Rangkaian kereta rel ringan atau Light Rail Train (LRT) untuk trayek di Kota Palembang akan diserahkan pada April mendatang. Saat ini telah diselesaikan enam rangkaian kereta. Adapun pembuatan LRT untuk rute Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi sebanyak 31 rangkaian atau 186 gerbong akan diselesaikan pada Juni 2019.
Direktur Teknologi dan Komersialisasi PT Industri Kereta Api (INKA) Persero, Agung Sedaju, mengatakan hal itu seusai menandatangani kontrak kerja sama dengan Kepala Pusat Pelayanan Teknik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Yenny Bakhtiar di Madiun, Jawa Timur, Selasa (13/3).
Kerja sama ini meliputi pengkajian dan penerapan teknologi di bidang teknologi perkeretaapian untuk sarana LRT. Dalam penandatangan kontrak kerja sama ini disepakati skenario matriks kolaborasi PT INKA dengan BPPT dan beberapa perguruan tinggi terkait seperti ITB, ITS, UI, UGM, dan UNS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam pembangunan kereta api ringan ini, PT INKA telah mendapatkan kontrak untuk memproduksi kereta LRT Jabodebek dan Palembang. Ini merupakan realisasi dari Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Kerata Api Ringan atau LRT terintegrasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi; serta Perpres Nomor 99 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Perkerataapian Umum di DKI Jakarta.
KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH–Pekerja memasang rel kereta api ringan atau light rapid transit (LRT) di Zona 5, Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (5/7/2017).
Dalam proyek tersebut, PT INKA harus menyediakan 186 gerbong atau 31 rangkaian kereta yang masing-masing terdiri dari 6 gerbong. “Karena telah berpengalaman dengan pembuatan LRT Palembang, maka kami dapat menyelesaikan pesanan tersebut. Karena menggunakan bodi dari aluminium, pembuatannya lebih cepat daripada yang konvensional,” ujar Agung.
Tak perlu masinis
Sarana LRT Jabodebek dibangun menggunakan moving block yang bekerja secara otomatis atau tidak memerlukan masinis. Ini merupakan pembangunan LRT paling modern untuk kelas LRT. Adapun LRT di Palembang masih dikendalikan masinis atau manual.
“Ketika LRT Jabodebek beroperasi nanti, jeda jarak (head way) antar kereta LRT hanya sekitar 1,5 menit. Dengan demikian akan ada 30 perjalanan LRT per jam,” kata Kepala BPPT Unggul Priyanto.
Karena itu, menurut Deputi Bidang Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa Wahyu Widodo Pandoe, kuncinya ada pada sistem persinyalan dan integrasi sistem. Sistem integrasi merupakan masalah krusial, untuk dapat mengatur bukan hanya komunikasi antar rangkaian kereta, tetapi juga tiketing. Selain itu juga untuk mengendalikan pergerakan kereta.
Sementara itu Barman Tambunan, Direktur Pusat Teknologi Material BPPT menjelaskan, pengkajian dan penerapan teknologi perkeretaapian LRT akan memakan waktu 10 bulan yang meliputi peninjauan, validasi, dan verifikasi desain LRT Palembang yang telah dibuat, perhitungan RAMS (reliability, availability, maintainability, and safety), dan pengawasan kualitas proses.
Untuk itu fasilitas pengujian di Balai-balai Teknologi di BPPT akan dimanfaatkan antara lain untuk analisa kebisingan sesuai standar, analisa Electro-Magnetic Interference (EMI), analisa rancang bangun sarana LRT untuk isolasi terhadap perpindahan panas dari luar dan kebisingan, serta pengujian keamanan komponen LRT.
Unggul menambahkan, BPPT akan mendukung INKA dalam rangka keberpihakan produk alam Negeri dalam pengadaan rolling stock LRT Jabodebek. Dalam hal ini LRT Palembang akan jadi benchmark (teknik pengetesan dengan menggunakan suatu nilai standar) kelayakan INKA untuk pengadaan LRT. Dengan sinergi sumberdaya para pemangku kepentingan terkait, dan dukungan dari kementerian/lembaga dan perguruan tinggi, Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dapat ditingkatkan.
Pembangunan LRT di PT INKA saat ini, ujar Agung telah mencapai 60 persen TKDN. Bagian yang masih diimpor mesin penggeraknya. Melalui kerja sama dengan pihak asing yang menjadi mitra untuk suplai komponen tersebut diharapkan ada transfer teknologi.
Wahyu mengatakan BPPT akan membantu transfer teknologi ke PT INKA, sehingga TKDN 46 persen LRT apabila propulsi (pendorong/penggerak) dapat dikerjakan dengan alih teknologi maka ada tambahan 27 persen, sehingga total menjadi 72 persen.–YUNI IKAWATI
Sumber: Kompas, 14 Maret 2018