harga pupuk kimia di pasar.
Pemanfaatan pupuk mikroba yang sesuai dengan kondisi tanah, selain menjadi alternatif yang murah untuk meningkatkan kesuburan tanah juga dapat menaikkan efisiensi pemupukan dan produktivitas tanaman, serta mengurangi bahaya pencemaran lingkungan.
Upaya menciptakan pupuk hayati, dilakukan dengan menggabungkan beberapa bakteri yang terdapat di tanah hingga menjadi suatu formulasi pupuk berganda yang dapat meningkatkan produktivitas pertanian.
Untuk memperoleh pupuk dengan paduan bakteri, Rasti terus mempelajari perilaku mikroba tanah selain Rhizobium yang dapat hidup bersinergi dan menyatukannya dalam formula yang tepat. Salah satu mikroba yang berpotensi adalah mikroba pelaruf fosfat.
Menggabungkan Rhizobium dan mikroba pelarut fosfat, Rasti dan timnya berhasil menciptakan multi microbial fertilizer yang bersifat pelengkap, bermutu unggul dan konsisten kinerjanya. Pupuk hayati berganda ini didapat dengan memakai bahan pembawa yang sesuai. Pupuk untuk tanaman kedelai itu –disebut Rhizo-Plus– telah terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Cipta Paten dan Merek, 15 Januari 1995.
Penemuan ini kemudian dimasukkan dalam Riset Unggulan Kemitraan yang disponsori Kantor Menristek dengan dana sekitar Rp 1,2 milyar untuk pengembangan lebih lanjut selama tiga tahun, hingga skala industri. Perusahaan yang berminat untuk menjalin kerja sama pengembangan dalam RUK itu adalah PT Hobson Interbuana Indonesia yang kemudian membangunkan pabrik.
PABRIK Rhizo-Plus dengan kapasitas produksi 7,5 juta sachet per tahun kemudian didirikan di Desa Cikanyere, Cipanas. Penerapan pupuk ini pada tanaman kedelai terbukti dapat menekan kebutuhan pupuk kimia nitrogen (urea) dan fosfor (SP36) masing-masing sampai 100 persen dan 50 persen. Maka penggunaan RhizoPlus dapat menghemat biaya perhektarnya sekitar Rp 60.000.
Penggunaan Rhizo-Plus pada tanaman kedelai di 30 kabupaten di sembilan propinsi pada tahun 1997/1998 rata-rata, berdasarkan laporan, dapat meningkatkan hasil sampai lima kuintal per hektar. Pada kenaikan produksi lima sampai 45 persen di lahan seluas 400.000 hektar, maka akan diperoleh kenaikan produksi hingga 100.000 ton kedelai. Dengan produksi lokal ini, dapat dicapai penghematan devisa sebesar Rp 340 milyar, pada tingkat harga kedelai Rp 340 per kilogram.
Bagi Rasti yang bersuamikan Uway Warsita Mahyar yang juga biolog dengan spesialisasi taksonomi, dunia penelitian biologi terasa semakin menggairahkan.
Putrinya semata wayang, Adisresti Diwyacitta, yang duduk di kelas lima SD pun memaklumi aktivitas orangtuanya yang sering bepergian berhari-hari.
”Tapi saya selalu berupaya menjaga keseimbangan hidup antara meneliti dengan keluarga,” tegasnya
(Yuni Ikawati)
Sumber: Kompas, Jum’at, 14 Agustus 1998