Pertumbuhan Kawasan Urban Memicu Peningkatan Suhu Udara

- Editor

Rabu, 13 Februari 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pemanasan suhu di Indonesia diketahui telah menyebabkan perubahan pola penguapan air sehingga mengubah pola hujan. Laju pemanasan ini selain dipengaruhi oleh fenomena global akibat penambahan gas rumah kaca juga dipengaruhi oleh dinamika lokal, terutama akibat hilangnya tutupan vegetasi dan pertumbuhan kawasan urban.

Bukti-bukti adanya pengaruh kondisi lokal terhadap peningkatan suhu ini terlihat dari hasil kajian tren peningkatan cuaca di Jakarta dalam kurun 1866–2010, sebagaimana disampaikan peneliti iklim Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Siswanto, Selasa (12/2/2019), di Jakarta.

–Laju perubahan suhu permukaan Jakarta, perbandingannya dengan global, dan suhu permukaan laut sekitar Jakarta. Sumber: Siswanto, BMKG

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kajian Siswanto dan tim ini yang telah dipublikasikan di International Journal of Climatology ini menunjukkan, suhu udara di Jakarta telah bertambah hingga 1,6 derajat celcius dalam satu abad terakhir. Ini berarti peningkaan suhu di Jakarta lebih tinggi dibandingkan rata-rata suhu global yang bertambah 1-1,2 derajat celcius dalam kurun yang sama.

Selain itu juga ditemukan, adanya peningkatan suhu maksimum harian yang lebih tinggi dari pada peningkatan rata-rata dan suhu minimum selama 50 tahun terakhir. Suhu waktu malam telah meningkat pesat antara periode 1971, 1980,2001, dan 2010 dengan penambahan sekitar 2 derajat celcius.

Menurut Siswanto, peningkatan suhu ini terbukti telah mengubah pola hujan. Evolusi curah hujan harian ekstrem di Jakarta menunjukkan peningkatan, terutama untuk curah hujan lebih dari 50 mm dan 100 mm per hari. Tren ini terutama meningkat pesat untuk periode 1961–2010, seiring dengan laju peningkatan suhu yang juga melonjak pada periode ini.

“Peningkatan suhu yang pesat mulai tahun 1960-an ini kemungkinan terjadi sejak pengembangan wilayah kota dengan menghilangkan pepohonan,” kata Siswanto.

Peningkatan hujan lebat hingga ekstrem ini terjadi walaupun rata-rata jumlah hujan tahunan tidak berubah. Bahkan, jumlah hari hujan sepanjang tahun cenderung menurun. “Ini menunjukkan adanya fenomena penguapan lokal sebagai pengaruh oleh urbanisasi,” kata dia.

Tidak stabil
Terkait dengan dinamika cuaca akhir-akhir ini, menurut Kepala Subbidang Prediksi Cuaca BMKG Agie Wandala Putra, hingga pertengahan Febuari ini masih ada hujan, walaupun beberapa hari belakangan aliran angin munson tereduksi oleh adanya Madden Julian Oscilation (MJO) fase kering sehingga mengurangi pembentukan awan.

“Setelah dua hari lalu MJO fase kering ini lewat, maka ada transisi dari karakteristik regional belum ada yang kuat sehingga kondisi lokal lebih dominan. Namun, yang patut menjadi catatan dari kemarin dan tiga hari ke depan muncul equatorial rossby yang akan mengakibatkan kondisi atmosfer tidak stabil di Jawa bagian barat. Dampaknya, akan terjadi banyak petir di sore hari,” kata dia.

Selain itu, menurut Agie, adanya anomali suhu muka laut di sekitar Laut Jawa hingga Selat Karimata juga bisa turut memicu dinamika cuaca saat ini yang cenderung tidak stabil.

–Anomali suhu laut di perairan Indonesia. BMKG, 2019

Berdasarkan perkiraan cuaca BMKG, pada Rabu (13/2) beberapa wilayah berpotensi diguyur hujan lebat, di antaranya Lampung, Jawa Tengah, Yogyakarta, Bali, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Papua, dan Papua barat.

Pada hari yang sama beberapa wilayah berpotensi diguyur hujan lebat disertai angin kencang dan kilat di antaranya Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Barat, Jabodetabek, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, dan Sulawesi Tengah.

Pada Kamis (14/2) beberapa wilayah berpotensi terguyur hujan lebat antara lain Riau, Jambi, Lampung, Jawa Tengah, Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, dan Papua.Sedangkan wilayah juga berpotensi diguyur hujan disertai angin kencang dan kilat di antaranya Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Barat, Jabodetabek, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Sulawesi Tengah, dan Papua Barat.

Oleh AHMAD ARIF

Sumber: Kompas, 12 Februari 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB