Rama Raditya Membuat Kota Menjadi Lebih Beradab

- Editor

Senin, 17 Desember 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sebuah pesan masuk ke ponsel pada pukul 16.06, Senin (10/12/2018) dari Rama Raditya (35). Begini isinya, “Sebentar ya, 15 menit lagi sampai. Barusan lewat jalan kondisinya begini…”. Dia melengkapi kalimat itu dengan sematan foto rekaman layar dari aplikasi Qlue yang menunjukkan genangan air hingga betis orang dewasa.

Rama, bersama Andre Hutagalung (37), adalah pendiri PT Qlue Performa Indonesia, perancang aplikasi Qlue. Aplikasi untuk ponsel itu ramai dipakai warga DKI Jakarta sejak 2015 untuk menyampaikan keluhan terkait kondisi sarana dan prasarana umum.

KOMPAS/HERLAMBANG JALUARDI–Rama Raditya adalah CEO PT Qlue Performa Indonesia. Perusahaan itu melahirkan dan mengembangkan aplikasi ponsel bernama Qlue yang menjadi menampung keluhan warga atas kondisi sarana dan prasarana publik. Aplikasi itu kini memakai kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) untuk merumuskan permasalahan dalam berbagai bidang. Foto diambil di kantor perusahaan yang terbentuk sejak 2014 itu di daerah Pejaten, Jakarta Selatan, Senin (10/12/2018).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Foto tadi merupakan kiriman dari pengguna aplikasi bernama Ardian Tumanggor. Si pengirim itu hendak melaporkan kepada Pemprov DKI Jakarta bahwa ada genangan air selepas hujan deras mengguyur wilayah Jalan Kemang Utara IX, sekitar dua kilometer dari kantor PT Qlue Performa Indonesia, induk aplikasi Qlue di bilangan Pejaten, Jakarta Selatan.

Seperti yang dijanjikan, Rama tiba di kantor yang teduh itu kurang dari 15 menit kemudian. Ia sempat berbincang sejenak dengan beberapa rekan kerjanya. Posturnya yang menjulang itu sedang mengenakan kemeja batik, pantalon hitam, dan sepatu pantofel berlogo Gucci. Dia baru tiba dari Istana Negara. Sementara puluhan pekerja di ruangan itu tampak lebih santai dengan berkaus, dan sandal jepit karet.

Lulusan Strayer University di Virginia, AS ini menceritakan, pelapor melalui aplikasi Qlue sempat berkurang drastis pada 2017, tepatnya ketika Gubernur DKI Jakarta (ketika itu) Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok cuti sebagai persiapan mengikuti kontestasi Pilkada. Penggunanya bahkan makin menciut ketika Ahok kalah, lalu masuk bui.

“Banyak yang uninstall aplikasinya karena orang mungkin berpikir (laporan) tidak bakal ditindaklanjuti lagi. Sebenarnya tetap jalan terus,” kata Rama.

Aplikasi Qlue, dengan program Jakarta Smart City diluncurkan pada 2015. Ahok memerintahkan jajarannya segera menindaklanjuti laporan warga secepat mungkin.

Hasilnya menggembirakan. Pengunduh aplikasinya meroket hingga di atas 1 juta. Sepanjang 2017, misalnya, ada sekitar 500.000 laporan dari warga terkait masalah kebersihan, kemacetan, jalan rusak, atau parkir liar. Rama menyebut, tindak lanjut dari keluhan-keluhan itu mencapai 90 persen. Keluhan terbanyak adalah soal kebersihan.

Sekitar setahun setelah Anies Baswedan menjadi Gubernur DKI, jumlah pelapor menurun. Banyak yang menganggap program Jakarta Smart City telah dihentikan. Salah kaprah itu belakangan diluruskan Anies. Dia masih mengimbau warga DKI melaporkan keluhan melalui beberapa kanal, salah satunya adalah Qlue.

“Kalau tidak salah, dia (Anies) mengeluarkan peraturan bahwa lurah harus segera menindaklanjuti laporan warga. Kalau tidak, ada pemotongan tunjangan jabatan sepuluh persen,” kata Rama.

