“EH, kamu mau ke mana setelah lulus SMU?” tanya gadis manis berseragam putih abu abu itu kepada teman laki lakinya. “Belum tahu, tapi bokap pengin gue masuk teknik mesin. Kalau bisa ITB atau UI,” jawab temannya santai. “Kamu sendiri mau kemana?”
“WAH, kalau aku sih mau belajar manajemen, kalau bisa di UI atau Trisakti. Di samping memang suka, juga biar lebih fleksibel di tengah kondisi perekonomian yang terus berubah,” jawab gadis tadi. Temennya tertawa. “Asal kamu jangan nyesel saja, soalnya setahuku sarjana manajemen yang baru lulus seringkali susah mendapatkan pekerjaan. Paling juga jadi sales,”katanya. “Beda dengan sarjana teknik, kadang-kadang belum lulus sudah nyambi bekerja, dan gajinya juga lebih gede dari sarjana manajemen.”
Percakapan seperti ini biasa terdengar saat saat seperti sekarang ini, di mana para lulusan SMU bersaing untuk mendapatkan tempat di perguruan perguruan tinggi terbaik di negeri ini. Yang berhasil masuk akan tertawa gembira sambil membayangkan masa depan yang cerah beberapa tahun kemudaian, sedangkan yang gagal boleh gigit jari dan masuk ke perguruan tinggi yang dijadikan alternatif kedua atau ketiga. Tapi benarkah masa depan mereka akan secerah yang mereka bayangkan? Seberapa penting faktor latar belakang pendidikan, atau jurusan, dalam menentukan keberhasilan seseorang dalam karier profesionalnya?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ada pendapat, mutiara tetap mutiara walaupun jatuh ke dalam lumpur. It’s only a matter of time before it shines again Artinya, orang yang benar benar hebat dan berbakat pasti akan sukses, apa pun latar belakangnya. Bung Kamo dikenal sebagai negarawan besar dan politisi yang handal walau beliau sebenarnya belajar teknik sipil dan arsitektur di ITB. Laksamana Sukardi juga belajar teknik sipil di sekolah yang sama, tapi malah sukses sebagai bankir di Citibank dan Lippobank, sebelum akhirnya terjun ke politik.
Masalahnya, tidak semua orang dikaruniai bakat besar seperti Bung Karno dan tokoh tokoh hebat lainnya. Bagi sebagian besar orang, jalan menuju sukses harus didaki dan dipersiapkan sejak dini, dan memilih jurusan di perguruan tinggi merupakan bagian dari proses ini. Sayangnya, tidak banyak lulusan SMU yang sudah punya gambaran yang jelas tentang prospek karier yang diidamkan, sehingga mereka juga sulit untuk mengambil keputusan yang tepat dalam menentukan pilihan jurusan sebagai latar belakang perdidikan.
Tulisan ini tidak bermaksud untuk membahas prospek dari tiap tiap jurusan yang ada di perguruan tinggi, tapi sekadar memberikan gambaran tentang prospek dari dua jurusan yang paling populer: teknik dan manajemen. Di dalam era pembangunan dan perkembangan teknologi yang begitu pesat, khususnya sebelum krisis ekonomi melanda kita, para sarjana teknik tampak lebih mudah mencari pekerjaan dibanding jurusan lainnya, termasuk manajemen, dengan gaji awal yang relatif tinggi untuk fresh graduate.
Sebaliknya, bukan rahasia lagi bahwa posisi posisi puncak yang bergaji milyaran rupiah per tahun pada umumnya adalah posisi posisi manajemen, bukan teknik. Jadi, walaupun para sarjana teknik berhasil “mencuri start” pada awal karier mereka, pada akhirnya mereka harus memberi jalan kepada para alumni sekolah bisnis yang kariernya sering melesat cepat menembus hi¬rarki perusahaan. Kenapa bisa demikian?
Sarjana teknik, dengan keahlian mereka yang khusus, merupakan aset yang sangat dibutuhkan perusahaan. Bagi perusahaan perusahaan manufaktur atau teknologi, sarjana-sarjana teknik mendapatkan posisi yang lebih dari cukup.
Walaupun demikian, selama mereka tetap berada dalam bidang teknis yong menjadi spesialisasi mereka, mereka akan sulit untuk “naik ke atas” memasuki jaiaran eksekutif puncak. Teori manajemen memandang eksekutif puncak sebagai aktor yang kompleks dan multidimensi, karena beragamnya permasalahan yang harus dihadapi dan diselesaikan dengan baik. Sebaliknya, bidang teknik sering lebih menekankan pada kedalaman penguasaan teknik dalam dimensi terbatas, sehingga sering kali tidak siap untuk menghadapi masalah masalah manajemen yang bersifat multidimensi.
Lalu apakah sarjana teknik tidak bisa menduduki posisi eksekutif puncak? Bisa, dengan catatan mereka harus mampu “masuk’ ke dunia manajemen dengan membuka wawasan berpikir sambil tetap mempertahankan daya analisa yang kuat. Justru perpaduan antara teknik dan manajemen dalam diri seseorang bisa menciptakan efek sinergi yung kuat, yang bisa menjadi nilai tambah yang sangat berharga dalam meniti karier. Banyak sekolah-sekolah bisnis di Amerika yang lebih mengutamakan kandidat dengan latar belakang pendidikan teknik untuk program MBA, karena ternyata mereka terbukti sukses baik semasa sekolah maupun setelah terjun ke lapangan kerja sebagai MBA dengan latar belakang teknik. (Haryanto, Presiden Direktur PT Hanesa Endera Sakti)