Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif berharap masyarakat sipil bisa dilibatkan dalam jaringan data spasial nasional. Itu agar peta-peta yang telah dihasilkan masyarakat bisa menjadi pertimbangan dalam menyusun satu peta nasional yang lengkap.
”Pemetaan partisipatif telah dilakukan di sebagian masyarakat adat atau tradisional. Di dalam jaringan data spasial nasional, ini diletakkan di mana? Kami ingin masyarakat sipil masuk dalam jaringan data spasial nasional,” kata Kasmita Widodo dari Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP), di Jakarta, Jumat (22/11).
Saat ini, kejelasan pengakuan areal kawasan adat menjadi tuntutan pascaputusan Mahkamah Konstitusi No 11/2012. Dalam amar putusannya terkait Undang-Undang No 41/1999 tentang Kehutanan diakui bahwa hutan adat bukan hutan negara.
Kepastian konstitusi tersebut direspons beberapa kelompok masyarakat dengan mengapling tanah-tanah adatnya. Namun, pengaplingan saja dinilai tidak memiliki legalitas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Oleh karena itu, ia meminta agar organisasi masyarakat sipil diakui dalam jaringan data spasial nasional yang kini berisi 15 kementerian/lembaga di bawah koordinasi Badan Informasi Geospasial (BIG). Melalui keterlibatan aktif dan masuk dalam sistem, masyarakat bisa mengontrol dan memberikan masukan atas data spasial yang dihasilkan.
Terkait hal ini, Priyadi Kardono, Deputi Informasi Geospasial Tematik BIG, mengatakan, pemetaan hutan adat harus dilakukan dan disetujui Kementerian Kehutanan. (ICH)
Sumber: Kompas, 23 November 2013