Minat yang tinggi terhadap kelas internasional di perguruan tinggi dalam negeri yang menawarkan program double degree atau gelar ganda, terjadi karena adanya alternatif bagi peserta didik. Mereka yang ingin kuliah di luar negeri tetapi tidak memiliki cukup biaya, bisa mengambil program kelas internasional di universitas dalam negeri.
Sebagian universitas, bahkan menawarkan beasiswa untuk kelas internasional gelar ganda. Ada yang berupa beasiswa penuh, ada pula yang memberi potongan biaya kuliah. Fasilitas tersebut juga membuat mahasiswa tertarik dengan program kuliah gelar ganda.
Salah satu penerima beasiswa itu adalah Zainal Mutaqin (24 Tahun), yang menerima Beasiswa Unggulan Biro Perencanaan Kerjasama Luar Negeri (BU-BPKLN). Ia mendapat beasiswa gelar ganda di Jurusan Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang. Selama setahun, ia kuliah di Universitas Brawijaya, setelah itu ia kuliah selama setahun di National Pingtung University of Science and Technology (NPUST) Taiwan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
SUCIPTO UNTUK KOMPAS–Suasana Upacara Wisuda Sarjana Reguler dan Sarjana Kelas Internasional Universitas Indonesia pada Jumat, (31/8/2018) di Depok.
“Saya dibebaskan biaya kuliah. Saya hanya menanggung biaya hidup. Program gelar ganda ini lebih meringankan. Biaya hidup di Malang cukup ringan, jadi saya bisa menabung untuk biaya hidup di Taiwan,” kata Mutaqin ketika dihubungi pada Sabtu (1/9/2018).
Ia mengatakan, biaya sekali makan di Taiwan setara dengan dua kali biaya makan di Malang. Di Malang, ia bisa mendapatkan satu porsi makanan dengan harga Rp 10.000, sedangkan di Taiwan ia setidaknya mengeluarkan uang Rp 22.000 untuk sekali makan. Praktis, pembagian waktu kuliah di dalam dan luar negeri membuat pengeluaran untuk biaya hidup selama masa kuliah tidak terlalu besar dibanding kuliah penuh di luar negeri.
Mutaqin mendapat pengalaman belajar yang berbeda ketika kuliah di Taiwan. Setiap mata kuliah memiliki jadwal kunjungan ke industri di bidang pertanian. Hal itu membuatnya tertarik dunia bisnis. “Porsi belajar di kelas dan kunjungan ke industri seimbang. Itu jadi menginspirasi saya, nanti setelah lulus ingin mencoba bisnis,” ujar Mutaqin.
Potensi
Kelas internasional di dalam negeri dibuka karena memiliki potensi. Banyaknya mahasiswa Indonesia yang kuliah ke luar negeri dilihat sebagai peluang bagi kampus di Indonesia untuk membuat kelas internasional.
Wakil Rektor II Univesitas Multimedia Nusantara (UMN), Andrey Andoko, mengatakan, banyaknya mahasiswa yang kuliah ke luar negeri berdampak pada pertambahan devisa ke luar negeri. Hal itu juga salah satu alasan membuka program kelas internasional gelar ganda.
UMN membuka kelas internasional Ilmu Komputer pada 2017, bekerja sama dengan Swinburne University of Technology, Melbourne. Jurusan itu dipilih dengan pertimbangan kebutuhan tenaga kerja di bidang ilmu komputer di Indonesia saat ini tinggi.
Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto juga membuka kelas internasional. Dekan FEB Unsoed, Suliyanto, mengatakan, permintaan pasar menghendaki tenaga kerja yang cakap berbahasa Inggris, dan berpengalaman internasional.
Unsoed merupakan Badan Layanan Umum (BLU), yakni instansi di lingkungan pemerintah yang diatur untuk tidak mengutamakan keuntungan dalam kerjanya. Hal itu berpengaruh kepada biaya kuliah yang harus dibayarkan mahasiswa. “Uang Kuliah Tunggal (UKT) untuk kelas internasional sama dengan kelas reguler, yakni antara Rp 500.000 hingga Rp 9,5 juta,” kata Suliyanto.
Ketika mahasiswa menjalani program kuliah di luar negeri, besaran biaya kuliah disesuaikan dengan biaya kuliah kampus di luar negeri. Mahasiswa dibebaskan memilih universitas tujuan yang sudah bermitra dengan universitas. (SUCIPTO)–ADI PRINANTYO
Sumber: Kompas, 3 September 2018