Pengembangan blok minyak dan gas bumi Masela di Maluku harus melibatkan sumber daya manusia setempat. Karena itu, setelah keputusan Presiden Joko Widodo menetapkan pengelolaan blok tersebut dilakukan di darat, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi harus mendorong upaya persiapan agar warga Maluku bisa bekerja di Blok Masela.
“Universitas Pattimura siapkan SDM (sumber daya manusia). Kalau belum ada fakultas, misalnya Teknik Minyak dan Teknik Geologi, siapkanlah itu. Nanti, empat-lima tahun sudah lulus. Saya sudah perintahkan itu ke Menristek dan Dikti agar segera menyiapkan Politeknik Ambon dan juga di Universitas Pattimura,” ujar Jokowi saat meresmikan Jembatan Merah Putih di Ambon, Maluku, Senin (4/4).
Presiden menyatakan, SDM untuk bekerja di Blok Masela harus disiapkan sejak awal sehingga investor tidak bisa mengatakan bahwa tidak ada SDM yang tersedia di wilayah tersebut. “Keperluannya berapa, dihitung. Kalau mereka butuh 1.000 orang, siapkan 2.000 orang. Pilih dengan seleksi yang baik,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Presiden juga meminta Pemerintah Provinsi Maluku ikut menyiapkan SDM, mengingat pembangunan Blok Masela dimulai 8 tahun lagi. “Semestinya kebutuhan SDM disuplai oleh Maluku. Jangan sampai, saya sudah memaksa (dibangun) di darat, SDM malah dari luar,” katanya.
Menurut Jokowi, dari sisi investor, mereka senang jika pengelolaan Blok Masela dilakukan di laut. Namun, dari sisi pembangunan wilayah serta pembangunan nasional, pemerintah menilai lebih menguntungkan jika blok itu dikelola di darat. “Kita hitung, di darat, itu akan memberikan dampak yang lebih besar,” ucapnya.
Blok Masela berada antara Kabupaten Maluku Tenggara Barat dan Maluku Barat Daya. Nama Masela diambil dari nama salah satu pulau yang masuk di Maluku Barat Daya. Titik pengeborannya merupakan wilayah terluar yang berbatasan langsung dengan Australia.
Blok Masela dikelola Inpex Corporation (Jepang) bersama Shell (Belanda). Perjanjian kontrak bagi hasil ditandatangani pada 16 November 1998 dan berlaku selama 30 tahun, yakni hingga 2028. Blok Masela menyimpan kekayaan gas bumi sebanyak 10,73 triliun kaki kubik (Kompas, 8/10/2015).
Di wilayah Maluku Tenggara Barat dan Maluku Barat Daya, pekan lalu, warga masing-masing kabupaten menginginkan pembangunan kilang dilakukan di dua kabupaten itu. Warga Maluku Tenggara Barat menghendaki di Pulau Selaru, sementara warga Maluku Barat Daya menginginkan di Pulau Babar.
“Pulau Selaru layak karena cukup besar. Jarak Selaru hanya 90 kilometer dari pusat pengeboran gas,” kata Israel Sarbunan (30), warga Pulau Selaru yang ditemui di Saumlaki.
Adapun Mesak Fransz (45), warga Pulau Babar, juga berharap ada kilang di Maluku Barat Daya. “Tujuannya agar efek gas Masela dirasakan warga di Maluku Barat Daya yang tingkat kemiskinannya paling tinggi di Maluku,” ujarnya. Angka kemiskinan di dua kabupaten itu 27 persen dari jumlah penduduk. (FRN/SON)
——————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 5 April 2016, di halaman 12 dengan judul “Presiden: Siapkan Warga Maluku Kelola Blok Masela”.
———————-
Perguruan Tinggi Diajak Bersinergi Siapkan SDM
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi merespons instruksi Presiden Joko Widodo terkait pengembangan sumber daya manusia untuk mengembangkan proyek gas alam Masela di Maluku. Langkah awal yang ditempuh adalah mengajak sejumlah organisasi dan perguruan tinggi untuk bersinergi.
Hal itu dikemukakan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek dan Dikti) Muhammad Nasir dalam konferensi pers di gedung Kemristek dan Dikti, Jakarta, Selasa (5/4). Hadir juga dalam kegiatan itu, antara lain, Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia Achmad Hermanto Dardak; Rektor Universitas Pattimura, Maluku, Marthinus Johannes Saptenno; dan Direktur Politeknik Ambon Miegsjeglorie Viansjemeanos Putuhena.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta Menristek dan Dikti untuk menyiapkan sumber daya manusia (SDM) di Politeknik Ambon dan Universitas Pattimura. Hal itu dilakukan Jokowi karena telah meminta proyek Masela dibangun di darat agar lebih menguntungkan daerah sekitar pekerjaan tersebut (Kompas, 5/4).
Menurut Nasir, tujuh program studi keteknikan dan kualifikasi pendidikan telah ditetapkan bersama untuk calon tenaga kerja yang segera dididik untuk proyek ini.
Ketujuh program studi keteknikan itu adalah bidang perminyakan, mesin, elektro, kimia, industri, fisika, dan sipil.
Adapun ketujuh kualifikasi pendidikan itu terbagi atas sarjana teknik dan magister teknik (universitas); diploma I, II, III, dan sarjana teknik terapan (politeknik); serta insinyur profesional (profesi).
Saptenno menjelaskan, kebutuhan program studi itu masih bisa terpenuhi oleh Universitas Pattimura saat ini kecuali perminyakan. Ia menambahkan, fasilitas laboratorium yang belum mumpuni, milik perguruan tinggi itu, jadi kendala.
Kekurangan yang sama dialami Politeknik Ambon. Putuhena menuturkan, saat ini lembaga pendidikan yang dipimpinnya itu hanya mengasuh program studi bidang sipil, elektro, dan mesin. “Ke depan, kami akan menambah program studi. Selain itu, laboratorium kami juga tidak memadai,” katanya.
Melihat kendala universitas itu, pihak Kemristek dan Dikti mengadakan kerja sama dengan berbagai lembaga pelatihan untuk mendidik calon tenaga kerja setelah lulus pendidikan. Beberapa fasilitas yang akan digunakan yaitu akademi PT Badak NGL (Kalimantan Barat) serta Sekolah Tinggi Energi dan Mineral Akademi Migas Cepu (Jawa Tengah). “Kami juga akan mengajak dosen dari perguruan tinggi seperti ITS, ITB, UGM, dan UI untuk mengajar di kedua lembaga itu,” kata Nasir. (C02)
———————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 6 April 2016, di halaman 12 dengan judul “Perguruan Tinggi Diajak Bersinergi Siapkan SDM”.