Pemerintah sedang menyelesaikan peta jalan penggunaan energi nuklir untuk berbagai macam keperluan. Peta dalam Rencana Umum Energi Nasional itu disinergikan dengan kepentingan kementerian dan lembaga negara terkait. Hal itu dilakukan untuk mengakhiri ketidakpastian penggunaan nuklir setelah 40 tahun menjadi obyek penelitian.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said menjelaskan penyusunan peta jalan itu sekaligus menjawab kapan Indonesia membutuhkan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).
“Harus ada program yang bisa menjaga pengetahuan dan keahlian para ahli. Kita perlu kerja sama internasional, baik dengan lembaga riset maupun negara yang telah mengimplementasikan maupun yang sedang membangun energi nuklir,” kata Sudirman seusai mendampingi Presiden saat bertemu tim dari Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Selasa (12/1), di Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Sudirman, Batan telah melakukan riset nuklir di sektor pangan, kesehatan, industri, dan energi. Terkait itu, pemerintah akan menyinergikan hasil riset Batan dengan kajian Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi ataupun rencana Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional.
Pertemuan Presiden dengan peneliti Batan berlangsung selama satu jam di Istana Merdeka. Kepala Batan Djarot S Wisnubroto mengatakan, selama 40 tahun pemerintah belum memutuskan penggunaan energi nuklir. Kondisi itu kadang memunculkan pertanyaan para peneliti, sejauh mana keinginan pemerintah mengembangkan energi nuklir.
Menurut dia, kebijakan pemerintah tentang nuklir terkait erat dengan arah kebijakan energi nasional. Sejauh ini, pemerintah menempatkan nuklir sebagai pilihan terakhir. Batan menunggu penjabaran kebijakan itu.
Djarot mengakui, ada tantangan serius yang harus dihadapi dalam pengembangan nuklir di Indonesia. Sementara ini, masih ada kelompok yang tidak menghendaki pengembangan nuklir. Itu karena ada anggapan masyarakat yang menyebut nuklir masih membahayakan.
Berdasarkan data Batan, potensi uranium (salah satu bahan bakar PLTN di Indonesia) mencapai 70.000 ton. Dalam waktu 40 tahun mendatang, kata Djarot, bisa menggunakan torium (salah satu bahan bakar PLTN) yang potensinya mencapai tiga kali lipat. (NDY)
———-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Januari 2016, di halaman 14 dengan judul “Peta Jalan Tentukan Penggunaan Nuklir”.