Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengajak para produsen yang menghasilkan sampah kemasan di lingkungan untuk berkontribusi pada pengurangan timbulan sampah di laut. Mereka agar mau bertanggung jawab atas sampah kemasan tersebut serta mengubah cara pemasaran atau teknologi kemasan yang ramah lingkungan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Sebuah ”monster plastik” berbentuk ikan lentera yang biasa hidup di laut dalam ditampilkan dalam Pawai Bebas Plastik pada Hari Bebas Kendaraan Bermotor (Car Free Day) di Jakarta, Minggu (21/7/2019). Dengan diarak sejauh 2,5 kilometer dari Bundaran Hotel Indonesia menuju Monumen Nasional, monster yang terbuat dari aneka sampah kemasan dan keresek ini ingin mengajak masyarakat membatasi penggunaan plastik sekali pakai yang berpotensi dapat mengotori laut. Pawai Bebas Plastik adalah gerakan bersama sekitar 1.000 orang yang mengajak masyarakat menunjukkan komitmennya untuk menolak plastik sekali pakai. Pawai ini bertujuan mengajak masyarakat mendeklarasikan komitmen yang akan mereka jalani dalam kehidupan sehari-hari, seperti menolak tas plastik kresek sekali pakai, menolak sedotan plastik, memilih curah ketimbang saset, memilah sampah di rumah, dan membersihkan sampah plastik layak daur ulang sebelum membuangnya.
Tanpa kontribusi para produsen, upaya membersihkan sampah di lingkungan, baik darat maupun laut, tidak akan ada habis-habisnya. Ini diibaratkan keran sampah kemasan yang terus mengalir sehingga upaya mengepel atau membersihkannya seolah-olah tidak berdampak. Keran sampah kemasan dari produsen ini agar dibatasi supaya sampah yang dihasilkan bisa terkelola dan tak membebani lingkungan.
”(Produsen agar) Tarik kembali sampahnya. Sampah yang terkumpul di masyarakat ditarik kembali dan dikelola. Agar asosiasi ikut tanggung jawab juga. Kita bersama-sama juga memerangi. Jadi, tidak hanya kita yang bergerak,” kata Susi Pudjiastuti saat memimpin Pawai Bebas Plastik, Minggu (21/7/2019) pagi, yang memanfaatkan Hari Bebas Kendaraan Bermotor di Jakarta.
Dengan berjalan sejauh 2,5 kilometer dari Bundaran Hotel Indonesia menuju panggung aspirasi di Monumen Nasional, tepat seberang Istana Negara, Susi menyerukan agar masyarakat bergabung dalam kampanye tersebut. Ia berharap melalui kampanye seperti ini, masyarakat tersadarkan dan mau mengubah perilaku untuk mengurangi sampah plastik yang dihasilkan.
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Ribuan warga, Minggu (21/7/2019), bergabung dalam Pawai Bebas Plastik pada Hari Bebas Kendaraan Bermotor (Car Free Day) di Jakarta. Dengan berjalan kaki sejauh 2,5 kilometer dari Bundaran Hotel Indonesia menuju Monumen Nasional, mereka mengajak masyarakat membatasi penggunaan plastik sekali pakai yang berpotensi dapat mengotori laut.
Upaya itu di antaranya dengan menolak pemakaian plastik sekali pakai, seperti keresek (kantong belanja), sedotan, styrofoam, sedotan plastik, serta sendok dan garpu makan plastik. Termasuk juga, Susi mengimbau agar para perokok tidak membuang sampah filter rokok sembarangan karena busa filter tersebut juga terbuat dari plastik yang membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terurai.
Kontribusi produsen tersebut sangat penting karena dari 60 juta ton sampah di Indonesia, sejumlah 15 persen di antaranya merupakan plastik. Jenis plastik tersebut didominasi oleh plastik sekali pakai, mulai dari kemasan saset, kantong plastik, sedotan, styrofoam, hingga popok.
Ironisnya, sebagian timbulan sampah di Indonesia belum terkelola baik sehingga membebani lingkungan, termasuk laut. Indonesia pada 2025 menargetkan bisa mengurangi 70 persen sampah di laut.
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO–Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti membawa toa atau pelantang suara, Minggu (21/7/2019), bergabung dalam Pawai Plastik pada Hari Bebas Kendaraan Bermotor (Car Free Day) di Jakarta.
Status darurat
Imam Musthofa Zainudin, Direktur Program Kelautan dan Perikanan WWF Indonesia—yang juga berkolaborasi dalam Pawai Bebas Plastik—mendesak pemerintah untuk menetapkan status ”Indonesia darurat sampah plastik sekali pakai”. Selanjutnya, kepada produsen agar diberlakukan kewajiban atas produsen dan pelaku usaha untuk bertanggung jawab atas sampahnya, seperti diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Beberapa detail tanggung jawab itu ialah produsen agar mengambil kembali sampah kemasan yang dihasilkannya, berinovasi merancang kemasan plastik daur ulang/kemasan prolingkungan, dan mengubah pola distribusi dengan tidak menggunakan plastik sekali pakai. Terkait dengan tanggung jawab produsen ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sedang menyusun peta jalan 10 tahunan bagi para produsen untuk mengurangi sampah plastik dan mengubah pola distribusinya.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sedang menyusun peta jalan 10 tahunan bagi para produsen untuk mengurangi sampah plastik dan mengubah pola distribusinya.
Robi dari grup music Navicula mengatakan, dirinya datang dari Bali ke Jakarta membawa truk sampah pada 11 Juli 2019. Di sepanjang jalan di Surabaya, Mojokerto, Yogyakarta, Cirebon, dan Jakarta, mereka memungut sampah dan mendapatkan 500 kilogram sampah plastik. Ini ia lakukan untuk mendorong agar Pemprov DKI Jakarta tak ragu mengikuti langkah Pemprov Bali serta sejumlah kabupaten/kota di Indonesia yang telah menerapkan larangan penggunaan plastik sekali pakai.
Tiza Mafira, Direktur Eksekutif Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik, menambahkan, putusan Mahkamah Agung terkait dengan uji materi Peraturan Gubernur Bali tentang pembatasan plastik sekali pakai telah menyatakan pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk melarang plastik sekali pakai.
”Hal ini merupakan kemenangan tidak hanya untuk Bali yang menjadi target gugatan uji materiil di Mahkamah Agung, tetapi juga merupakan afirmasi kepada semua daerah, termasuk DKI Jakarta yang sedang merencanakan pelarangan plastik sekali pakai,” ujarnya.–ICHWAN SUSANTO
Editor YOVITA ARIKA
Sumber: Kompas, 21 Juli 2019