Kondisi Daerah Aliran Sungai Kritis
Pemberian izin alih fungsi kawasan hutan dan daerah aliran sungai dinilai telah memicu penyusutan sumber air bersih di sejumlah daerah di Indonesia. Untuk itu, pemerintah diminta membenahi tata kelola air untuk menjamin ketersediaan air bersih bagi warga dan mencegah penguasaan air oleh industri.
Itu terungkap dalam peringatan Hari Air Sedunia yang digelar kelompok musik dan pegiat pelestarian lingkungan hutan tropis melalui pentas musik dan diskusi di Kantor Redaksi Kompas di Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (20/3) malam. Peringatan Hari Air Sedunia juga diwarnai unjuk rasa antara lain di Jakarta dan Kota Surabaya, Jawa Timur.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumsel Hadi Jatmiko menyatakan, lemahnya tata kelola air mengakibatkan bencana ekologi di Sumsel, antara lain banjir pada musim hujan dan kebakaran lahan pada musim kemarau yang memicu bencana kabut asap. Di lahan gambut, kerusakan hutan menurunkan kadar air sehingga kebakaran gambut berulang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Saat ini, lanjut Hadi, daerah aliran sungai di Sumsel dalam kondisi kritis. Menurut data Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Musi Tahun 2010, dari 8 juta hektar DAS di Sumsel, hanya 800.000 hektar di antaranya yang masih dalam kondisi baik.
Mantan Menteri Riset dan Teknologi Gusti Muhammad Hatta, Sabtu (21/3), di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, menyatakan, sumber air yang melimpah di Kalimantan terancam akibat deforestasi. Karena itu, penghentian deforestasi dan penyelamatan hutan harus dilakukan, termasuk melakukan penindakan tegas kepada pelaku pembalakan liar.
“Kalau dilihat dari citra landscape atau foto udara, Kalimantan pada 1950-an masih terlihat hijau, tetapi kini berubah menjadi putih. Fakta itu menunjukkan penggundulan hutan di Kalimantan tetap berjalan,” ujarnya.
Hatta mengatakan, deforestasi menyebabkan air hujan tak lagi tersimpan dan langsung mengalir ke sungai-sungai dan di atas permukaan tanah sehingga terjadi banjir. Sebaliknya, saat kemarau, sungai-sungai menjadi kering. Itu terjadi karena hutan yang berfungsi menyimpan dan menyalurkan air sudah dibabat habis.
Alih fungsi hutan
Kepala Balai Wilayah Sungai Kalimantan II Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Wahyu Nugroho mengatakan, deforestasi di Kalimantan bukan hanya karena pembalakan liar, melainkan juga karena alih fungsi hutan jadi perkebunan kelapa sawit. “Di Kalimantan Selatan dan Tengah, luas lahan kritis pada DAS bertambah akibat pembalakan liar dan pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit,” ujarnya.
Kondisi DAS kian parah seiring dengan terjadinya erosi dan sedimentasi akibat penambangan batubara dan emas, misalnya di Pegunungan Meratus di Kalsel dan Kabupaten Murung Raya di Kalteng. “Pencemaran air akibat pertambangan dan industri, terutama kandungan logam berat dan limbah tambang, pun tidak terhindarkan,” ujarnya.
Direktur Operasional PDAM Bandarmasih Yudha Ahmadi mengatakan, kerusakan hutan dan lingkungan mengakibatkan air baku yang sampai ke PDAM bermutu rendah. Jadi, untuk mengolah air baku menjadi air bersih perlu sistem pengolahan baik dan lengkap. “Makin rendah mutu air baku kian tinggi biaya pengolahan,” ujarnya.
Sementara itu, para aktivis lingkungan dari Ecological Observation and Wetland Conservation (Ecoton) berunjuk rasa di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Minggu (22/3). Mereka menilai negara melalaikan kewajibannya mengelola dan memberi hak akses rakyat atas air bersih sehingga diambil alih industri air dalam kemasan.
Manajer Program Ecoton Daru Setorini menyatakan, pemerintah harus fokus pada sungai yang jadi sumber konsumsi dan memantau pendirian bangunan di sekitar bantaran sungai agar tak mencemari sungai. Pemerintah juga dinilai belum maksimal menjaga sumber air sehingga dikuasai swasta. Untuk itu, pemerintah didorong menyediakan air bersih sebagai komoditas sosial.
Adapun Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta meminta agar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengelola air perpipaan agar mutu dan harga air lebih baik bagi warga.(JOG/ART/IRE/WER/ETA/JUM)
——————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 Maret 2015, di halaman 13 dengan judul “Perusakan Hutan Ancam Sumber Air”.