KOMPAS/HERLAMBANG JALUARDI–Rama Raditya adalah CEO PT Qlue Performa Indonesia. Perusahaan itu melahirkan dan mengembangkan aplikasi ponsel bernama Qlue yang menjadi menampung keluhan warga atas kondisi sarana dan prasarana publik. Aplikasi itu kini memakai kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) untuk merumuskan permasalahan dalam berbagai bidang. Foto diambil di kantor perusahaan yang terbentuk sejak 2014 itu di daerah Pejaten, Jakarta Selatan, Senin (10/12/2018).

Anjuran itu manjur. Dalam setahun masa jabatan Anies, ada 112.000 laporan, dengan 85 persen di antaranya ditindaklanjuti. Rama menduga, tren pelaporan dari warga itu bakal terus naik di kemudian hari. Penyebabnya adalah pemerintah masih merespons keluhan warga, walau durasi pengerjaannya tak sekilat dulu.

“Sistemnya sekarang juga sudah jauh lebih baik. Kinerja aplikasi di tingkat pengguna sudah membaik; tidak terlalu makan bandwidth, tidak boros batere. Sistem di Pemprov DKI juga sudah diperkuat,” kata Rama.

Sistem manajemen pelaporan berbasis digital ini lantas disebarkan ke kota/kabupaten lain. Hingga hari ini, terdapat 16 pemerintah kabupaten/kota yang menerapkan sistem smart city hasil pengembangan Qlue, di antaranya adalah Bengkulu, Sibolga, Manado, Probolinggo, Cilegon, dan Pare-pare. Bermitra dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi, Qlue memancang target penerapan smart city di 100 kota sebelum 2020.

Cara kerja aplikasi Qlue diterapkan pula di daerah bencana, seperti gempa bumi di Bima, NTB, dan yang terakhir di Palu, Sulawesi Tengah. Relawan BPBD dan lembaga bantuan bisa memetakan kebutuhan warga di daerah terdampak bencana dengan lebih cepat.

Kecerdasan buatan
Sistem pengawasan dan pemantauan berbasis internet ini kini telah sampai di tangan presiden. Presiden Joko Widodo menggunakan aplikasi rancangan Qlue untuk memantau permasalahan dan pencapaian pembanguan infrastruktur di berbagai tempat di Indonesia.

Istimewanya, program ini menerapkan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Dengan berbagai masukan data, AI ini bisa memberikan saran kunjungan kerja bagi presiden. “Misalnya ada pembangunan jalan tol di daerah tertentu yang butuh percepatan. AI bisa menyarankan presiden untuk mendatangi tempat itu dan mengambil kebijakan agar proyeknya bisa selesai tepat waktu,” kata Rama.

“Mimpi kami dari awal adalah presiden punya layar pantau (dashboard) besar untuk memantau apa yang terjadi di Indonesia. Siapa pun presidennya. Estimasinya (sistem) itu selesai dibangun pada 2020 setelah banyak kota/kabupaten yang pakai. Ternyata kami dikasih kesempatan lebih awal,” kata Rama.

Rama berkesempatan bertemu Presiden Jokowi di awal 2017. Ketika itu, dia menerangkan bahwa dashboard itu bisa dipakai untuk memonitor apa yang terjadi di Indonesia, memantau kinerja pemerintahan daerah, juga kementerian. Data-data itu bisa merumuskan infrastruktur apa yang bisa dibangun demi mengurangi beban hidup masyarakat.

Jokowi antusias. Permintaan itu dikerjakan cepat, dan telah difungsikan sejak Juni 2018. Melalui konsol itu terpantau permasalahan mana yang harus segera ditangani. Kecerdasan buatan yang merumuskan, presiden yang membereskan.

Pantauan kamera
Qlue merancang kecerdasan buatan lewat empat tenaga ahli yang telah berpengalaman sebagai data analyst di Silicon Valley. Menurut Rama, mereka memilih kerja di Qlue karena kedekatan perusahaan ini dengan pemerintah. Anak-anak muda berusia 24 hingga 25 tahun ini bersedia menyumbangkan kebisaan mereka untuk Indonesia.

“Ada banyak lulusan S3 dari kampus-kampus di luar negeri seperti Jepang dan Australia di bidang analisis data yang kerja di sini. Mereka ikut mengembangkan program Qlue Vision,” kata Rama. Dari semula hanya diawaki empat orang—satu di antaranya adalah pesuruh alias office boy—kini terdapat 100 pekerja berusia rata-rata 26 dan 27 tahun.

