Presiden Joko Widodo mendorong agar kegiatan riset tidak sekadar menghasilkan dokumen laporan semata, tetapi harus mampu menyelesaikan permasalahan bangsa. Dalam lima tahun tahun ke depan, pemerintah juga menargetkan peningkatan kontribusi swasta mencapai dua kali lipat.
KOMPAS/FAJAR RAMADHAN–Prosesi pembukaan Rakornas Kemenristek/BRIN di Tangerang Selatan, Kamis (30/1/2020).
Presiden Joko Widodo menghadiri Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN) di Tangerang Selatan, Kamis (30/1/2020).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam kesempatan tersebut, presiden mendorong agar Kemenristek/BRIN memandu pengembangan proyek-proyek riset strategis dalam negeri. Proyek riset yang dimaksud adalah riset yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menyelesaikan permasalahan bangsa dan memanfaatkan peluang global bagi kemajuan bangsa.
”Saya meminta Kemenristek/BRIN agar mampu mendeteksi dan mengidentifikasi topik riset yang strategis dan inovatif. Riset yang sesuai dengan kebutuhan bangsa,” katanya.
Turut hadir dalam rakornas tersebut, Presiden ke-5 RI sekaligus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Megawati Soekarnoputri, Ketua DPR Puan Maharani dan sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju.
Presiden menekankan agar jajaran birokrat dalam Kemenristek/BRIN tidak hanya duduk di belakang meja kerja. Mereka harus turun ke masyarakat untuk mengidentifikasi masalah yang terjadi. Masalah tersebut, kemudian harus bisa diselesaikan melalui riset dan inovasi.
”Arah kita harus konkret. Kemenristek/BRIN harus menjadi intelijen inovasi bangsa,” tambahnya.
Terkait dengan hal tersebut, secara lebih teknis presiden meminta Kemenristek/BRIN untuk segera melakukan beberapa konsolidasi. Pertama, mereka harus mengelola agenda riset strategis nasional dari berbagai bidang, seperti energi, pangan, farmasi, pertahanan, dan teknologi informasi.
”Misalnya, minggu depan saya dan BPPT akan rapat terbatas membahas tentang pesawat nirawak. Pesawat ini harus segera dikembangkan, termasuk untuk pertahanan,” katanya.
KOMPAS/FAJAR RAMADHAN–Presiden Joko Widodo saat menghadiri Rakornas Kemenristek/BRIN di Tangerang Selatan, Kamis (30/1/2020).
Arahan presiden selanjutnya adalah terkait optimalisasi anggaran riset. Kemenristek/BRIN diminta mendorong hilirisasi inovasi dari para lembaga penelitian dan pengembangan (litbang). Sebab, jika digabungkan, anggaran riset dari seluruh litbang bisa mencapai Rp 27,1 triliun.
Presiden berharap agar dilakukan hilirisasi inovasi yang baik dari para litbang yang dikelola Kemenristek/BRIN. Ia berjanji, jika hal tersebut bisa diwujudkan, anggaran puluhan triliunan tersebut dapat dilipatgandakan hingga tiga kali lipat.
”Anggaran Rp 27,1 triliun sudah sangat besar. Jangan sampai kita riset hanya menghasilkan laporan-laporan riset dan ditaruh di lemari. Tahun depan riset lagi, laporan ditaruh lagi,” kata presiden.
Selain itu, presiden juga meminta agar Kemenristek/BRIN memacu peran aktor-aktor dalam proyek inovasi strategis nasional. Bukan hanya dari 329 unit riset milik kementerian dan lembaga yang mereka kelola saja, tetapi juga dari pihak swasta.
”Kita bisa berikan insentif pada swasta lewat Super Deduction Tax. Di Korea Selatan, saya amati periset-perisetnya hampir sebagian besar bekerja di perusahaan swasta,” ujarnya.
Tingkatkan hilirisasi
Pembentukan Kemenristek/BRIN bertujuan untuk mengintegrasikan seluruh kegiatan riset yang dilakukan oleh lembaga-lembaga litbang. Hal ini dimaksudkan agar agenda riset pada masa mendatang tidak saling tumpang tindih. Bahkan, peneliti bisa saling berkolaborasi.
Menristek/Kepala BRIN Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, program riset dan inovasi yang akan dikembangkan ke depan akan didorong untuk menghasilkan teknologi tepat guna, peningkatan hilirisasi dan mengurangi impor. Seluruh kegiatan riset akan disesuaikan dengan prioritas riset nasional.
”Kami memiliki semacam kewenangan untuk memberikan persetujuan kegiatan riset. Kalau sesuai dengan prioritas riset nasional, tentu akan kami setujui,” katanya.
Guna mendorong peran swasta untuk terlibat mengembangkan riset, pemerintah sudah menyiapkan insentif berupa super deduction tax hingga 300 persen. Hal tersebut belum bisa diterapkan karena hingga kini Kemenristek/BRIN masih menunggu peraturan operasional dari Menteri Keuangan.
”Kami telah berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Perekonomian untuk menentukan skemanya,” ujarnya.
Menurut Bambang, saat ini pemerintah sangat dominan memberikan anggaran riset dan penelitian, yakni sebesar 80 persen, sedangkan kontribusi swasta masih sekitar 20 persen. Dalam lima tahun ini, kontribusi swasta akan didorong menjadi 40 persen.
”Bukan berarti anggaran pemerintah diturunkan, tapi swastanya yang mesti dinaikkan lagi,” katanya.
Sementara itu, Kemenristek/BRIN juga masih menyusun Peraturan Presiden mengenai struktur organisasi baru mereka. Diharapkan, hal tersebut akan tuntas pada Februari mendatang.
Sementara itu, Megawati Soekarnoputri mengingatkan agar kerja sama riset dengan negara lain tetap mengedepankan prinsip kedaulatan negara. Bukan berarti, kerja sama tersebut membelenggu Indonesia sehingga tidak mampu mengatasi ketertinggalan dengan negara lain.
”Mari kita manfaatkan kontribusi dari anak-anak bangsa. Bukan berarti kita anti-asing, tetapi banyak anak-anak kita yang memiliki potensi,” katanya.
Oleh FAJAR RAMADHAN
Editor: PASCAL S BIN SAJU
Sumber: Kompas, 30 Januari 2020