Selama beberapa tahun terakhir, populasi lutung jawa (Trachypithecus auratus) terus berkurang. Perusakan hutan yang merupakan habitat lutung jawa serta perburuan dan perdagangan satwa itu menyebabkan kelestarian satwa dilindungi itu terancam.
”Perburuan dan perdagangan lutung jawa terus terjadi, termasuk memakai internet dan media sosial. Padahal, lutung jawa merupakan satwa dilindungi sehingga tak boleh diperjualbelikan,” kata juru kampanye Profauna, Swasti Prawidya Mukti, Jumat (19/9), di sela-sela kampanye pelestarian lutung jawa di Jalan Malioboro, Yogyakarta.
Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, lutung jawa termasuk satwa dilindungi. Mereka yang memperjualbelikan hewan itu diancam pidana penjara lima tahun dan denda Rp 100 juta. Meski demikian, perdagangan lutung jawa yang habitatnya tersebar di Pulau Jawa, Bali, dan Lombok terus terjadi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Swasti menyatakan, di Pulau Jawa, lutung jawa paling banyak ditemui di hutan-hutan di Jawa Barat dan Jawa Timur. Hewan itu juga ditemukan di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), misalnya di lereng Gunung Merapi dan Merbabu. ”Hingga kini, jumlah populasi lutung jawa belum bisa dipastikan. Yang jelas, jumlahnya terus berkurang karena diburu,” ujarnya.
Menurut pengamatan Profauna di sejumlah hutan, populasi lutung jawa menurun. Beberapa tahun lalu, Profauna masih menemukan 10 kelompok lutung jawa di Hutan Arjuna, Jatim. Kini, pihaknya hanya menemukan satu atau dua kelompok.
Sejauh ini banyak warga belum mengetahui lutung jawa dan statusnya sebagai satwa dilindungi. Karena itu, Profauna terus menggelar kampanye di ruang publik untuk menumbuhkan kesadaran tentang hewan itu.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Yogyakarta Halik Sandera menyatakan, lemahnya pengawasan dan penegakan hukum membuat banyak satwa dilindungi diperjualbelikan di pasar hewan secara terbuka. ”Pemerintah harus lebih serius mengawasi upaya perburuan dan perdagangan satwa dilindungi,” katanya. (HRS)
Sumber: Kompas, 20 September 2014