Qlue Vision adalah sistem pelaporan kepada instansi terkait menggunakan data dari kamera CCTV yang telah ditanam kecerdasan buatan. Sistem ini bisa memantau masalah parkir, keberadaan orang tak dikenal, hingga buronan polisi. Perhelatan Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang beberapa bulan silam memanfaatkan teknologi ini untuk memantau keberadaan tamu-tamu negara.

Rencananya, Qlue Vision akan jadi sistem penerapan tilang elektronik alias e-tilang di beberapa kota di luar Jakarta di tahun depan. Bagian pemberantasan narkotika di Kepolisian RI pun telah menggunakan aplikasi ini untuk mencari penjahat. Ada puluhan gembong narkotika yang diringkus polisi berkat bantuan Qlue.

Teknologi digital di tangan Rama dan timnya dirancang demi terciptanya masyarakat yang beradab. Untuk itu, ada tiga unsur yang harus bergerak berbarengan. Pertama adalah kepemerintahan yang bekerja efisien dan tidak berbelit-belit. Kedua adalah dukungan infrastruktur teknologi yang ramah pemakaian. Unsur ketiga adalah regulasi yang memayungi dua unsur sebelumnya.

“Perilaku warga bisa terbentuk dari ketiga unsur itu. Sederhananya, warga yang melaporkan tentang sampah lewat kanal berteknologi, lalu ditangani pemerintah. Sebagai warga yang sudah melaporkan hal itu, diharapkan ia sendiri tidak ikut-ikutan buang sampah sembarangan,” ucap Rama.(HEI)

KOMPAS/HERLAMBANG JALUARDI–Rama Raditya adalah CEO PT Qlue Performa Indonesia. Perusahaan itu melahirkan dan mengembangkan aplikasi ponsel bernama Qlue yang menjadi menampung keluhan warga atas kondisi sarana dan prasarana publik. Aplikasi itu kini memakai kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) untuk merumuskan permasalahan dalam berbagai bidang. Foto diambil di kantor perusahaan yang terbentuk sejak 2014 itu di daerah Pejaten, Jakarta Selatan, Senin (10/12/2018).

Rama Raditya

Lahir: Jakarta, 30 Oktober 1983

Pendidikan:
Valley Forge Military Academy & College Highschool Graduate, Information Technology 2000–2002
Strayer University, Bachelor of Applied Science, Computer and Information Systems Security/Information Assurance 2002-2005
Strayer University, Master of Science, Management Information Systems, General 2005-2007

HERLAMBANG JALUARDI

Sumber: Kompas, 14 Desember 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Meneladani Prof. Dr. Bambang Hariyadi, Guru Besar UTM, Asal Pamekasan, dalam Memperjuangkan Pendidikan
Pemuda Jombang ini Jelajahi Tiga Negara Berbeda untuk Menimba Ilmu
Mochammad Masrikhan, Lulusan Terbaik SMK Swasta di Jombang yang Kini Kuliah di Australia
Usai Lulus Kedokteran UI, Pemuda Jombang ini Pasang Target Selesai S2 di UCL dalam Setahun
Di Usia 25 Tahun, Wiwit Nurhidayah Menyandang 4 Gelar Akademik
Cerita Sasha Mahasiswa Baru Fakultas Kedokteran Unair, Pernah Gagal 15 Kali Tes
Sosok Amadeo Yesa, Peraih Nilai UTBK 2023 Tertinggi se-Indonesia yang Masuk ITS
Profil Koesnadi Hardjasoemantri, Rektor UGM Semasa Ganjar Pranowo Masih Kuliah
Berita ini 8 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 13 November 2023 - 13:59 WIB

Meneladani Prof. Dr. Bambang Hariyadi, Guru Besar UTM, Asal Pamekasan, dalam Memperjuangkan Pendidikan

Kamis, 28 September 2023 - 15:05 WIB

Pemuda Jombang ini Jelajahi Tiga Negara Berbeda untuk Menimba Ilmu

Kamis, 28 September 2023 - 15:00 WIB

Mochammad Masrikhan, Lulusan Terbaik SMK Swasta di Jombang yang Kini Kuliah di Australia

Kamis, 28 September 2023 - 14:54 WIB

Usai Lulus Kedokteran UI, Pemuda Jombang ini Pasang Target Selesai S2 di UCL dalam Setahun

Minggu, 20 Agustus 2023 - 09:43 WIB

Di Usia 25 Tahun, Wiwit Nurhidayah Menyandang 4 Gelar Akademik

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB