Terlalu Banyak Program Studi Tertentu Picu Pengangguran
Pertumbuhan program studi idealnya selaras dengan kebutuhan pasar kerja dan pembangunan, tidak hanya mengikuti fenomena tren tertentu. Jika program studi tertentu terlalu berlebihan jumlahnya, dikhawatirkan jumlah lulusan tidak seimbang dengan kebutuhan, lalu memicu pengangguran terdidik di Indonesia.
Kepala Subdirektorat Pendidikan Tinggi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Amich Alhumami mengatakan, pengembangan program studi (prodi) di Indonesia mengacu tren pasar tertentu. Prodi kerap dibuka tanpa kajian kebutuhan pengguna lulusan, seperti dunia usaha (industri) dan kebutuhan pembangunan.
Tidak heran jika laporan Bank Dunia menyebutkan terjadi ketaksambungan antara lulusan perguruan tinggi dan kebutuhan pengguna. ”Pembukaan dan penutupan program studi sebenarnya hal biasa. Tetapi, sering pembukaan program studi tak dengan dasar survei kebutuhan, tetapi sekadar mengikuti fenomena sehingga asal-asalan,” ujar Amich, Selasa (20/1). Penyelenggaraan prodi pun jadi tak sesuai standar sehingga lulusannya tidak memenuhi standar dan hanya menciptakan pengangguran terdidik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pertanian dan maritim
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2015-2019 oleh Bappenas, peningkatan mutu perguruan tinggi menjadi hal serius. Sehubungan dengan upaya peningkatan relevansi dan daya saing pendidikan tinggi, strategi terkait prodi adalah pengembangan jurusan-jurusan inovatif sesuai kebutuhan pembangunan dan industri.
Amich mengatakan, pengembangan jurusan-jurusan tersebut disertai peningkatan kompetensi lulusan berdasarkan bidang ilmu dan kebutuhan pasar kerja. Peningkatan kompetensi itu terutama dalam bidang pertanian, maritim, pariwisata, industri manufaktur, dan ekonomi kreatif.
Kebanyakan noneksakta
Amich menambahkan, penilaian usulan pembukaan prodi baru di perguruan tinggi negeri dan swasta harus lebih selektif. Perlu diseimbangkan pembukaan prodi untuk disiplin ilmu-ilmu sosial, humaniora, sains, keteknikan, dan kedokteran. Pemerintah juga harus melindungi program-program studi yang mengembangkan disiplin ilmu langka peminat, seperti Sastra Jawa, Arkeologi, Filologi, Filsafat, dan Tafsir Hadis.
Direktur Kelembagaan dan Kerja Sama Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Hermawan Kresno Dipojono mengakui, jika usulan prodi lebih banyak noneksakta, terutama yang sedang diminati masyarakat. Namun, kini, pembukaan prodi kini diutamakan untuk program vokasi ataupun yang mendukung kebijakan pembangunan, seperti di bidang sains, teknik, dan pertanian.
Dari seleksi masuk perguruan tinggi negeri beberapa tahun terakhir, prodi favorit mahasiswa hampir selalu sama. Pada Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri 2014, ada prodi dengan peminat terbanyak, yaitu Manajemen, Akuntansi, Teknik Informatika/Ilmu Komputer/Teknologi Informasi/Sistem Informasi, Pendidikan Guru SD, Hukum, Pendidikan Dokter, Psikologi, Ilmu Komunikasi, Farmasi, dan Ilmu Kesehatan Masyarakat. (ELN)
Sumber: Kompas, 22 Januari 2015