Promosi Doktor; Terapkan Kompetensi dan Etika Kedokteran

- Editor

Senin, 10 Agustus 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kecakapan bidang ilmu kedokteran dan keterampilan menerapkannya belum cukup sebagai bekal menjadi dokter. Itu karena dokter baik juga harus memiliki etika kedokteran berbasis keutamaan.

Demikian inti disertasi Tarcisius Sintak Gunawan, “Peluang dan Tantangan Etika Kedokteran Berbasis Keutamaan Menurut Edmund D Pellegrino dan David C Thomasma dalam Sistem Layanan Kesehatan”, pada sidang terbuka promosi doktor di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Sabtu (8/8), di Jakarta. Ia meraih predikat yudisium sangat baik.

Pellegrino mendefinisikan keutamaan sebagai ciri watak baik dan sesuai tujuan spesifik manusia. Dokter berkeutamaan punya pengetahuan, karakter, dan kemampuan memilih perbuatan baik. Menurut Pellegrino dan Thomasma, ada delapan keutamaan dokter di antaranya setia pada janji, belas kasih, keadilan, keberanian, integritas, dan tak mendahulukan kepentingan diri.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Namun, profesi dokter menghadapi situasi lebih kompleks daripada beberapa dekade lalu. Dokter mesti memahami situasi, pandangan pasien, kemampuan diri dan institusi, serta faktor lain yang memengaruhi pengobatan pasien, seperti sistem layanan dan pembiayaan kesehatan.

Untuk itu, dokter berkeutamaan punya integritas moral untuk memegang sumpah dokter agar mengutamakan kepentingan pasien. “Dokter berkeutamaan punya ilmu kedokteran, moralitas, karakter baik,” ujarnya.

Namun, program pendidikan kedokteran menekankan penguasaan ilmu dan teknologi kedokteran, mengabaikan pengembangan karakter calon dokter. Padahal, penerapan etika kedokteran berbasis keutamaan akan optimal jika dipelajari sejak masa pendidikan kedokteran. Materi etika itu sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia.

Menurut Prof Franz Magnis-Suseno, promotor Sintak, disertasi Sintak penting menghadapi beragam soal etika kedokteran. Dokter perlu punya keutamaan, bukan hanya moralitas.(ADH)
—————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 Agustus 2015, di halaman 14 dengan judul “Terapkan Kompetensi dan Etika Kedokteran”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 10 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB