Indonesia terus berupaya meningkatkan daya saing dalam hal jumlah publikasi jurnal ilmiah internasional skala Asia Tenggara. Pada triwulan pertama 2018, Indonesia diklaim berhasil menggeser Singapura. Secara kuantitas, jumlah publikasi Indonesia menempati urutan kedua di ASEAN setelah Malaysia.
Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Dimyati, Rabu (11/4/2018), di Jakarta mengatakan, berdasarkan data publikasi internasional ASEAN yang terindeks Scopus per 6 April 2018, Indonesia memiliki 5.125 publikasi. Jumlah tersebut lebih tinggi dari Thailand dan Singapura.
Menurut Dimyati, peningkatan jumlah publikasi internasional para peneliti Indonesia memang menggembirakan. Namun, ada tantangan lain yang tidak mudah, yakni membuat publikasi ilmiah disitasi atau dikutip banyak orang.
Tidak banyak peneliti Indonesia, lanjut Dimyati, yang bisa tembus ke 100-200 top jurnal ilmiah dunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Kami akan membantu peneliti Indonesia terus meningkatkan kualitasnya dalam publikasi. Salah satunya dengan menulis bersama peneliti asing yang sudah punya nama. Ada kerja sama antara lain dengan Inggris dan Amerika Serikat,” kata Dimyati.
Secara terpisah, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir mengatakan, peningkatan kuantitas publikasi ilmiah internasional Indonesia harus berbanding lurus dengan kualitasnya. ”Untuk menggeser posisi Thailand saja kita butuh sekitar 20 tahun, yang kita capai tahun lalu. Sekarang bisa lebih unggul atas Singapura. Hal ini merupakan pencapaian yang sangat bagus bagi Indonesia. Namun, permasalahannya, jumlah publikasi meningkat drastis, tetapi sitasinya menurun. Mutu jurnal-jurnal yang ada di Indonesia harus terus didorong agar makin baik,” jelas Nasir.
Menurut Nasir, pencapaian Indonesia ini jadi pendorong bagi para akademisi dan peneliti agar tidak hanya mengejar kuantitas, tetapi juga dapat menjaga kualitas publikasi ilmiahnya.
Daya saing
Dari banyaknya riset yang terpublikasi diharapkan bisa dikembangkan menjadi inovasi yang bermanfaat untuk memacu produktivitas industri dan masyarakat. Tujuannya untuk menambah daya saing bangsa.
Guru Besar Institut Pertanian Bogor Musa Hubeis mengatakan, jumlah publikasi Indonesia yang meningkat di ASEAN tidak selalu berkorelasi dengan mutu dan konsistensi output (keluaran), bahkan outcomes (pengaruh). Jika korelasinya kuat, nantinya berdampak langsung pada peningkatan produktivitas di sektor ekonomi dan penciptaan nilai tambah yang berimplikasi pada daya saing yang didukung kreativitas dan inovasi berkelanjutan.
”Kebanyakan publikasi yang dihasilkan ini masih berasal dari penelitian parsial yang berada dalam program penelitian nasional yang tersebar di sejumlah kementerian/lembaga,” ujarnya.
Menurut Musa, penelitian harus fokus pula untuk membuat publikasi ilmiah yang dihasilkan dosen/peneliti perguruan tinggi dan peneliti di lembaga pemerintah maupun swasta agar dapat bersinergi memberikan kontribusi daya saing bangsa. (ELN)–ESTER LINCE NAPITUPULU
Sumber: Kompas, 12 April 2018