Pertanian Tumpang Sari Dikembangkan di Hutan

- Editor

Sabtu, 17 Januari 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Universitas Gadjah Mada bekerja sama dengan Perum Perhutani dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengembangkan pertanian tumpang sari di area hutan produksi. Sistem pertanian itu diharapkan meningkatkan produksi pangan di Indonesia tanpa merusak kelestarian hutan.

”Luas lahan pertanian di Indonesia tak cukup memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Perlu terobosan pengembangan pertanian,” kata Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM Mohammad Na’iem seusai workshop Rencana Aksi Pelaksanaan Integrated Farming System di Kawasan Hutan, Jumat (16/1), di Yogyakarta.

Na’iem menjelaskan, saat ini luas lahan produksi pangan di Indonesia adalah 15,35 juta hektar. Padahal, luas lahan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan 242 juta penduduk Indonesia adalah 24,2 juta hektar. ”Ada kekurangan lahan 8,85 juta hektar. Susah dipenuhi jika tidak mengembangkan pertanian di kawasan hutan,” kata Na’iem.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Oleh karena itu, sejak 2009, UGM mengembangkan sistem pertanian terpadu di sejumlah hutan produksi di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang dikelola Perum Perhutani. Pengembangan dilakukan dengan sistem tumpang sari, yakni menanam tanaman pertanian di sela-sela pohon jati yang ditanam Perhutani. ”Saat Perhutani mulai menanam bibit jati, kami mulai menanam tanaman pertanian,” ujarnya.

Pada sistem itu sejumlah jenis tanaman pertanian ditanam bergantian. ”Saat awal hingga pohon jati berusia tiga tahun, tanaman padi bisa ditanam. Sesudah itu harus diganti tanaman empon-
empon, misalnya jahe dan kapulaga, karena padi tidak tumbuh kalau sinar matahari terhalang tajuk jati,” tutur Na’iem.
157 hektar

Tahun 2014, UGM bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perhutani mengembangkan sistem pertanian terpadu di kawasan hutan seluas 157 hektar. Itu berlokasi di tiga kabupaten di Jawa Tengah, yakni Blora, Pati, dan Banyumas. Untuk tahap awal, jenis tanaman yang dikembangkan adalah padi.

”Saat uji coba, panen padi yang kami kembangkan mencapai 6,5 ton hingga 12 ton per hektar per tahun. Hasil itu cukup baik jika dibandingkan dengan hasil panen di sawah biasa,” tuturnya.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo siap mendukung pengembangan pertanian tumpang sari di kawasan hutan itu. Ganjar telah meminta Perum Perhutani memetakan kawasan hutan produksi di Jawa Tengah yang bisa menjadi areal pengembangan sistem pertanian itu. ”Masyarakat sekitar hutan juga diajak dalam program itu agar kesejahteraannya meningkat,” ujarnya. (HRS)

Sumber: Kompas, 17 Januari 2015

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Rabu, 2 Juli 2025 - 18:46 WIB

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Berita Terbaru

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB

Artikel

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Jun 2025 - 14:32 WIB